Islam dan logika

Mungkin anda pernah bertanya apa hubungan antara Islam dengan logika? Apakah keduanya saling bertentangan atau tidak?

Jawabannya tentu tidak. Kita meyakini bahwa segala yang dibenarkan logika pasti juga dibenarkan oleh syariat. Hanya saja logika tidak selalu bisa memahami apa yang dibenarkan syariat.

Artinya, segala yang masuk akal bagi logika kita pasti juga dibenarkan agama; namun tidak semua yang dijelaskan syariat pasti difahami logika. Coba perhatikan dua contoh di bawah ini:

Contoh yang pertama, logika kita berkata bahwa berbuat baik kepada orang tua adalah suatu keharusan. Syariat pun membenarkannya. Logika menyatakan hal itu meskipun kita belum mendengar apa pendapat syariat tentang berbuat baik kepada mereka.

Contoh yang kedua, syariat memerintahkan kita untuk shalat subuh dua rakaat. Tetapi logika kita tidak mampu memahami, sekali lagi, tidak mampu memahami, mengapa harus subuh? Mengapa harus dua raka’at?

Saya perlu menekankan bahwa logika hanya tidak mampu memahami, bukan menyatakan tidak logis. Dengan demikian, dalam contoh kedua tidak ada pertentangan antara logika dan Islam; yang ada hanya terkadang logika tidak mampu memahami.

Pernyataan “terkadang logika tidak mampu memahami” bukanlah hal yang aneh dan harus dipertanyakan. Logika manusia terbatas pada skema pemikiran yang telah terbentuk selama hidup, semenjak manusia bayi hingga tumbuh dewasa. Cukup masuk akal jika kita mendengar bahwa sesuatu yang belum kita ketahui jauh lebih banyak daripada yang telah kita ketahui.

Keterbatasan logika inilah yang membuat kita senantiasa membutuhkan agama.