Deradikalisasi Kelompok Radikal Melaui Metode Sufisme dan Irfan 2

Konteks deradikalisasi dapat dilakukan dalam beberapa tahap, jadi tidak bisa langsung dilakukan pengobatan, ibarat ingin menanam sayur di ladang, setelah selesai mencangkul maka harus dibersihkan dulu dari akar-akar yang mengganggu, dari batu-batu kerikil dan lainnya, diberi kapur sehingga tanah menjadi netral jadi tidak langsung ditanami terlebih dahulu.

Dalam kasus orang-orang yang terpapar radikalisme, khususnya orang bahkan sampai membuat mereka mengambil keputusan besar untuk berpindah wilayah, ke suatu wilayah yang sangat jauh, wilayah yang sama sekali tidak dikenali, belum pernah didatangi oleh mereka. Mereka menamakan itu sebagai hijrah, berpindah ke wilayah negara islam khayalan mereka, membakar paspor ketika sampai disana. Kehidupan yang harus dimulai dengan jihad yang beresiko mati, tapi sepenuh hati mereka tetap rela melakukan itu, karena mengira Allah akan mengganjar mereka dengan bidadari di surga.

Lebih dari itu orang-orang ini sebagian adalah kombatan ISIS yang sudah terlatih untuk membunuh orang, membunuh dengan senapan atau dengan pisau, membunuh bukan musuh tapi orang-orang yang kebetulan berbeda keyakinan, baik berbeda madzhab atau apalagi berbeda agama dengan mereka.

Adapun tahapan yang harus dilakukan sebelum bisa melakukan deradikalisasi adalah pendekatan psikologis, pendekatan emosional, setelah terlihat terbuka dan bisa diajak berkomunikasi maka juga perlu dilakukan adalah membuka kembali wacana kesalahan dan kekeliruan pandangan orang-orang ini tentang ISIS dan semacamnya, jangan sampai mereka keluar dari ISIS lalu pindah ke ISIS yang berkedok nama lain, tentang makna jihad yang disalah artikan, membunuh yang disalah artikan dengan melakukan hukum Allah yakni melenyapkan siapa saja yang kebetulan berbeda pandangan dengan mereka. Perzinaan atau pemerkosaan yang diubah nama menjadi jihad nikah, penyimpangan yang sudah banyak diuploud media, perzinaan yang dibungkus dengan nama jihad nikah ini tanpa iddah dan semacamnya. Hal ini harus detail diuraikan oleh para ahli hukum terkait penyimpangan dan keanehan-keanehan yang terjadi, diuraikan seorang agamawan yang benar-benar ahli dalam bidang fikih lima madzhab. Disampaikan dengan cara yang mudah, asik, dan komunikatif kepada pihak-pihak yang sudah terpapar deradikalisasi tersebut.

Tahap selanjutnya setelah muncul kesadaraan bahsa ISIS itu sebuah kekeliruan, ISIS adalah khayalan semata, baru dilakukan pemberian kerangka berpikir yang benar, melalui ilmu logika sederhana dan filsafat praktis, baru diberi stimulasi pengobatan dan pengobatan dengan sufisme dan atau Irfan. Jadi

adalah pengajaran logika sederhana dan filsafat praktis, hal ini untuk membekali agar audiens setelah mendapatkan deradikalisasi memiliki kerangka berpikir walau sederhana guna menolak pemikiran atau idiologi radikal lainnya. Jadi proses ini insyaAllah lebih afektif karena dilakukan tahap demi tahap, dari tahap pendedahan, pembangungan dasar pemikiran, lalu dilanjutkan dengan pengisian konsep yang jauh lebih menarik, sebuah tatanan pandangan hidup yang berkonsentrasi pada pengelolaan hati, membawa hati seseorang menjadi lebih lembut dan penuh kasih, mengisi hati yang sejatinya adalah milik Allah Swt, jadi hanya diisi dengan mahabbah kepada Allah secara benar, sesuai yang diajarkan orang-orang yang mendapat amanat dari Allah untuk menjadi pengajar Alquran.

Mengapa dengan Irfan, karena Irfan lebih fokus pada pengenalan kebenaran hakiki, mengenali kebahagiaan hakiki, dengan irfan audiens diajak untuk lebih fokus kedalam, fokus kepada quanfusakum secara benar, quanfusakum yang sama sekali tidak mengganggu orang lain apalagi sampai menghakimi orang lain, sikap kedewasaan dimana bisa menerima adanya kebinekaan, keberagaman ditengah-tengah masyarakat, kesadaran bahwa hak penuh untuk menyalahkan dan menghakimi adalah Allah Swt, Allahlah yang menentukan manusia akan ke surga atau ke neraka. Hal ini pun berdasarkan keadilan, jadi penilaian kepada kesesatan orang lain terlebih-lebih melakukan penghukuman atas keimanan orang lain tidaklah sesuai dengan nilai kemanusiaan, nilai keadilan, nilai-nilai ketuhanan yang mendarah daging dalam konsep keagamaan dalam agama Islam.

Irfan bisa digadang-gadang bisa menjadi sebuah solusi, bahkan tidak hanya orang yang terpapar radikalisme bisa kembali menjadi manusia normal sebagaimana umumnya, bahkan bisa menjadi masyarakat prototipe yang menjalani hidup secara proporsional, tidak mudah mengalami stress, bisa bertahan dengan pengalaman buruk masa lalu, menjadi manusia-manusia yang tegar.

Dengan sufisme audiens bisa mengenal makna kesederhanaan dan keridoan Allah Swt pada hal-hal sederhana yang bisa dilakukan bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Kebaikan-kebaikan proporsional dan logis dan sesuai dengan fitrah yang dimiliki manusia.

Mengapa dengan Irfan dan sufisme, ini juga didasarkan pada kondisi dari orang yang sudah terpapar pemikiran radikal, secara teori beberapa dari mereka bahkan sudah sampai ke tahap, aanzartahum amlam tunzirhum layu’minun, namun dengan kesungguhan dan ketelitian serta cara penyampaian yang dinamis dan menarik hal ini diharapkan bisa menjadi sebuah solusi, bukan memberikan paksaan format pandangan hidup baru, tapi menawarkan dengan pendekatan dari hati ke hati.

Ini adalah langkah-langkah besar yang perlu dikerjasamakan antara pemerintah dengan pihak-pihak yang memiliki kapasitas dalam menjalankan proyek besar ini. Dukungan kedua belah pihak baik pemerintah maupun masyarakat sangat dibutuhkan untuk tercapainya kesuksesan proyek ini.