Prinsip Bertafakur Dalam al-Qur’an

Dalam islam, sumber energi dan gerak adalah Allah swt (al-Kahfi:39). Dialah pencipta alam semesta berikut segenap isinya (al-Fatihah:1). Tidak satupun peristiwa yang bersifat kebetulan. Dalam ajaran agama ini, kebaikan dan keburukan, harta dan anak keturunan, hidup dan mati, dan semuanya merupakan bahan ujian Tuhan. Oleh karena itu, orang beriman, saat tertimpa musibah, akan mengatakan “inna li Allah i wa inna ilaihi rajiuun” (Sesungguhnya kami dari Alah dam kepada-Nya kami kembali)(al-Mulk:2). Karena dimanapun seseorang berada, Allah swt selalu bersamanya. Bahkan dengan manusia, Dia lebih dekat dari urat nadi.

Meskipun manusia tidak dapat melihat Tuhan, namun Tuhan melihat dan menyaksikannya, “Sembahlah Allah seakan engkau melihat-Nya, karena meski kamu tidak bisa melihatnya Dia selalu melihatmu”
Benar, manusia memiliki ikhtiar dan kehendak. Namun kekuasaan tuhan, meliputi segala keberadaan.
“Katakanlah bahwa tidak ada yang menimpa kami kecuali Allah telah mencatatnya untuk kami. Dia adalah Tuhan kami dan pada Allah orang-orang yang beriman berserah diri (Q>S at-Taubah;51)
Kedua, yakin bahwa Allah sednag mengawasinya.

Berdasarkan prinsip ini, manusia selalu yakin bahwa dirinya sedang berada di hadapan dan di bawah pengawasa Tuhan. Oleh karenanya, ia harus berhati-hati dalam berbuat.

Ketiga, bersabar dalam kesulitan. Saat tertimpa musibah dan bencana, tiada upaya yang lebih baik untuk dilakukan ketimbang bersabar.

Keempat meyakini bahwa tiada jaminan seputar keberhasilan usaha yang dilakukan manusia. Prinsip ini menjadikanindividu tidak akan merasakan kesedihan mendalam saat gagal mencapai target usahanya. Karena, yang terpenting baginya adalah mengerjakan tugas. Adapaun masalah tercapai atau tidak tujuannya, semua terserah Tuhan.

Kelima, berserah diri pada Allah swt. Orang bertawakal dan berserah kepada Allah swt akan benar-benar merasakan perhatian Tuhan dalam hidupnya. Meskipun mengalami kegagalan, ia akan memetik hikmahnya serta menganggapnya sebagai kemenangan.