Tafsir: Kerusakan yang Ditimbulkan Orang Munafik

“Dan jika dikatakan kepada mereka, ’Janganlah kalian membuat kerusakan di bumi!’, mereka berkata kami adalah orang-orang pembuat kebaikan. Ketahuilah bahwa mereka itu adalah para pembuat kerusakan, namun mereka tidak merasa”. (Al-Baqarah: 11-12)

Manusia, dari sisi kesesuaian antara hati dan perilaku, terbagi menjadi empat jenis. Pertama, adalah mukmin, yaitu orang yang hatinya beriman, dan perilakunya juga merupakan cerminan dari hatinya itu. Kedua, adalah kafir. Hati dan perilakunya sama-sama menolak kebaikan. Ketiga, adalah fasiq, yaitu orang yang menunjukkan ketidaksesuaian antara hati dan perilakunya. Hatinya beriman, tapi perilakunya tidak mencerminkan keimanan. Dia seringkali terjerumus ke dalam perbuatan buruk. Jenis terakhir adalah munafik, yaitu orang yang perilakunya menunjukkan seakan-akan orang beriman, akan tetapi hatinya sebenarnya kafir.

Di antara keempat jenis manusia tersebut, yang paling buruk justru adalah yang keempat. Keberadaan mereka akan menciptakan kerusakan di tengah-tengah umat Islam, bahkan kerusakan di muka bumi. Keberadaan mereka yang pura-pura baik, tapi sebenarnya ia tidak mempercayai kebaikan itu, membuat mereka setiap saat siap untuk melakukan hal-hal yang destruktif.

Kemunafikan adalah penyakit menular yang jika tidak dicegah, akan cepat menjalar menjangkiti orang banyak di dalam masyarakat. Sehingga penyakit-penyakit seperti sikap suka menjilat, tipu menipu, riya atau pamer, kepura-puraan, sikap mendua dan lain sebagainya, akan menyeret masyarakat ke arah kehancuran. Dari sisi ini, orang munafik itu bukan hanya enggan untuk taat melaksanakan perintah-perintah agama, dia pun bahkan selalu menginginkan agar orang lain berbuat hal yang sama. Oleh sebab itu, dia selalu melecehkan, merendahkan dan mempermainkan perintah-perintah Allah dan menertawakan orang-orang yang taat menjalankan kewajiban-kewajiban agama mereka.

Al-Quranul Karim menjelaskan berbagai contoh perbuatan orang-orang munafikin ini di dalam surah-surah At-Taubah dan Al-Munafiqun. Disebutkan bahwa mereka lari dari medan jihad menghadapi musuh-musuh Islam, sehingga mengakibatkan kelemahan mental para pejuang. Atau ketika mereka mengeluarkan sedekah dan bantuan-bantuan keuangan, mereka melakukannya disertai dengan sikap menghina kepada orang-orang mukmin.

Kemunafikan merupakan sumber segala kerusakan di dalam masyarakat. Bahkan munafik yang sudah buta sehingga tidak dapat lagi melihat hakikat-hakikat, menganggap kerusakan dirinya sebagai kebaikan. Karena menurut pandangannya, hal-hal seperti berdamai dengan musuh dan menghindari pertumpahan darah, merupakan kebaikan bagi masyarakat. Oleh karena itu, peperangan harus dihindari dan akibat-akibatnya harus dicegah, meskipun pada kenyataannya hal itu justru akan mengakibatkan lemahnya agama dan orang-orang yang beriman.

Beberapa Poin Penting

1. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit nifaq tidak hanya berujung kepada kerugian bagi dirinya sendiri, melainkan akan mencakup seluruh anggota masyarakat.
    
2. Di antara tanda-tanda nifaq, ialah sifat suka menganggap diri sendiri baik dan lebih terhormat dari pada orang lain. Mereka mengatakan bahwa hanya merekalah orang-orang baik dan suka berbuat kebaikan, orang lain tidak.
    
3. Jika nifaq sudah tertanam kuat di dalam hati seseorang, maka ia sudah tak akan lagi mampu berpikir dan berperasaan dengan baik dan benar.
    
4. Orang-orang mukmin harus mengenali dan mengetahui slogan-slogan indah namun kosong yang biasa diucapkan oleh munafikin, agar terhindar dari tipu daya mereka.
    
5. Kecerdikan dan kepandaian yang tidak membawa kemaslahatan bagi masyarakat pada hakikatnya adalah kebodohan.

Kita pernah membahas bahwa kemunafikan itu bisa terjadi bukan hanya di tingkat agama, melainkan juga mazhab. Di tengah-tengah komunitas Ahlul Bait pun sangat mungkin terdapat orang-orang munafik. Adalah tugas kita untuk mewaspadai keberadaan mereka. Tapi, yang harus lebih kita waspadai adalah diri kita sendiri. Jangan sampai kita menjadi orang munafik, yang karena sedemikian kuatnya tertanam kemunafikan itu, kita tidak menyadarinya.

CATATAN : 

(dikutip dari rubrik Tafsir, Buletin Al-Wilayah, edisi 14, Juli 2017, Syawal 1438)