Memperkenalkan Ghadir kepada Anak di Rumah

Semua orang tua ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya, ketika anak masih kecil dan sudah mengkonsumsi susu formula, para orang tua berusah mencarikan susu terbaik untuk anaknya, sehingga anak bisa tumbuh dengan baik, ketika anak waktunya sekolah, orang tua mencarikan tempat belajar yang terbaik bagi anak-anaknya, mereka rela walau harus mengeluarkan biaya besar, rela walau harus menempuh jarak jauh setiap hari untuk mengantar anaknya itu.
Selain itu sebuah cita-cita besar para orang tua yang lain dan lebih utama adalah bisa memperkenalkan anak kepada yang baik atau kalau mungkin tentu dengan yang terbaik. Memperkenalkan anak dengan sosok yang sekiranya Karena itu para orang tua berusaha keras menjadi yang terbaik dalam hidupnya juga demi anaknya, sehingga anak akan mengenal sosok terbaik pertama bahkan dari orang tua sendiri. Orang tua sebagai pihak yang menjadi parner bicara sehari-hari, karib yang menemani ketika anak dalam kesedihan, dalam masalah, dalam berbagai ujian kehidupan yang sangat beragam, menjadi pihak yang pertama dikenal dan dinilai anak-anak.
Seorang ayah yang mengetahui anaknya suka dengan sepakbola, dia akan rela belajar sepak bola sebisanya, mungkin tidak bisa menjadi yang terbaik di dunia sepakbola, tapi setidaknya dia mempertunjukkan kepada anak bahwa dia berproses, bahwa dia berusaha keras. Hal ini menunjukan bahwa para ayah selalu punya keinginan untuk mempersembahkan yang terbaik kepada anaknya. Nilai seseorang diukur dari usaha yang dia lakukan bukan dari hasil.
Sering kita dapati dalam medsos, bahwa seorang ayah adalah pembohong, mereka berkata mereka sudah kenyang padahal mereka kelaparan, mereka bilang mereka tidak ingin baju baru, padahal uang hanya cukup untuk anaknya, mereka bilang bekerja dengan gaji yang cukup, padahal mereka banting tulang untuk membiayai sekolah anaknya sehingga tidak berhenti sekolah. Ini juga gambaran bahwa seorang ayah punya keinginan untuk memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya.
Terkait figur yang pantas dijadikan contoh, para orang tua juga sama, mereka ingin anak-anaknya memiliki figur yang baik, atau tepatnya berharap agar anak memiliki figur terbaik. Beberapa orang tua mengeluhkan isi acara televisi Indonesia, sebabnya adalah menurut mereka beberapa stasiun televisi itu dinilai belum bisa memberikan sosok figur baik untuk anak. Sebagian menilai bahwa acara televisi masih lebih fokus untuk mendapatkan profit semata, sementara tujuan penyiaran yang lain yang menjadi harapan masyarakat masih kurang diperhatikan, akhirnya sebagian orang tua meng-embargo televisi di rumah-rumah mereka, mereka lebih memilih mendownload film, atau apapun yang menurut mereka lebih pas untuk anak-anak yang akan menontonnya.
Anak-anak adalah makhluk yang unik, kita sebagai orang tua sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk mendidik mereka, mendidik anak secara benar adalah sama dengan mengerti keinginan Tuhan dalam menciptakan manusia, karena anak adalah juga salah satu maha karya Tuhan, hal ini adalah hal yang sulit atau malah lebih tepat disebut mustahil.
Menurut hemat penulis lebih tepat ketika kita menempatkan diri sebagai pembimbing dan pendamping dibanding sebagai seorang pengajar bagi anak-anak kita. Dalam menyampaikan pengenalan terhadap peristiwa besar Ghadir pun sama, kita memposisikan diri sebagai pendamping, sebagai pembimbing dalam proses belajar anak kita dalam mengenal hari agung ini.
Dalam rumah anak-anak bisa dibimbing dengan menggunakan metode multiple intelligences, anak-anak diajak bermain memerankan peran-peran central yang ada dalam kisah-kisah sejarah, seperti dalam sejarah ketika Nabi Muhammad Saw lahir, ada Abrahah yang menyerang Kabah dengan gajah. Dalam kasus ini kita orang tua memerankan diri sebagai Abrahah dan gajah, nah anak-anak kita berperan sebagai abdul muthalib, ada juga yang menjadi pemuda yang memprotes Abdul muthalib, peran pun diganti-ganti. Proses semacam ini jauh lebih membekas dalam benak anak-anak, apalagi ketika peran ini dilakukan secara bergantian. Jadi tidak hanya berperan sebagai abdul muthalib tapi juga berperan sebagai gajah, sebagai Abrahah, sebagai pemuda atau mungkin menjadi onta.
Bagaimana dengan tema Ghadir, dalam tema ghadir kita perlu mengambil peran-peran central, misalnya ada kejadian orang meminta adzab seperti dapat diambil dalam asbabun nuzul ayat sa’ala sailum biazabin waqiq. Kejadian naik haji ke Mekah dan diakhiri dengan pertemuan besar di persimpangan yang disebut dengan ghadir khum. Disini kita harus kreasi misalnya ada yang berperan sebagai orang Yaman, ada yang dari Irak, ada yang dari Iran, melakukan protes kepada pemberi berita bahwa mereka harus balik lagi ke belakang menuju tempat titik kumpul, kondisi kehausan, lelah, wanita tua muda semua disuruh kumpul.
Intinya didalam rumah anak-anak dalam belajar seputar sejarah mereka diajak untuk menjadi pelaku-pelaku sejarah,  ketika menjadi bagian dan pelaku sejarah maka anak akan lebih mudah ingat, dan harapan kita sebagai pembimbing adalah mereka mengenal sejarah, tanda-tandanya anak bisa mengenal pelaku-pelaku sejarah dalam sejarah yang diperankan dalam proses belajar dengan bermain.
Selain cara diatas, kalau anak masih kecil anak juga bisa diajak membaca cerita bergambar seputar ghadir, membaca dengan ditambah dialog dengan anak-anak, dipancing untuk bertanya, atau diberi pertanyaan-pertanyaan ringan sambil bersama-sama membaca buku cerita bergambar seputar Ghadir.