Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Perjuangan Pemikiran Imam Sajjad as(1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Di bulan Sya’ban, kota Madinah kembali bersuka cita atas kelahiran seorang manusia suci dari Ahlul Bait Nabi as. Rumah sederhana Imam Husein as memancarkan cahaya karena kelahiran seorang anak yang tampak jelas aura kewibawaan di wajahnya.

Ali Zainal Abidin as dilahirkan di Madinah pada 5 Sya’ban tahun 38 Hijriah dari seorang ayah yang mulia, Imam Husein as dan seorang ibu yang salehah, Shahrbanu. Karena memiliki orang tua seperti ini, Ali bin Husein as dipanggil dengan sebutan Ibn al-Khairatain (putra dari dua kebaikan).

Ali bin Husein as memiliki beberapa gelar dan yang paling populer adalah as-Sajjad. Imam Muhammad al-Baqir as berkata, “Ali bin Husein tidak mengingat sebuah nikmat Allah kecuali ia melakukan sujud. Ia tidak membaca ayat al-Quran yang mengandung ayat sajdah kecuali ia melakukan sujud. Allah tidak menyelamatkannya dari keburukan yang dikhawatirkannya kecuali ia melakukan sujud. Ketika usai mengerjakan shalat wajib, ia melakukan sujud. Bekas-bekas sujud terlihat pada seluruh anggota sujudnya. Oleh karena itu, ia diberi gelar al-Sajjad.”

Ali bin Husein kehilangan ibunya hanya beberapa hari dari kelahirannya dan ia kemudian diasuh oleh sang ayah. Ia sempat merasakan era kepemimpinan (imamah) kakeknya, Imam Ali bin Abi Thalib as selama dua tahun. Karena rasa cintanya yang besar kepada pamannya, Imam Hasan as, ia sering mendatangi beliau untuk mempelajari nilai-nilai moral dan spiritual.

Periode imamah ayahnya, Imam Husein as dimulai ketika ia berusia 12 tahun. Ia selalu mendapatkan bimbingan dan pengajaran dari ayahnya dan ia mulai bertugas memimpin umat pada tahun 61 Hijriah. Jadi, setelah ayahnya gugur syahid di Karbala, Imam Sajjad as secara praktis memainkan peran penting dan menentukan. Ia hidup selama 34 tahun setelah peristiwa itu dan memikul tugas sebagai pemimpin umat Islam. Selama periode ini, Imam Sajjad as aktif memerangi kezaliman dan kebodohan dengan berbagai cara.

Imam Sajjad as adalah sosok yang paling mirip dengan kakeknya, Ali bin Abi Thalib, dan dalam perkara ibadah, ia juga sama seperti kakeknya, membaca takbir 70 kali setiap malam dan sangat tekun membaca al-Quran.

Imam Sajjad as selalu berbagi makanan dengan orang-orang fakir miskin dan anak yatim. Kantong kulit yang penuh air selalu berada di pundaknya dan air itu ia didistribusikan ke rumah-rumah anak yatim dan orang miskin. Ia mengatur kebutuhan air dan roti untuk hampir 300 keluarga yang tidak mampu. Para penerima bantuan ini bahkan tidak mengetahui siapa sosok penyedia makanan untuk mereka.

Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as melewati hari-harinya dengan berpuasa dan memakan roti yang keras ketika berbuka. Doa dan zikir-zikir yang ia panjatkan mengandung banyak pelajaran dan nilai-nilai akhlak, dan nilai-nilai ini ia ajarkan kepada masyarakat di sepanjang hidupnya.

Mengenai ketakwaannya, Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Ali bin Husein tidak pernah makan satu suap pun dari barang haram selama hidupnya dan tidak pernah melangkah satu langkah pun ke arah perkara haram, tidak pernah berkata selain kebenaran walaupun satu kata dan tidak pernah melakukan sebuah pekerjaan untuk selain Allah Swt.”

Salah satu tugas utama seorang imam adalah menyampaikan pesan Ilahi dan ajaran murni agama kepada masyarakat. Imam Sajjad as mengemban tanggung jawab yang sama seperti yang dipikul oleh kakeknya, Amirul Mukminin as. Pada dasarnya, misi dan tugas para imam adalah sama secara prinsip, tetapi kondisi, tuntutan zaman, dan kebutuhan masyarakat selalu berbeda di setiap masa.

Perbedaan kondisi dan tuntutan ini tentu saja menuntut perubahan metode dan cara dalam menunaikan misi imamah. Sebagai contoh, Imam Ali as fokus memerangi kezaliman dan penyimpangan serta memberi pencerahan kepada umat tentang posisinya sebagai khalifah yang sah. Beliau membimbing masyarakat ke arah sistem akidah, politik, dan moral berdasarkan ajaran Islam murni. Misi yang sama juga dipikul oleh Imam Hasan dan Imam Husein as.