Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Nabi Muhammad saw, Menjadi Mulia Berian Tuhan atau Ikhtiar Pribadi

1 Pendapat 05.0 / 5

Nabi Muhammad saw sebagaimana manusia yang lain, dia juga lahir dan mengalami pertumbuhan sebagaimana umumnya manusia. Menerima nikmat dan karunia serta ikhtiar utuh atasnya.

Kita pun tahu, manusia secara fitrah memang butuh akan pimpinan Ilahi. Dan akhirnya beliau menjadi manusia terpilih, menjadi manusia terakhir penutup kenabian. Menjadi penghubung dua entitas, alam ciptaan dan alam pencipta.

Kenyataannya manusia ini akhirnya menjadi manusia di grade tertinggi, tidak ada makhluk lain yang mampu menandingi, manusia beyond rasio melebihi ekspektasi semua makhluk, disaat manusia ada yang terperosok pada level lebih rendah dibanding hewan, dia menapaki sair suluk menuju Tuhan, sair bersama Tuhan, sair dari Tuhan menuju makhluk bersama Tuhan, dan sair di alam makhluk bersama sang Khaliq. Beliau menterjemahkan perjalanan penting ini kepada manusia, mengajarkan tahap demi tahap kepada Ali bin Abi Thalib, menuntunnya menjadi manusia sempurna, serta sahabat lain yang memiliki kemampuan mumpuni.

Dari dulu hingga jaman milenial ini, manusia terus menerus mencari dan menggali, bagaimana metode terbaik dalam membangun karakter mulia dan agung, meniru sang Nabi saw, mendidik anak sehingga terjaga, tidak terperosok jauh kebawah dibawah level hewan.

Dalam rangka mencari jawaban, beberapa meneliti dampak gen dan pengaruh sosial pada pendidikan anak, pendidikan anak dalam pandangan Quran, pendidikan anak menurut sidarta gautama, pendidikan anak menurut Mahatma Gandi, pendidikan dalam kebudayaan lokal dll. Semua berusaha meraba-raba, bahkan berimajinasi membayangkan sesuai kapasitas dan basik pendidikan mereka.

Turut andil disini, coba kita telisik, siapa sebenarnya yang berperan sebagai pendidik Nabi saw. Sosok yang berpengaruh penting menjadikan Nabi saw sebagai manusia agung, memiliki akhlak sehingga dipuji Allah swt. Apakah Allah swt langsung menciptakan beliau menjadi sosok sedemikian agung? Atau beliau secara mandiri berusaha sehingga bisa mencapai tingkat setinggi ini, atau kedua belah pihak sama-sama memiliki peran besar, yakni baik Tuhan dalam menyiapkan kondisi yang mendukung maupun dari Nabi sendiri, dari sisi penggunaan ikhtiar beliau?

Coba kita lihat dalam AlQuran Karim,

وَ إِنَّ لَكَ لَأَجْراً غَيْرَ مَمْنُونٍ وَ إِنَّكَ لَعَلى‏ خُلُقٍ عَظيمٍ

Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
(Alqolam ayat 3-4).
Disini terlihat dengan jelas bagaimana penekanan yang ada dalam dua ayat, adanya (إِنَّ) dan (لَكَ) adalah harf dan jar majrur yang muncul sebagai bentuk penekanan, memberikan penjelasan nilai penting dalam kalimat bahasa arab, sungguh bagi engkau akan diberikan pahala, tidak hanya itu, kata-kata yang muncul setelahnya juga memberikan bobot lain, kata (غَيْرَ مَمْنُونٍ) menambah bobot dengan pensifatan pahala yang diberikan, yakni pahala yang terus menerus, pahala yang tidak berhenti, pahala yang tidak terputus.

Ayat ke empat, memaparkan sebab mengapa Nabi diberikan pahala yang tidak terputus, yakni karena beliau berhasil meraih nobel kemakhlukkan tertinggi, menjadi manusia paling agung akhlaknya. Disini juga kita temukan penekanan dengan munculnya (إِنَّكَ لَعَلى) sungguh engkau tidak ada keraguan lagi, memiliki akhlak yang agung. Pujian langsung Tuhan untuk hamba yang Dia kasihi.

Gambaran yang bisa kita tangkap adalah capaian tinggi beliau, bukan karena semata-mata bimbingan Tuhan, tapi ikhtiar beliau memiliki peran sangat penting.

Makna Akhlak Agung

Sebelumnya mari kita lihat apa itu akhlak yang agung,

حسن الخلوق رأس كلّ برّ

Akhlak mulia adalah pimpinan segala kebaikan

انما تفسير حسن الخلوق ان اصاب الدنيا يرضى و ان لم يصبه لم يسخط

Devinisi akhlak mulia adalah jika memiliki dunia (harta, kemuliaan, kedudukan dll) kamu rido karenanya, dan jika tidak kamu tidak menjadi depresi.

من مكارم الاخلاق ان تصل من قطعك وتعطي من حرمك و تعفوا من ظلمك

Makarimul akhlak adalah menyambung silaturahmi kepada yang memutusnya darimu, memberi kepada siapa yang mengharamkan pemberian kepadamu, memaafkan siapa yang zalim kepadamu.

Dari semua rumusan konsep akhlak mulia ini, tidak ada yang ketinggalan, semuanya secara apik dan sempurna dilakukan Nabi saw. Dia dalam hal ini menjadi founding father, menjadi pelaku pertama, sehingga layak dijadikan patokan dan tuntunan.

Beliau benar-benar menjalankan amanah

انّما بعثت لاتممّ مكارم الاخلاق

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”

Amanah untuk membenahi akhlak umat manusia, dan sarat utama untuk menjalankan tugas ini adalah beliau harus purna, harus menyelsaikan etape tingkat akhlak pribadinya secara sempurna.

ادّبنيي ربّي فاحسن تأديبي

“Tuhan swt mendidikku, maka betapa baik aku telah terdidik”

Beliau memiliki mentor terbaik, yakni Tuhan yang Maha Esa, namun ini tidak berarti beliau langsung diciptakan menjadi manusia agung dan mulia. Kita bisa melihat dalam ayat yang membantah kaum fatalis.

يُثَبِّتُ اللهُ الَّذينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَياةِ الدُّنْيا وَ فِي الْآخِرَةِ وَ يُضِلُّ اللهُ الظَّالِمينَ وَ يَفْعَلُ اللهُ ما يَشاءُ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS Ibrahim:27)

Kelompok fatalis dengan dalih ayat ini, mengklaim semua sudah ditaqdirkan Allah, kita tidak memiliki ihtiar, kita dijadikan mendapat petunjuk atau dijadikan tersesat itu atas pilihan Allah swt. Atau dalam ayat lain disebut, Allah memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa yang Dia kehendaki.

Padahal maksud dari Allah swt memberi petunjuk adalah Dia yang menyiapkan segala hal yang dibutuhkan sehingga seorang manusia bisa mendapatkan petunjuk, dimana untuk mendapatkan petunjuk ini manusia harus memilih sesuai ihtiar yang dimiliknya, demikian pula maksud Allah swt menyesatkan manusia yang Dia kehendaki, yakni ihtiar manusia menjadi faktor penting penentu, manusia akan tersesat atau akan mendapatkan petunjuk.