Pentingnya Mencatat Ide yang Terlintas di Benak

Kita seringkali merasa bahwa kita memiliki satu ide yang cemerlang. Terkadang ide-ide tersebut telintas begitu saja ketika kita mau tidur. Atau di saat kita baru bangun dan mencoba tidur lagi; ketika kita sedang menunggu di ruang tunggu; saat sedang menatap kosong ke kaca bis selama perjalanan; atau bahkan di kamar mandi. Ide ide itu datang begitu saja tanpa kita sadari. Dan pada saat ide-ide tersebut datang, kita tidak memiliki waktu atau tidak berkesempatan untuk menulisnya dan mengikatnya agar tidak hilang begitu saja.

Terkadang, ide-ide itu adalah deretan solusi untuk masalah-masalah kita. Tiba-tiba ia datang secara misterius dan hilang secara misterius juga tanpa sempat ditulis atau diterapkan. Bersyukurlah mereka yang sempat, tapi betapa banyak yang kehilangan inspirasi dadakan itu dan tak pernah menemukannya kembali.

Ide pada dasarnya adalah gejolak dan respon bawah sadar seseorang ketika menghadapi sesuatu. Mungkin itu juga merupakan hal yang orang-orang menyebutnya dengan ‘ilham’. Hanya saja begitu kita mendapatkan ide tersebut, kita merasa seperti kita menemukan kunci dari semua masalah yang kita miliki dan dengan terburu-buru menerapkannya. Beruntunglah mereka yang terburu-buru dan berhasil. Tapi betapa banyak yang justru terjerumus ke jurang yang lebih dalam dengan rintangan yang lebih semrawut lagi?

Karenanya, penulis berpikir ada baiknya kita selalu sedia buku saku dan pena. Sehingga ketika ide-ide tersebut mulai menyerbu benak. Hal pertama yang saya lakukan adalah menjaga ketenangan, lalu mengikat semua ide-ide tersebut. Tulis saja semua. Abaikan segala kaidah penulisan dan tata bahasa. Berusahalah sekuat tenaga untuk mengeluarkan semua yang berkelebat di benak.

Langkah kedua, uji kecemerlangan ide tersebut dengan menuliskannya kembali secara tertata rapi. Amati seberapa jauh ia bertahan.

Karena terkadang, banyak dari ide-ide tersebut, ketika kita tulis ulang ternyata tidak ada apa-apanya. Gemuruh ide yang tadinya riuh berkelebat dibenak itu jika ditulis ulang, mungkin hanya jadi dua baris lalu berhenti di tengah jalan. Buntu. Tak mampu menyelesaikan masalah apapun. 

Lain halnya jika ide tersebut berhasil dituliskan secara rapi, cukup panjang atau ringkas tapi tidak berhenti di tengah jalan dan solutif-aplikatif. Dengan menuliskan kembali, sebenarnya kita sedang menguji daya yang terkadung dalam secercah ide tersebut.

Ketiga, saat kita sudah menuliskan kembali ide tersebut maka pasti ada hal-hal baru yang keluar dalam benak kita mengenai ide yang kita yang baru saja kita cerabut dari benak. Perlahan tapi pasti, hal-hal baru itu juga akan datang menyerbu kemudian memperkaya atau memperbaiki ide tersebut. Atau bahkan menghancurkannya jika ternyata ide tersebut tidak sesuai atau sama sekali tidak berguna.

Tapi sekali ide itu dikeluarkan, tempat keluarnya ide tersebut akan terasah. Maka dengan memaksa keluar ide-ide tersebut, sebenarnya kita sedang melatih dan mengasah kekuatan produksi ide-ide dalam benak dan alam bawah sadar kita.

Ya, saya menganggap cara ini sebagai latihan untuk mempertajam kemampuan produksi ide-ide. Bagi saya, menjadi kreatif dan produktif dalam ide-ide tidak selalu dengan banyak baca. Tapi juga dengan mengasah kemampuan produksi ide dalam alam bawah sadar kita.

Dengan menuliskannya berarti kita mengeluarkan ide tersebut dari alam benak yang abstrak dan membatasinya dalam kata-kata sehingga dapat kita lihat dengan mata secara konkret. Karena selama ide itu abstrak dan belum terbentuk, kita tidak dapat mengukur kekuatan ide tersebut. Mengingat hal abstrak tidak memiliki panjang dan luas. Selama dia abstrak, kita juga tidak bisa menguji dan menginterogasinya dengan pertanyaan-pertanyaan kritis.

Ketika kita terbiasa melakukan ini, maka benak  kita juga akan ikut terbiasa melakukannya di alam bawah sadar. Sehingga kita akan sampai pada satu titik, di mana kita sudah tidak perlu lagi menuliskan setiap ide yang kita punya. Benak dan kemampuan berpikir kita akan sampai pada satu titik dimana ide itu akan diperkaya dan dikritisi sejak ia berada di alam abstrak. Lalu ia akan tampil keluar dalam keadaan ‘setengah matang’ atau ‘matang’. Tergantung sejauh mana benak terlatih dan terasah.

Meski begitu, bukan berarti kita tidak perlu lagi menulis ide-ide dan inspirasi kita. Sebagaimana sabda Imam Ali as “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”.  Sebab, walau sehebat apapun benak kita, ide-ide tersebut perlu kita tulis supaya tidak lenyap digerus masa. Catatan ide-ide kita akan menjadi rekam jejak perjalanan intelektual kita. Kita tidak khawatir lupa, dan bisa jadi suatu saat orang lain akan mengambil manfaat dari catatan-catatan itu. Kita untung dan menguntungkan orang lain. Luar biasa bukan?