Motif Berkurban dalam Islam

Pada zaman dahulu.. sekelompok manusia pikir bahwa tuhan juga perlu sandang pangan papan seperti mereka. Maka mereka persembahkan kurban untuk memenuhi kebutuhan itu dan agar mendapat restu darinya. Bagi sekelompok yang lain, agar menyatu dengan dia, lalu mereka memakan sesembahan itu. Semua ini merupakan (hasil) imajinasi dan ilusi mereka yang diisyaratkan oleh Imam Ali, bahwa apa yang diidentifikasi dengan ilusi atau dipahami secara detail, itu tertolak, merupakan bikinan seperti makhluk.
Ada pula kaum yang menjadikan perolehan mereka sebagai kurban dengan membakarnya kendati mereka membutuhkannya. Konon masyarakat Arab jahiliyah dalam berkurban juga dengan semua cara dan tujuan seperti itu, yang kemudian Islam datang membatilkannya. Ajaran suci ini yang memerangi keberhalaan, melarang kebiasaan jahiliyah seperti berkurban manusia (membunuhnya sebagai tumbal), memandangnya dosa besar dan kejahatan, dan pelakunya layak dihukum.
 
Nilai dan Manfaat Hewan Kurban
Di dalam Islam, berkurban hewan selain menghidupkan ajaran tauhid nabi Ibrahim as dan merupakan sunnahnya, memiliki manfaat material dan spirtual, serta membawa kebahagiaan duniawi dan ukhrawi bagi manusia. Membantu du’afa, menghadiahi tetangga dan menafkahi keluarga. Diriwayatkan dari Abu Jamilah tentang pembagian daging kurban, Imam Shadiq menjelaskan:
کان علی بن الحسین و ابنه محمّد علیهما السّلام یتصدّقان بالثّلث علی جیرانهما و بثلث علی المساکین و ثلث یمسکانه لاهل البیت.
            “Ali bin Husain (Imam Sajjad) dan putranya, Muhammad (Imam Baqir), bersedekah (dari hewan kurban itu) sepertiga bagi tetangga, sepertiga bagi kaum miskin, dan sepertiga untuk keluarga.” (‘Ilal asy-Syarayi’, 7/438)
Karena untuk kepentingan masyarakat, ditekankan oleh Islam dalam berkurban ialah hewan yang sehat dan muda. Demikian kira-kira makna sabda Nabi saw: “Tak seyogyanya hewan kurban itu lumpuh (pincang), kurus, dogol, termutasi organ atau ekornya, dan retak tanduknya.” (Wasail asy-Syiah, 10/120)
Hal berkurban pertanda cinta kepada yang dimuliakan dan diagungkan. Apa yang dijadikan sebagai kurban adalah yang merupakan pilihan, bukan yang tak disukai dan tak diinginkan. Inilah yang mungkin diisyaratkan oleh QS.Al Imran 92; Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dicontohkan dalam hal ini, bahwa yang akan dilepas oleh nabi Ibrahim as dalam ketaatan kepada Allah dan demi ridha-Nya, kurbannya adalah yang paling disayanginya, yaitu putranya, Ismail as.
 
Syarat Niat Taqarub
Islam mengajarkan berkurban yang benar, yang membersihkan jiwa dan menyejahterakan masyarakat. Di antaranya mengenai cara menyembelih hewan kurban. Dengan merujuk ke fikihnya seperti di dalam Tahrir al-Wasilah (2)/Imam Khomeini, yang ringkasnya adalah berikut:
1-Pelakunya,
-Adalah seorang muslim non nashibi, yakni yang tidak anti Ahlulbait secara terang-terangan dan dengan kesadarannya)
-Tak disyaratkan balig, laki atau perempuan dan kesucian.
2-Hewan kurban dihadapkan ke arah kiblat, sementara pelaku tidak disyaratkan demikian.
3-Alat sembelih/pemotongan, adalah besi yang tajam.
4-Bagian yang disembelih ialah empat:
–Hulqum (tenggorokan; tempat keluar masuknya napas).
–Mari’ (saluran masuknya makanan dan minuman, terletak di bawah hulqum.
-Dua wadaj (dua urat leher; yang agak tebal meliputi hulqum atau mari’.
Empat bagian ini harus putus dengan disembelih, tepatnya di bawah jauzah (tonjolan) di tenggorokan. Hendaknya tidak sampai kepalanya terputus. Dalam menyembelih harus berkesinambungan sampai terpotong semua empat bagian tersebut.
5-Jangan lupa baca: Bismillah!.
Sampai di sini, perlu diingat motivasi dari QS.Al-Maidah 97, bahwa amal kurban sebagaimana tempat suci, yaitu Ka’bah, dan waktu suci, yaitu Syahr Haram (bulan suci), yang Allah jadikan untuk tegaknya umat dan terjaganya masyarakat dari kerusakan. Ka’bah yang disucikan menjadi faktor kekalnya umat Islam dan harus tetap tegak sampai hari kiamat, sunnah kurban pun hendaknya demikian.
Motif yang benar dari berkurban diisyaratkan oleh QS.Al-Hajj 37, yang terjemahannya demikian dari Prof.Quraisy Syihab:
Ketahuilah oleh kalian semua, bahwa Allah tidak melihat bentuk badan dan perbuatan lahir kalian, tetapi Dia melihat hati kalian. Dia tidak menginginkan kalian melakukan penyembelihan kurban untuk sekadar memamer-mamerkan diri. Tetapi Dia menginginkan kekhusukan hati kalian. Maka dari itu, keridaan-Nya tidak akan bisa didapatkan melalui pembagian daging dan penumpahan darah hewan kurban itu semata, tetapi yang bisa mendapatkannya adalah ketakwaan dan ketulusan niat.
Dengan kata lain, syarat berkurban adalah taqwa dalam arti tulus dan bertawajuh kepada Allah, sehingga sampai kepada-Nya dan dikabulkan oleh-Nya. (Majma’ al-Bayan, 7/86).