Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Quran Sebagai Menu dan Syarat Penguat Hati

1 Pendapat 05.0 / 5

Manusia dalam kehidupan kita dapati beberapa memiliki kelemahan dalam melihat, mendengar, jalan, dimana untuk mengatasinya mereka menciptakan kacamata, tongkat penyangga, alat bantu dengar dan semacamnya. Ruh manusia juga sama, kadang menjadi lemah, hati manusia punya telinga dan mata, ketika telinga hati atau mata hati lemah maka dia butuh kacamata penguat pandangan mata, penguat pendengaran telinga, begitu juga dengan pendengaran batin kita. Ketika lemah maka secara fitrah kita butuh alat bantu untuk menguatkan.
Apa yang bisa menjadi penguat penglihatan, pendengaran hati kita, ruh kita adalah Quran, tapi ada catatan disini bahwa Quran sendiri memiliki makna lahir dan makna batin. Makna lahiriah dari Quran diperuntukkan bagi semua manusia, semua orang rata-rata bisa mengambil manfaat dari makna lahiriah dari Quran, sebagian orang pun sudah melakukan dengan latarbelakang yang mereka miliki, untuk makna batin Quran manusia harus memberikan perhatian, ketelitian, tadabur mendalam, bahkan ada syarat-syarat khusus bagi orang-orang yang ingin memahami makna batin dari Quran.
Allah Swt berfirman, surat Muhammad ayat 24
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
Terjemah: Maka apakah mereka tidak mentadaburkan (memperhatikan) Quran ataukah hati mereka terkunci?
Disini disebut apakah hati mereka terkunci, apa yang mengunci hati, menutup hati dari berbagai bisikan kebenaran. Mungkin syahwat, ghibah, syirik, atau mungkin perbuatan dosa yang lain. Apapun itu selama pengunci hati ini masih ada di tempatnya maka akan kesulitan atau tidak akan pernah bisa membuka mentadaburkan Quran. Sehingga kita bisa sampai pada Quran, Quran pun tidak menolak kehadiran kita.
Quran lahirnya sangat indah, batinnya sangat dalam.
Lahiriahnya adalah ayat tentang hukum seperti ayat perintah mendirikan shalat “aqimu shalah” (dirikanlah shalat) , perintah membayar zakat “a tu azzakah”( bayarkanlah zakat), dan batin dari ayat adalah ilmu.
Belajar dari Ashabul Kahfi
Manusia dalam keimanan memiliki derajat yang berbeda-beda. Ashabul kahfi sudah sampai pada tingkat tinggi keimanan. Mereka sudah sampai pada kedudukan dimana memiliki keyakinan mendalam bahwa jika berpegangan pada tali Allah yang kuat, Allah akan mempersiapkan seluruh sendi kehidupan yang ia butuhkan. Mereka memiliki posisi yang memposisikan Allah sebagai pemberi perintah mutlak kepada mereka. Layaknya menaiki pesawat terbang sebagai penumpang maka pasrah mengikuti gerakan pesawat sesuai arahan dan perintah pilot. Pilot memerintahkan sistem komputer yang ada pada pesawat dan pesawat mengikuti perintah detail dari pilot ini, pesawat akan tetap terbang atau mendarat, akan lepas landas atau tidak dan seterusnya.
Demikianlah kondisi ashabul kahfi, mereka menempatkan Allah sebagai nahkoda kehidupan mereka, mereka sampai pada titik yakni hanya memiliki pilihan untuk taat dan mengikuti perintah-Nya. Mereka memasukkan diri mereka kedalam sistem yang sudah Allah buatkan untuk manusia. Karena alasan ini, sungguh tepat jika kita berdoa kepada Allah agar kita mendapatkan tempat pada sistem yang sudah Allah buat untuk manusia dan semesta. Ini adalah cerminan mengapa dalam shalat kita berdoa ihdinas shirathal mustaqiim, ya Allah berilah kami hidayah menuju jalan yang lurus, kita berdoa agar kita berkesempatan untuk bergerak pada rel yang sudah Allah tetapkan, aturan baku dan terbaik bagi manusia dalam rangka menuju-Nya.
Pasrah kepada Allah Swt
وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
“Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.”
Menurut ayat ini manusia seperti ashabul kahfi adalah orang yang secara tulus menyerahan urusan mereka kepada Allah Swt. Dan Allah tidak akan tinggal diam ketika hambanya menyerahkan urusan pada-Nya. Ketika manusia mempercayakan urusannya kepada Allah Swt. Manusia meyakini Allah sebagai pemberi dan penyiap sistem terbaik maka tidak mungkin Allah akan menghianati kepercayaan ini. Dan dengan tegas kita dapat Allah berfirman
إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
Sungguh Allah melihat, sungguh Allah mengerti, sungguh Allah memperhatikan keputusan seorang hamba yang telah menyerahkan urusannya kepada Allah Swt. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan ini.
Orang-orang seperti inilah yang mendapatkan tidak hanya berian yakni Rahman Allah tapi merekalah orang-orang yang berhak mendapatkan Kasihsayang-Nya.
Dalam kehidupan beberapa hal kita tidak ingin kejadian itu terjadi, tapi kenyataanya terjadi, menurut kita hal itu sangat buruk terjadi pada kita atau keluarga kita, tapi hal itu terjadi dan sebenarnya kita yang tidak tahu dan tidak memiliki ilmu, bahwa dibalik kejadian itu ada maslahat kebaikan untuk keluarga kita atau bahkan untuk kita.
Bisa jadi ada kesusahan pada satu sudut hidup kita tapi dibalik itu ada maslahat untuk orang lain, dan dengan alasan ini kita diberi pahala oleh Allah karena kita tetap berpikir positif dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan disini adalah ada pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat diatas yaitu bahwa sebagaimana mata dan pendengaran jasmani, penglihatan dan pendengaran hati juga butuh kacamata dan penguat agar bisa kembali bisa mendengar dan melihat. Penguat itu adalah Quran.
Bagaimana agar bisa menjadikan Quran sebagai penguat hati dan ruh kita, salah satu cara yang bisa dipakai adalah dengan mentadaburkan Quran. Untuk bisa mentadaburkan Quran yang paling utama adalah memasrahkan diri kita kepada-Nya secara utuh, kita berusaha semaksimal mungkin sesuai aturan-Nya, lalu kita pasrahkan hasilnya kepada Allah. Ketika kita sudah pasrah maka disaat itu kekurangan dalam hati kita akan dikuatkan Allah Swt. Kita tidak bisa memasrahkan diri kalau hati kita masih terkunci, kunci syahwat, kunci jeratan dosa atau kunci yang lain.