Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Cetak Biru Toleransi Agama dan Sosial; Menuju Masyarakat Madani(1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Tiada Paksaan Memeluk Islam
Salah satu benih konflik sosial yang mengancam kehidupan dalam sebuah masyarakat adalah doktrin yang mengharuskan dan memaksa untuk memilih agama tertentu. Namun sisi lain, suatu masyarakat boleh jadi berkoeksistensi damai dengan tetap menjaga kemurnian ajaran agamanya masing-masing dari pengaruh pengikut agama dan golongan lain, yang benar ataupun yang sesat.

Adanya doktrin yang mengharuskan dan memaksa seseorang menganut agama tertentu, dalam sistem ajaran sebuah agama, bisa jadi mengancam toleransi dan kerukunan tiap-tiap penganut kepercayaan dalam sebuah masyarakat. Karena, manakala agama yang menganut doktrin semacam ini dominan dan berkuasa, ia akan mendesak keras pengikut agama lain agar menanggalkan kepercayaanya. Jika desakan ini tidak dipenuhi, maka bukan hanya merusak kerukunan sosial, juga menimbulkan problematik yang sangat serius, tetapi juga mengancam nyawa dan harta individu. Sejarah juga telah mencatat serangkaian tindakan diskriminatif dan derita kaum minoritas.

Islam memang menyeru seluruh umat manusia untuk memeluknya, sekaligus mengancam akan mengazab siapa pun yang menolak seruan ini dengan motif kebencian dan keras kepala. Namun Islam membedakan siksa di dunia dan akhirat. Pada tahap awal, Al-Quran menyeru seluruh umat manusia untuk masuk Islam. Dalam konteks ini, Nabi Saw bahkan sampai berusaha keras dengan mempertaruhkan nyawanya. Meski demikian, Islam tidak pernah memaksa orang memeluk Islam. Yang perlu ditambahkan, kendati sikap menolak Islam tidak berdampak hukuman di dunia, namun di akhirat kelak, pelakunya akan dimintai tanggung jawab atas segenap perbuatannya. Al-Quran mengatakan:

“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka, (dikatakan kepada mereka), “Bukankah (azab) ini benar?” Mereka menjawab, “Ya benar, demi Tuhan kami.” Allah berfirman, “Maka rasakanlah azab ini disebabkan kamu selalu ingkar.” Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (QS. al-Ahqaf [46]: 34-35).

Berikut sejumlah ayat yang menafikan paksaan dalam memeluk Islam:

“Tidak ada paksaan dalam (menerima) agama (Islam).” (QS. al-Baqarah [2]: 256).
Berkenaan dengan penyebab turunnya ayat ini, kalangan ahli tafsir mengatakan, “Beberapa keturunan Nasrani enggan memeluk Islam. Orang tua mereka yang baru memeluk Islam sudah berputus asa untuk mengislamkan anak-anaknya lewat cara damai. Mereka lalu mengeluhkan persoalan ini kepada Nabi Saw, dengan harapan kiranya beliau akan mengerahkan kekuatannya (pemerintahan Islam) untuk memaksa mereka memeluk Islam“. Lalu ayat di atas diwahyukan kepada Rasulullah Saw untuk menepis pemaksaan keyakinan.

Dan katakanlah, “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka barangsiapa ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa ingin (kafir) biarlah ia kafir.” (QS. al-Kahfi [18]: 29).
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS. al-Insan [76]: 3).

Dalam dua ayat ini, Allah Swt menjelaskan tujuan penciptaan dan memberikan petunjuk jalan yang lurus kepada manusia. Kemudian Allah Swt juga mengingatkan bahwa dalam konteks ini, tidak ada unsur paksaan. Sebab, beragama adalah pilihan dan kebebasan individual. Setiap orang bebas memilih untuk beriman atau kafir. Al-Quran berulang kali mengemukakan hal ini dengan beragam aksentuasi, seperti:

“Dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah).” (QS. Al Imran [3]: 20).
“Dan kamu sekali- kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka.” (QS. Qaf [50]: 45).
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.” (QS. al-Ghasysyiah [88]: 21-22).

Rangkaian ayat tersebut mendeskripsikan tugas seorang rasul hanyalah menyampaikan risalah Ilahi kepada umat manusia, juga menekankan keimanan individu agar dilandasi kebebasan, kesadaran, dan argumentasi, bukan lewat kekuatan dan kekerasaan.

Konsepsi ajaran di atas bukan khas Islam, melainkan juga diusung agama-agama sebelumnya. Umpama, Nabi Nuh as mengatakan pada kaumnya, “Bagaimana mungkin aku memaksakan agama pada kalian, sementara hati kalian membencinya.”

“Apakah akan kami paksakan kamu menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya?.” (QS. Hud [11]: 28).

Ayatullah Murtadha Muthahari mengatakan: “Kita memiliki sejumlah ayat yang menjelaskan bahwa agama harus disampaikan dengan cara benar, bukan lewat paksaan. Ini membuktikan Islam tidak menggunakan kekerasan terhadap seseorang dengan mengatakan, “Islam atau mati”. Di sisi lain, ayat ini juga menjelaskan kemestian jihad.