Gerakan Kebangkitan Ilmiah Imam Shadiq as

Tanggal 17 Rabiul Awal adalah hari kelahiran Rasulullah Saw menurut pandangan Syiah dan pada tanggal yang sama, Imam Jakfar Shadiq as juga terlahir ke dunia.

Rasulullah Saw pernah bersabda, "Sesungguhnya aku tinggalkan di tengah kalian dua pusaka berharga yang jika kalian berpegang pada keduanya, kalian tidak akan tersesat selamanya, (yaitu) kitab Allah Swt dan Ahlul Baitku dari keturunanku (itrahku)."

Imam Shadiq as adalah salah satu dari Ahlul Bait Rasul Saw yang disucikan Allah Swt dari segala jenis noda dan dosa seperti disebutkan pada ayat 33 surat al-Ahzab (Ayat Tathir). Lewat sebuah perumpamaan yang indah, Rasul menyamakan Ahlul Baitnya seperti bahtera Nabi Nuh as yang membawa manusia pada keselamatan dan keberuntungan.

Periode kepemimpinan (imamah) Imam Shadiq as berlangsung selama 34 tahun, di mana tujuh penguasa dari Dinasti Umayyah dan Abbasiyah telah memerintah selama periode itu. Imam mengambil langkah besar untuk menghidupan agama Allah, menyampaikan ajaran agama, mengkader murid-murid, dan membimbing umat.

Mengingat kekuasaan Bani Umayyah mulai melemah, Imam Shadiq menemukan ruang gerak yang lebih besar untuk berinteraksi dengan masyarakat. Namun memasuki 16 tahun dari imamah-nya, Imam menghadapi kondisi yang sulit pada masa Dinasti Abbasiyah. Meski demikian, beliau dengan cara yang soft berhasil memperkuat akidah dan memajukan pemikiran kaum Muslim.

Dinasti Abbasiyah berkuasa dengan mengangkat slogan “Ar-Ridha min Aali Muhammad” (kekhalifahan milik keluarga Muhammad) untuk memperdaya masyarakat. Mereka membuka konflik dengan Bani Abbasiyah dengan alasan khalifah harus berasal dari keluarga Muhammad Saw. Setelah merebut kekuasaan, Bani Abbasiyah akhirnya menyingkirkan Aali Muhammad.

Dengan licik, Abbasiyah mampu menarik dukungan dari banyak keturunan Bani Hasyim dan masyarakat Syiah terutama dari Iran, dan mereka selama bertahun-tahun menyembunyikan wajah aslinya di balik slogan Aali Muhammad. Pada masa itu, ayat-ayat al-Quran dan hadis Rasulullah Saw dipakai sebagai alat bagi penguasa.

Dari sisi lain, berbagai sekte dan paham pemikiran yang menyebarkan ateisme dan kesesatan mulai bermunculan di tengah masyarakat. Untuk itu, Imam Shadiq as memimpin kebangkitan ilmiah untuk mempromosikan pemikiran agama, memperbaiki akidah masyarakat, menanamkan nilai-nilai moral, dan dari sini muncullah istilah Syiah Jakfariyah.

Istilah ini muncul pada masa Imam Shadiq as dan dari lisan beliau sendiri. Pada satu kesempatan, Imam berkata, “Jika kalian berkakwa dalam agama, jujur dalam bertutur kata, setia dalam amanah, dan berbudi luhur dengan masyarakat, niscaya orang lain akan menyebut kalian sebagai Jakfari (pengikut Imam Jakfar Shadiq) dan dengan begitu, kalian telah menggembirakanku. Namun, jika perilaku kalian sebaliknya, ini akan membuat diriku terhina dan niscaya orang lain akan berkata ini adalah hasil didikan Jakfar.”

Masalah imamah (kepemimpinan) adalah salah satu materi yang mendapat perhatian Imam Shadiq as. Mengenai upayanya dalam menjelaskan konsep imamah, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei menuturkan, “Imam Shadiq as sama seperti para imam lain Syiah, materi utama dakwahnya fokus pada masalah imamah. Demi membuktikan fakta sejarah ini, ada banyak argumen yang paling kuat dan riwayat yang datang dari Imam yang secara gamblang menjelaskan perkara ini.

Ketika menyampaikan persoalan ini, Imam Shadiq menyaksikan dirinya berada pada satu fase dari perang di mana secara langsung dan tegas harus menafikan penguasa pada masa itu dan memperkenalkan dirinya sebagai pemilik hakiki wilayah dan imamah kepada masyarakat. Imam kadang tidak hanya berhenti pada pembuktian imamah-nya, tetapi bersama namanya ia juga menyebutkan nama para imam yang sah dan para pendahulunya, dan pada dasarnya ia memaparkan silsilah kepemimpinan Ahlul Bait sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan…”

Imam Shadiq as memanfatkan berbagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesannya, dan salah satu dari sarana itu adalah lembaga perwakilan. Beliau mengutus para wakilnya untuk mempertahankan interaksi dan solidaritas di antara pengikut Ahlul Bait di berbagai kota di dunia Islam.

