Perspektif Islam Tentang Batasan dan Jenis Penyimpangan Seksual (3 Habis)

Pembahasan sebelumnya menyatakan bahwa musahaqah termasuk jenis penyimpangan seksual. Seorang perempuan bertanya kepada Imam Shadiq as: “Apa hukuman bagi perempuan yang melakukan musahaqah satu sama lainnya?”  Imam as menjawab: “Hukuman mereka sama dengan pelaku zina (seratus kali cambukan). Sesungguhnya pada hari kiamat nanti, mereka akan digiring dengan mengenakan pakaian yang bahannya api dan kerudung yang terbuat dari api. Mereka menggunakan pakaian dalam berapi dan sepatu mereka juga dimasuki api serta dihempaskan ke dalam neraka jahannam.Wahai wanita, kaum yang terbiasa melakukan musahaqah adalah kaum Nabi Luth as. Ketika suami mereka asyik dengan perbuatan liwath, para istri terabaikan tanpa kehadiran suami.  Kemudian para wanita menyibukkan diri dengan sesamanya sebagaimana lelaki mereka sibuk dengan sesamanya. Saat azab turun, mereka semuanya musnah” (Muhaddits Nuri, 1408).

Pada kesempatan lain, ketika menjawab pertanyaan seorang perempuan tentang perbuatan musahaqah antara sesama perempuan Imam Shadiq as berkata: “Mereka di neraka jahannam. Ketika hari kiamat tiba, mereka akan memakai penutup tubuh yang terbuat dari api. Api akan masuk ke dalam tubuh dan kemaluan mereka. Lalu mereka akan dilemparkan ke dalam neraka”. Beliau as ditanya lagi: “Apakah al-Quran telah menyebutkan tentang hal ini?” Imam as menjawab: “Ya”. Kemudian ditanya lagi: “Pada ayat mana?” Imam menjawab : وَأَصْحَابَ الرَّسِّ dalam surah al-Furqan ayat 38 (Hurr Amili, 1409). Ayat tersebut berbunyi :

وَعَادًا وَثَمُودَ وَأَصْحَابَ الرَّسِّ وَقُرُونًا بَيْنَ ذَٰلِكَ كَثِيرًا

dan (Kami binasakan) kaum ‘Aad dan Tsamud dan penduduk Rass dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut

Mufassir Ali bin Ibrahim Qummi menjelaskan “ashab ar Rass (َأَصْحَابَ الرَّسِّ) sebagai berikut:

وهم الذين هلكوا لأنهم استغنوا الرجال بالرجال والنساء بالنساء والرس نهر بناحية آذربيجان

“mereka binasa karena laki-laki  melakukan hubungan dengan laki-laki dan perempuan berhubungan dengan perempuan, dan Rass merupakan sumber air yang berada Azarbaijan. Dalam kitab Biharul Anwar jilid 14 halaman 153, sebutan ashab ar- Rass dilekatkan kepada kaum yang berada di sekitar sebuah sumur yang bernama Rass. Dahulu mereka menyembah pohon yang ditanam oleh Yafet bin Nuh setelah banjir besar. Wanita mereka disibukkan dengan sesama jenisnya. Maka Allah mengazab mereka dengan angin besar yang berwarna merah, menjadikan tanah mereka sebagai batu panas. Mereka juga disiksa dengan awan hitam yang gelap, sehingga badan mereka meleleh karena terbakar sebagaimana orang yang diazab di neraka”.[1]

 4. Zina

Zina merupakan hubungan tidak sah antara dua orang tanpa ikatan yang kadang  terjadi dalam bentuk pelecehan dan kekerasan seksual. Ketika seseorang berbuat zina, ia telah melewati kemuliaan sebagai manusia dan mengambil bentuk sebagai hewan. Karena itu, perbuatan zina tidak sesuai dengan nilai kemuliaan kedudukan manusia (Rezai Isfahani 1385 Hs). Al- Quran dalam surah al-Isra ayat 32 melarang untuk mendekati perbuatan ini:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.

Syahid Dastegib dalam buku “Dosa-dosa Besar” menyatakan: “Kemungkinan perumpaan al-Quran yang paling detail berkaitan dengan zina adalah َسَاءَ سَبِيلًا (cara yang buruk). Kalimat ini menyatakan bahwa berzina bukanlah cara alamiah dan tanpa bahaya untuk menyalurkan dorongan seksual. Masyarkat yang memuaskan nafsunya dengan perbuatan zina terjerumus ke dalam jurang yang berbahaya dan tak bertepi. Akibatnya mereka menjauh dari tujuannya dan terjatuh dalam lubang besar yang menakutkan. Dorongan seksual merupakan bawaan alamiah yang diberikan Allah Swt diperuntukkan bagi keberlanjutan generasi. Hubungan antara laki-laki dan perempuan secara psikis dan emosional dalam keluarga merupakan cara pemenuhan kebutuhan seksual yang dibatasi dan legal. Perbuatan zina tidak hanya menjauhkan masyarakat dari tujuan melanjutkan generasi. Masyarakat terjerumus dalam ribuan jurang mengerikan dan sederetan penyakit menular seksual yang memerlukan anggaran jutaan rupiah untuk menyembuhkannya. Selain itu, jutaan anak-anak generasi penerus akan tidak memiliki pengasuh” (Dasteghib, 1389).

Dalam ayat lain (surah al-Furqan ayat 68-69), al-Quran menggolongkan zina sebagai dosa besar :

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا

Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina.

 

Penyimpangan seksual dan pengaruhnya bagi kehidupan

 

Dalam al-Quran surah al-Anfal ayat 24, Allah Swt mewajibkan manusia untuk menjawab seruan para Nabi kepada sesuatu yang memberi kehidupan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.

Sebagaimana diketahui, masyarakat Arab Jahiliyah hanya memperhatikan kehidupan biologis dan kosong dari nilai-nilai spiritual yang tak membedakannya dengan kehidupan hewan. Mufassir Ayatullah Makarim Syirazi dalam Tafsir Nemuneh menjelaskan bahwa kehidupan yang dimaksud ayat tersebut di atas meliputi seluruh aspek. Meliputi kehidupan spiritual, kehidupan biologis, kehidupan budaya, kehidupan ekonomi, kehidupan politik yang hakiki, kehidupan etika dan hidupnya masyarakat. Perumpamaan ini merupakan gambaran singkat tentang tujuan dari agama Islam. Karena itu, Islam melarang hal-hal yang berakibat kepada kerusakan termasuk penyimpangan seksual dengan pengaruh negatifnya. Penyimpangan seksual merupakan salah satu dari “the death of culture” atau lawan dari “sesuatu yang menghidupkan”. Alih-alih sebagai potensi bawaan yang diberikan-Nya untuk melanjutkan generasi, kecenderungan seksual yang diaktualisasikan secara menyimpang berakhir pada kematian. Penyimpangan seksual bukan hanya sekedar persoalan salah atau benar, tetapi pengejawantahan “budaya kematian” yang harus dicegah.

Catatan kaki:

[1] http://lib.eshia.ir/71860/14/153#_ftnref%D9%A3

Referensi:

Elal wa Awamil Enherofi-ye Jensi az Didgahe Quran wa Riwayat, Pazohesh Islami Zanan wa Khanewadeh, 1393 HS