Pentingnya Ketahanan Keluarga Dalam Islam bagian 2 selesai

Dalam Quran (Islam) aqad yang dilakukan suami istri pada prosesi pernikahan sangatlah berharga, aqad ini bukanlah sebuah iqrar jual beli, ada yang dijual ada penjual dan ada pembeli. Ikatan ini jauh lebih berharga dan lebih bermakna.

Sebelum prosesi pernikahan perlu dilakukan pendidikan pranikah. Hal ini dimaksudkan agar kedua calon mempelai benar-benar memahami dan tidak salah langkah ketika mereka akhirnya bersatu mengarungi mahligai rumah tangga.

Aqad nikah bukan semata-mata mengikat manusia secara lahiriah sehingga tercatat di kantor catatan sipil, lebih dari itu aqad ini adalah penyatuan dua ruh manusia, ruh yang mendiami dua jasad yang pada awalnya berjauhan tidak saling mengenal secara detail dan utuh.[1]Sehingga tepat ketika perjanjian suci ini disebut dengan (ميثاقاً غَليظاً) Perjanjian yang kuat.

Pernikahan menjadi media terjaganya manusia dari kepunahan dengan tetap memiliki nasab yang jelas,[2] dalam ayat disebut (نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ) wanita sebagai tempat menanam, hal ini mengingatkan kita bahwa sebelum menanam maka lahan harus dalam kondisi terbaik dulu, sudah bersih dari berbagai batu dan hama, demikian juga dengan nisa, para istri ketika sudah dalam kondisi terbaik dulu sebelum ditanami maka seorang ibu akan menjadi tempat pendidikan paling penting anak-anak, sehingga mereka siap menjadi manusia-manusia sempurna dikemudian nanti. Manusia utuh yang bermanfaat dan membangun. Jika tidak ada penyiapan terlebih dulu maka ibu tidak akan menjadi tempat pendidikan terbaik, anak yang lahir hanya akan menjadi manusia yang keberadaannya selalu memberi kesusahan kepada manusia lain atau alam yang ia tinggali.

(نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ) Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa si penanam (suami) juga harus mengikuti aturan, jika lahan sudah baik, tapi si penanam tidak memenuhi aturan maka tanaman pun tidak akan tumbuh dengan baik.

Keluarga sebagai tempat pendidikan terbaik bagi anak. Disini bisa diuraikan menjadi dua tafsiran, pertama keluarga yakni ayah dan bunda menjadi guru dan contoh nyata dalam pendidikan anak, anak secara langsung melihat karakter dari orang tua yang membesarkannya. Ini adalah bentuk pendidikan riil yang dihadapi anak-anak pada umumnya, sehingga jika tidak disadari oleh ayah dan bunda bahwa dia adalah seorang guru, menilai bahwa tempat belajar adalah lembaga pendidikan semata, akhirnya sebagian ayah bunda tidak menjaga diri mereka setidaknya dalam rangka mendidik anak-anak mereka sendiri. Walau pada kenyataannya hal ini jauh lebih sulit dan merepotkan sebab berhubungan kepada hal-hal yang kecil dan detail, sejak dari ayah bunda bangun tidur hingga tidur lagi, dalam tata cara berkomunikasi dengan sesama angggota keluarga maupun dengan lingkungan RT/RW hingga dengan sosial masyrakat yang lebih luas, semua itu adalah materi ajar yang harus diampu oleh masing-masing orang tua. Kesadaran pada hal ini akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembentukan karakter unggul dari anak.

Kedua keluarga sebagai pendidikan terbaik juga bisa bermakna, semua lembaga pendidikan agar bisa mendidik anak-anak maka lembaga pendidikan itu harus bisa menjadi sebuah keluarga dimata anak didik. Lembaga sekolah tidak menjadi sesuatu yang asing dan menganggap anak didik sebagai orang lain.

Hal ini bisa jadi sangat sulit bagi seorang guru, dalam sebuah kasus ada seorang anak yang salah persepsi atas  perhatian sang guru, anak menilai hubungan dengan guru sebatas jual beli jasa pengajaran, jadi anak merasa sudah membayar mahal semestinya diajari saja dan guru tidak perlu turut campur pada hal-hal diluar pengajaran materi ajar. Kondisi ini kadang membuat sebagian guru jadi bingung dalam menghadapi anak didik.

Kasus lain adalah adanya pihak-pihak yang menilai lembaga pendidikan dengan takaran uang, lembaga pendidikan berbasis pengumpulan dan pencarian uang dari orang tua anak. Kondisi yang memunculkan kondisi dimana para anak didik disebuah sekolah dengan ringan tidak menghormati para guru, menghina guru, menghardik guru, lebih-lebih dengan konsep segala hal dibawa ke ranah hukum, para guru yang sedikit keras terhadap anak didik dibawa ke pengadilan, guru dengan gaji minim harus berhadapan dengan denda yang luar biasa, akhirnya kekurangajaran kepada guru cukup meraja lela.

Satu hal yang perlu dibenahi adalah lingkungan, lingkungan ketika sudah benar, sudah kondisional, maka seberapa pun banyaknya anak tidak akan jadi masalah.

Jawaban semacam ini pernah disampaikan Rahbar, waktu itu beliau menghimbau untuk memperbanyak jumlah anak, beliau ditanya  oleh audiens bahwa orang tua dengan satu dua anak saja kesulitan untuk mendidiknya bagaimana dengan anak yang berjumlah banyak. Beliau menjawab bahwa anak sedikit atau banyak jika kondisi keluarga sudah kondusif, maka tidak akan menjadi masalah. Tidak ada beda antara anak sedikit atau banyak. Satu anak tapi ketika kondisi keluarga tidak kondusif dan maka pendidikan anak menjadi mustahil.

Inilah nilai penting perhatian kepada ketahanan keluarga, penyiapan para calon ibu dan ayah sejak mereka masih belia. Upaya menekan angka perceraian jauh sebelum terikat dalam ikatan pernikahan. Pendidikan yang baik, yang menghasilkan anak-anak berkarakter dengan cara berpikir yang luas dan dewasa menjadi upaya mencegah perpecahan dalam keluarga. Dua orang baik dan saling memiliki rasa pengertian tinggi yang menjadi satu maka tidak akan bermasalah, yang akan muncul adalah hal-hal yang maslahat dan bermanfaat. Berbeda jika dua orang bermasalah yang menjadi satu, jelas akan muncul masalah-masalah baru.

[1]  وَ كَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَ قَدْ أَفْضى‏ بَعْضُكُمْ إِلى‏ بَعْضٍ وَ أَخَذْنَ مِنْكُمْ ميثاقاً غَليظاً

Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri, dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat?(Qs An Nisa :21)

[2]  نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَ قَدِّمُواْ لِأَنْفُسِكُمْ وَ اتَّقُوا اللهَ وَ اعْلَمُوْا أَنَّكُمْ مُّلاَقُوْهُ وَ بَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ  Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu,[ ] bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman. (Qs Al Baqarah: 223)