Melalui lembaga ini, Imam Shadiq mampu memberikan pengarahan politik, menjaga hubungan dengan para pecinta Ahlul Bait, menyebarkan makrifat Islam, memperkuat basis akidah masyarakat Syiah, dan mengumpulkan sumber-sumber dana.

Meski aktivitas lembaga ini sangat terbatas pada masa itu, namun Imam telah meletakkan dasar-dasar lembaga perwakilan dan memusatkan kegiatannya di Madinah. Puncak aktivitas lembaga ini terlihat pada periode keghaiban Imam Mahdi as, di mana masyarakat Syiah benar-benar tidak bisa berhubungan langsung dengan imam maksum dan kondisi ini menuntut keberadaan sebuah jaringan komunikasi yang kuat antara imam dan masyarakat.

Jadi, salah satu alasan pembentukan lembaga perwakilan adalah mencegah terputusnya hubungan antara masyarakat Syiah dan imam maksum pada periode ghaibat. Oleh sebab itu, jaringan perwakilan ini semakin berkembang pada periode setelah Imam Shadiq as.

Aktivitas lain Imam Shadiq as adalah membangun sistem pendidikan yang terstruktur. Dalam sistem pendidikan versi Imam, para murid tidak dibatasi oleh usia, batas geografi, mazhab, orientasi pemikiran, pandangan politik, Sunni atau Syiah. Beliau mendirikan sebuah madrasah lintas mazhab dan lintas bangsa.
Masyarakat Syiah Turki pada peringatan Asyura 2018.

Dalam sistem pendidikan ini, semua orang dari berbagai latar belakang pemikiran dan dari wilayah geografis dengan ras dan bahasa apapun dapat mengikuti kegiatan ilmiah di madrasah Imam Shadiq.

Imam Shadiq as berkata, “Hikmah adalah pengetahuan orang-orang mukmin yang hilang, dan jika salah satu dari kalian menemukannya, maka ambillah ia.” Dengan meneladani Rasulullah Saw, beliau menyarankan para pengikutnya untuk mendobrak batas geografi dan tidak membatasi diri dalam menuntut ilmu pengetahuan.

Sistem pendidikan Imam Shadiq as sangat memperhatikan masalah riset dan penelitian. Beliau mendorong muridnya untuk melakukan penelitian dan selalu menyemangati mereka dalam hal ini. Mereka menyodorkan karya-karyanya kepada Imam untuk dikoreksi dan memperoleh pengesahan. Sebagai contoh, Ubadillah bin Ali Halabi membawa kitab karangannya kepada Imam dan kemudian memperoleh pengesahan.

Model pendidikan Imam Shadiq juga menekankan pada metode tanya-jawab demi memberikan pemahaman yang lebih baik tentang persoalan ilmiah. Metode ini akan memperkuat semangat penelitian dan membantu pengembangan ilmu pengetahuan.

Salah satu pola pendidikan Imam adalah membentuk kelas khusus untuk mengkader siswa cerdas di berbagai disiplin ilmu. Ini sebuah terobosan baru dan belum pernah dilakukan di masyarakat Muslim pada masa itu. Inisiatif ini pada akhirnya melahirkan para ilmuwan dan pemikir besar yang berperan dalam membangun budaya dan peradaban Islam. Seperti Jabir bin Hayan, bapak ilmu kimia, ia berkali-kali memperkenalkan dirinya sebagai murid Imam Shadiq as dan menukil banyak masalah ilmiah dari sang guru.

Doktor Nuruddin Al Ali, penulis buku Al Imam Al Shadiq Kama Arafahu Ulama al-Gharb, menuturkan, “Ketika orang mengkaji kembali karya-karya Imam Shadiq, mereka kadang berpikir sedang berhadapan dengan seorang pakar kimia, kadang dengan seorang pakar astrologi, dan kadang seorang tabib ahli, yang membedah badan manusia dan menjelaskan berbagai jenis penyakit dan metode pengobatannya. Ketika kembali pada konteks spiritual, mereka akan menemukan dirinya sedang berhadapan dengan seorang alim rabbani dan sosok yang suci.”

Imam Shadiq as telah mewariskan karya ilmiah yang sangat agung dan berhasil mendidik para ilmuwan yang masing-masing berkontribusi besar dalam membangun peradaban Islam dan memajukan umat. Imam Shadiq sebagai salah satu pemimpin pemikiran dunia Islam, memainkan peran yang luar biasa dalam dinamika budaya dan peradaban Islam. Beliau telah mempersembahkan para pemikir, ilmuwan, dan filosof besar kepada umat Islam.