Kemuliaan Berkhidmat

Maka izinkan aku wahai saudara, menghamparkan bagimu majelis duka. Biarkan kukisahkan padamu tentang dia, yang karena kepergiannya menangis bumi dan langit mencurah darah. Izinkan aku mengajakmu pada samudra cinta aliran duka.

Siapa saja menjadi santri di Persia atau Babilonia pasti kenal seorang ulama besar, sayyid dari keturunan Baginda Nabi Saw, Allamah Sayyid Ali Qadhi namanya.

Para guru menjulukinya singkat: Ustadz al-Urafa. Gurunya para arif bijaksana. Di antara yang berbahagia jadi muridnya adalah Allamah Bahjah, Ayatullah Teherani dan marja' besar Ayatullah al-'Uzhma Sayyid Khu'i.

Allamah Thabatabai, penulis Tafsir Mizan itu mengisahkan di antara keistimewaan Allamah Sayyid Ali Qadhi adalah karamah "Thayyil Ardhi" yang dimilikinya. Jurus yang satu ini, memendekkan bumi di bawah pijak kakinya. Pendek kata, orang berziarah ke Karbala berjumpa dengannya. Dan pada kurun waktu yang sangat berdekatan, terdengar juga kisah tentangnya di Khurasan, di pusara Imam Ridha as ratusan kilometer jauhnya.

Meski ia mengingkari, tak urung kisahnya abadi. Ia berada pada saat yang sama di dua tempat yang berbeda. Karena ditanya tiada jawaban yang secukupnya, mulailah ia diminta untuk secara khusus mengajarkan Akhlak. Dan Allamah Bahjah satu di antara muridnya. Demikian pula Ayatullah al-Uzhma Sayyid Khui. Dan ini kisah Sayyid Khui tentang gurunya bilamana Muharram datang menjelang.

"Aku selalu datang ke majelis dengan mengepit kedua sandalku. Karena bila tidak, Allamah Sayyid Ali Qadhi akan merapikannya. Setiap masuk bulan Muharram, wajahnya berubah. Ia selalu berdiri di depan majelis, di pintu masjid. Dan ia rapikan sandal para hadirin. Ia lepaskan sandal itu dari jamaah yang keheranan menyerahkannya."

Allahumma ya Rabbana, bila orang semisal Ayatullah Sayyid Khui mengepit sandalnya. Bila murid didikan Sang Guru seperti Allamah Bahjah jadinya, dan ia melepaskan sandal dari kaki para pecinta Al-Husain...ah, apa jadinya kesudahan orang seperti aku.

Maka izinkan aku wahai saudara, menghamparkan bagimu majelis duka. Biarkan kukisahkan padamu tentang dia, yang karena kepergiannya menangis bumi dan langit mencurah darah. Izinkan aku mengajakmu pada samudra cinta aliran duka.

Dan bila semuanya tak mampu kulakukan, tolong saudara jangan kau angkat dariku kesempatan, izinkan kulepas sandal yang telah menopang jejak pecinta itu. Perkenankan kukecup ia penuh kerinduan. Karena di sanalah letak diriku berada...di bawah telapak kaki para pecinta.
Sungguh kemuliaan tiada bandingannya. Aduhai, alangkah indahnya.