Batas Tipis Keimanan dan Kemunafikan


فِيْ قُلُوْبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا وَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ بِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ

Dalam hati mereka terdapat penyakit, lalu Allah menambahkan penyakit kepada mereka; dan bagi mereka siksa yang pedih karena mereka berdusta. [1]

Ketika kita berbicara akhlak secara otomatis kita memikirkan berbagai perbuatan baik dari satu makhluk kepada selainnya atau yang lebih nyata adalah tindakan mulia dan penuh manfaat dari khalik kepada makhlukNya. Segala yang berasal dari Allah swt adalah kebaikan, keburukan yang nampak adalah ketika kebaikan itu tertutupi atau terhalangi. Keburukan sering disebut dengan kegelapan, yakni tidak adanya cahaya. Cahaya mewakili kebaikan, jadi keburukan adalah tidak adanya kebaikan pada satu hal atau satu perbuatan.

 

Awalnya bukan orang yang seratus persen munafik

 

Ayat ke sepuluh surat Albaqarah Dalam hati mereka terdapat penyakit, adalah satu terjemah dari Maha RahimNya Allah swt. Bentuk perhatian dan kasih sayangNya yang besar kepada umat manusia, khususnya bagi orang-orang yang beriman. Makna harfiah ayat memang berbicara tentang orang-orang munafik dimana dalam hati mereka penyakit dan akan ditambahkan kembali penyakit itu oleh orang-orang munafik itu dengan kemunafikan yang mereka miliki. Ya karena setiap perbuatan dosa seperti setitik hitam menodai hati, demikianlah titik-titik hitam itu menutupi hati orang munafik. Dan catatan lain menyebutkan bahwa mereka itu bagaikan orang yang pura-pura sakit, jadi mustahil untuk sembuh, karena sebenarnya mereka tidak sakit.

إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. [2]

Jadi pemberian peringatan kepada mereka tidak ada gunanya, hanya sebagai penyempurna hujjah. Andai mereka mengikuti maka beruntunglah mereka, jika tidak mengikuti nanti ketika hari kiamat mereka tidak bisa menuntut Allah swt dengan alasan tidak mengirim seorang pemberi peringatan.

 

Penyakit yang tidak disadari bisa merubah seorang mukmin menjadi seorang munafik

Orang-orang beriman diperingatkan dengan ayat seputar orang munafik ini agar meraba diri, melihat diri mereka dan segera menghapus berbagai penyakit hati jika ada dalam diri mereka. Penyakit dalam hati jika dibiarkan dia akan membesar dan menguat. Butuh jihad besar untuk melakukan ini jihad an nafs. Penyakit hati apa ini? Yakni lemah akhlak, lemah kepribadian, mengumbar hawa nafsu, jika orang mukmin tidak menyadari hal ini sebagai penyakit, tidak berusaha melawan dan membersihkannya maka hal itu akan merampas keimanannya.[3] Hati akan kosong dari keimanan dan akan tersisa manusia-manusia dengan prilaku dan baju lahiriah yang gencar menampakkan keimanan, mengucapkan perkara-perkara keimanan karena terbiasa, sebab sebelumnya sudah terbiasa melafalkannya. Dan seperti inilah berubahnya seorang mukmin menjadi seorang munafik. Hati tidak beriman namun lisan selalu menyampaikan perkara keimanan.

Merasa beriman yang mengkerdilkan orang lain atau makhluk Allah swt yang lain

﴿يَقُولُونَ لَئِنْ رَجَعْنا إِلَى الْمَدينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ وَ لِلَّهِ الْعِزَّةُ وَ لِرَسُولِهِ وَ لِلْمُؤْمِنينَ وَ لٰكِنَّ الْمُنافِقينَ لا يَعْلَمُونَ﴾

Mereka berkata, “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah darinya.” Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui.[4]

Kekuatan yang pasti dan tidak perlu diragukan lagi adalah disisi Allah swt, dimiliki RasulNya, dan juga dimiliki oleh orang-orang yang beriman kepada Allah swt dan RasulNya.

Alangkah bahagia ketika kita sudah termasuk dari mereka yang diakui resmi keimanannya. Diakui sebagai golongan orang-orang yang beriman, sementara kita tidak bisa mendapatkan legitimasi bahwa kita sudah mendapat tiket atau pengakuan resmi atas kondisi hati kita masing-masing. Kita hanya bisa menduga dan memperkirakan saja. Kita hanya bisa beristighfar semoga kita tidak menjadi lalai, kita diajari berdoa agar kita dijaga hatinya oleh sang Pembolak balik hati. Ya muqalibal qulub tsabit qulubana ‘ala dinik, ya Allah wahai pembolak balik hati, tetapkanlah hatiku pada jalanmu, pada agamamu.

Disini sebagai peringatan kita tidak boleh merasa sudah beriman, merasa sudah bersih dan suci. Perasaan yang bisa memicu kita untuk meremehkan dan mengkerdilkan orang lain. Bahkan bisa menjerumuskan kita sehingga kehilangan keimanan yang kita banggakan.

CATATAN : 

[1] Qs Albaqarah [2]: 10.

[2] Qs Albaqarah [2]: 6.

[3] Manusia 250 tahun, Sayid Ali Khamenei, hal 60.

[4] Qs Munafiqun [63]: 8.