Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Penghormatan dan Ketaatan kepada Suami

1 Pendapat 05.0 / 5

Dalam Quran Allah berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Laki-laki (suami) itu lebih kuat(memiliki wilayah/kuasa) atas perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan)(dari sisi kekuatan, keinginan) , dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya.” [1]

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan mereka (para wanita) memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang pantas. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”[2]

Asbabun nuzul Ayat ke 34 Surat Nisa menurut Syaikh Thusi adalah waktu itu ada seorang istri melaporkan suaminya karena telah memukulnya, dia datang kepada Nabi dan meminta agar suaminya dihukum Qishas atas perbuatannya.

Thabrasi menyebutkan bahwa pasangan suami istri ini adalah orang anshar, ketika orang tua wanita mengadukan anak perempuan yang telah dipukul suaminya, Nabi memerintahkan agar sang istri meminta qishas, namun akhirnya sang istri memaafkan suaminya. Sehingga dia tidak mengqishash suaminya itu.

(قَوّام) adalah kata yang digunakan untuk orang yang memiliki tanggungjawab atas orang lain. Syarat untuk menjadi wali, penanggungjawab adalah kemampuan dan kelayakan untuk mengelola dan mencukupi kebutuhan hidup diri sendiri dan orang lain. Karena alasan ini kaum laki-laki lebih dikedepankan dibanding kaum wanita baik dalam skup keluarga, maupun dalam ranah sosial seperti di medan peperangan, menjadi penentu hukum dll. Seorang wali fakih, seorang marja’ taqlid diharuskan dari kaum laki-laki bukan dari kaum perempuan. Inilah mengapa digunakan kata (قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ) dan tidak menggunakan kata (قوّامون على ازواجهم).[3]

Tahun pertama Congning (1102 CE) pada masa pemerintahan kaisar Huizhong, Liang Hongyu dilahirkan di distrik Huai’an, provinsi Anhui. Kakek dan ayahnya adalah panglima kerajaan Song (970 CE – 1279 CE). Ketika muda, ia tidak tenggelam dalam kemewahan dan sisi kewanitaannya. Justru dia lebih menyukai belajar ilmu bela diri.

Dia akhirnya menikah dengan Han Shizong. Han Shizong seorang tentara berpangkat rendah. Dari pernikahan itu, setahun kemudian mereka memiliki seorang anak lelaki bernama Han Liang. Dalam pertempuran, Han Shizong ternyata berhasil menangkap Fang La. Pemberontak yang telah menewaskan ayah dan kakek Liang Hongyu.

Dalam perjalanan karir sebagai pasukan kerajaan Han Shizhong dan Liang Hongyu akhirnya keduanya berhasil menjadi pemimpin pasukan di kerajaan Song, suatu ketika peperangan hampir dimenangkan, peperangan melawan pasukan yang jauh lebih besar jumlahnya. Taktik yang sangat baik dan hampir menjadi penyebab kemenangan ini lahir dari Liang Hongyu, sang komandan wanita, namun ketika musuh terpojok Han Shinzhong lalai. Hal ini dimanfaatkan oleh pasukan musuh untuk menyerang. Akibatnya pasukan Song mengalami kekalahan besar.

Kejadian ini mengakibatkan Liang Hongyu menganggap bahwa suaminya telah melakukan kesalahan yang sangat besar sehingga meloloskan pasukan musuh. Dia sendiri berangkat ke ibukota dan meminta agar kaisar menjatuhkan hukuman kepada suaminya. Karena melihat keteguhan hati Liang Hongyu yang menempatkan tanggung jawab dan tugas di atas kepentingan pribadi, kaisar akhirnya tidak menjatuhkan hukuman kepada Han Shizhong.[4]

Cerita diatas adalah salah satu petikan keberadaan istri yang memiliki kecerdasan yang melebihi suaminya. Kejadian ini jelas juga bisa terjadi didalam keluarga-keluarga muslim. Seorang wanita dengan karir dan gaji lebih tinggi, atau kecerdasan dan keilmuan istri lebih baik dari suaminya. Secara sekilas istri-istri ini memiliki derajat lebih tinggi dari suami-suami mereka.

Kondisi diatas bisa memicu para istri untuk merasa sombong, merasa lebih unggul dari suaminya, meremehkan suaminya. Sebuah kondisi yang kurang baik, hal ini memicu ketidakseimbangan dalam kehidupan suami istri. Suami yang secara alami membutuhkan ghurur sebagai pimpinan keluarga, anak yang butuh akan keberadaan ksatria dalam rumah, sosok yang diyakini bisa melindungi dan mengayomi pun tidak bisa mendapatkannya.

Dalam kenyataan memang ada sebagian wanita yang jauh mengungguli laki-laki, bahkan dalam kekuatan fisik, juga dalam kepintaran, namun hal ini adalah kasuistik, jadi hanya terjadi dalam kasus-kasus tertentu saja, tidak bisa digunakan dalam hukum kulli, diterapkan kepada seluruh (النِّسَاءِ). Seperti kasus Liang Hongyu panglima kerajaan Cina masa lampau.

Ketika awalnya suami nampak lebih lemah dari istrinya, lalu istri memberikan kepercayaan, membesarkan hati sang suami, mendukung suami dan menunjukkan nilai-nilai positif sang suami, suami memiliki kemampuan untuk bangkit dan mengasah potensi yang terpendam dalam dirinya. Akan sangat berbeda ketika istri yang unggul diatas kertas berbuat sebaliknya, dia merendahkan dan mengambil alih pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan para suami, tidak memberi kesempatan suami untuk mencoba, berlatih menjadi suami dan ayah sebagaimana yang dilakukan suami-suami yang lain. Proses mengajari dengan membimbing bukan menggurui.

Kemampuan istri yang lebih besar, lebih kuat, lebih kaya, semestinya tidak mempengaruhi penghormatan dan ketaatan kepada suami dalam hal-hal yang diridoi Allah Swt. Kalau suami memerintahkan perbuatan yang melanggar aturanNya jelas harus ditinggalkan. Ditinggalkan dengan tetap menjaga perasaan sang suami.

Unsur pemberian kepercayaan, memberi dukungan kepada suami yang sepintas terlihat lemah adalah kunci. (قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ) tentu tidak tertera dalam Quran tanpa realitas pada semua misdaq suami. Hanya saja mungkin sebagian butuh proses terlebih dahulu untuk sampai kepada tahap ini. (قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ) adalah sebuah potensi yang dimiliki oleh para suami. Walau kadang harus berobat dulu, harus ke psikiater, harus mengikuti pelatihan dan pendidikan.

(قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ) Juga mengisyaratkan bahwa andai ada dua orang maka satu darinya harus menjadi pemimpin, dalam keluarga, yang merupakan kumpulan masyarakat terkecil juga demikian, harus ada yang menjadi pemimpin, menjadi wali bagi yang lain.

CATATAN:

[1] Qs An-Nisaa’ : 34.

[2] Qs Al-Baqarah : 228.

[3] Tafsir Nur, Muhsin Qiroati Juz 2. Hal 61.

[4] http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/1003-%E6%A2%81%E7%BA%A2%E7%8E%89-liang-hongyu-pahlawan-wanita-dinasti-song.