Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Kaidah Al-Qur’an ketika Seorang Mukmin Berhadapan dengan Orang Sesat

1 Pendapat 05.0 / 5

Pertama, menyampaikan nasehat, sebagaimana para Anbiyah As juga diutus untuk menyampaikan nasehat dan peringatan…

“Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu." [Qs. Al A'raaf: 68]

Kedua, menyadari diri, bahwa kewajiban seorang mukmin hanya menyampaikan nasehat dan peringatan… tidak memaksakan kehendak, apalagi sampai bertindak kasar… baik secara verbal [hate speech/melontarkan kalimat2 ejekan, hinaan dan hujatan] maupun tindakan…

Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia. [Qs. Yaasiin: 11]

“Dan supaya aku membacakan Al Quran (kepada manusia). Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barangsiapa yang sesat maka katakanlah: "Sesungguhnya aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan." [Qs. An-Naml: 92]

Ketiga, tetap bersikap adil... sebesar apapun kebencian kepada kesesatan seseorang atau kelompok lain, seorang Mukmin harus tetap mampu bersikap adil. Bahwa jika menyampaikan kesesatan seseorang dihadapan publik agar orang2 awam terhindar dari kesesatan tersebut harus disampaikan dengan hujjah dan bukti2 yang kuat yang bisa dipertanggungjawabkan. Bukan diambil dari khayalan, dongeng2, berita2 hoax dan informasi2 yang tidak jelas sumbernya, hanya agar orang lain menjauh dari kesesatan. Kebencian tidak bisa menjadi alasan bagi seorang Mukmin untuk tidak mempersembahkan keadilan. Kebencian tidak lantas menjadi pembenaran bagi seorang Mukmin untuk tidak melakukan tabayyun dan tidak mengklarifikasi terlebih dahulu setiap informasi yang didapat.

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Qs. Al-Maidah: 8]

Nah, setelah seorang Mukmin memberi peringatan. Maka ada dua kemungkinan:

Pertama, yang bersangkutan menerima nasehat dan dakwah tersebut, dengan menetapi jalan kebenaran. Untuk yang ini, kita ucapkan alhamdulillah, dan melanjutkan bimbingan...

Kedua, yang didakwahi menolak nasehat tersebut, dan tetap pada pendiriannya.

Bentuk penolakan ada dua:

Pertama, sekedar menolak dan tidak mau saja, tanpa memerangi.

Sikap Mukmin pada kelompok pertama, adalah memberikan keleluasan untuk mereka mengamalkan keyakinan sesatnya. Selama itu tidak menzalimi orang lain. Tidak ada hak bagi seorang Mukmin untuk mengurusi dan mengintervensi pilihan keyakinan orang lain, hatta keyakinan itu adalah menolak keberadaan Tuhan. Sebab seorang Mukmin tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan oleh orang-orang yang sesat. Yang dimintai pertanggungjawaban dari orang2 Mukmin, adalah bagaimana caranya menyampaikan peringatan pada mereka yang sesat. Apakah dalam berdakwah tetap sesuai dengan akhlak Islami, yaitu menyampaikan dengan hikmah, dan berdialog dengan cara yang terbaik, atau menyampaikannya dengan cara yang serampangan, kasar dan tanpa etika sama sekali. Tidak ada paksaan dalam agama, adalah aturan Islam yang sangat tegas dalam hal ini...

Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Al Quran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu." [Qs. Yunus: 108]
Ini nasehat Al-Qur’an, bahwa keyakinan sesesat apapun, tidak akan memberi mudharat dan kecelakaan pada orang2 yang telah mendapat petunjuk:

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; TIDAKLAH orang yang sesat itu akan memberi MUDHARAT kepadamu apabila kamu TELAH MENDAPAT PETUNJUK. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [Qs. Al-Maidah: 105]

Jika ada orang2 Mukmin yang mempropagandakan bahayanya suatu aliran sesat tertentu, sembari menakut-nakuti masyarakat bahwa aliran sesat itu sangat mengkhawatirkan, sehingga perlu diadakan aksi-aksi unjuk rasa, mengadakan seminar2 mengenai bahaya suatu aliran tertentu tanpa hujjah yang jelas [hanya berdasar berita2 hoax, kabar2 bohong, fitnah2 yang tidak berdasar dan dilakukan secara in absentia], dan membentuk organisasi anti aliran ini, aliansi anti kelompok itu… maka sesungguhnya, itu karena mereka tidak mendapat petunjuk saja… bisa jadi merekalah orang2 sesat yang sesungguhnya…

Kedua, menolak sembari memerangi dakwah Islam.

Sikap Mukmin pada kelompok yang kedua, adalah membalas memerangi. Syaratnya jika mereka memerangi terlebih dahulu, dan menghalang-halangi umat Islam untuk mengamalkan keyakinannya.
“Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka.” [Qs. An Nisaa': 91]

PATUT DIPERHATIKAN..

Bukanlah akhlak seorang Mukmin, jika berhadapan dengan orang2 sesat untuk kelompok yang pertama [sekedar menolak saja tanpa memerangi] untuk mengolok2, menghujat dan bermaksud untuk melecehkan… sebab mengata-ngatai orang lain sesat adalah akhlak orang-orang pendosa.
“Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan: "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat", [Qs. Al Muthaffifin: 32]

Yang patut diperhatikan selanjutnya, adalah selalulah berada dalam kondisi untuk senantiasa mencurigai diri sendiri… jangan sampai merasa diri berada pada golongan orang yang beriman, padahal ternyata termasuk diantara orang-orang yang sesat. Sebab Syaitan itu senantiasa memperindah suatu perbuatan buruk, seolah2 yang dilakukan adalah perbuatan yang benar. Jangan mudah menganggap orang lain sesat, hanya karena berbeda dalam memahami. Sebab berbeda belum tentu sesat. Seorang Mukmin akan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah yang Maha Mengetahui, untuk urusan yang tidak dia kuasai sepenuhnya…

Oleh karena itu, dalam hal ini sangat diperlukan ilmu, dan wawasan yang luas, sebelum ikut2an memberi vonis pada orang lain bahwa mereka sesat dst… harus ada informasi yang berimbang yang didapatkan… tidak cukup hanya mendapatkan informasi dari satu pihak, namun telah memvonis pihak lain sesat dan bukan Islam….

Hanya Allah Swt yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk, siapa yang sesat… jangan sampai kita termasuk orang-orang yang tertipu…merasa diri benar, sementara dalam penilaian Allah Swt, justru termasuk orang-orang yang sesat…

“Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” [Qs. Al-Qalam: 7]

Untuk itulah, Allah Swt memerintahkan orang2 Mukmin untuk membaca ini dalam shalatnya:
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” [Qs. Al-Fatihah: 6-7]

Bayangkan, kita diminta untuk membacanya setidaknya 17 kali dalam sehari semalam di dalam 5 waktu shalat2 kita.. artinya, betapa pentingnya senantiasa mencurigai diri, bahwa belum tentu kita sudah termasuk yang mendapat petunjuk, sehingga harus selalu memintanya setiap shalat...
Allahu al-Musta’an…. semoga kita senantiasa termasuk dari orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan dijauhkan dari kesesatan…