Diskursus Kosmologi Islam: al-Farabi dan Ibn Sina

Kosmologi berasal dari bahasa Inggris yaitu, Cosmology yang terdiri dari dua kata yaitu, cosmos yang berarti alam semesta, keteraturan dan logos berarti ilmu. Secara bahasa, kosmologi adalah ilmu yang membahas tentang alam semesta baik asal mula maupun strukturnya. Kosmologi merupakan persoalan yang berhubungan dengan asal mula alam semesta, keberadaannya hingga kepunahannya. Beragam pendekatan digunakan untuk mengetahui persoalan alam semesta seperti fisika, astronomi hingga filsafat. Adapun pandangan atas alam semesta menjadi tafsiran atas alam semesta bahkan menjadi pedoman dan memengaruhi tindak tanduk dan sikap manusia terhadap alam baik dalam bentuk makro maupun mikro.

Persoalan tentang alam semesta ini sudah dibahas sejak zaman Yunani Kuno, bahkan filsuf pra-Sokrates dikenal dengan filsuf alam karena fokus dan core pembahasan mereka tentang alam semesta, mencari sebab munculnya alam semesta hingga mencari substansi dari alam semesta. Setidaknya ada beberapa filsuf alam yang dikenal dengan gagasannya tentang asal mula alam semesta yaitu, Thales, Anaximenes, Anaximandros, Herakleitus dan Parmenides. Ada yang berpendapat bahwa asal mula alam ini ialah, air, tanah, udara, api hingga apeiron.

Di era Yunani Kuno terdapat dua pandangan tentang alam semesta dari dua filsuf ternama pasca Sokrates yaitu, Plato dan Aristoteles. Pandangan keduanya adalah kepanjangan dari perdebatan pandangan antara Herakleitus dan Parmenides yang ingin mendamaikan antara yang tetap dan selalu berubah-ubah. Plato berpandangan bahwa alam semesta ini seperti kehidupan di gua dalam analogi guanya yaitu, bahwa alam semesta ini adalah bayangan dan bukan yang sebenarnya karena sifatnya yang selalu berubah-ubah dan tidak tetap, sementara itu alam idea adalah alam yang sebenarnya, alam yang bersifat tetap dan abadi. Sementara itu, Aristoteles berpandangan yang berbeda bahkan bertentangan dengan Plato. Ia berpandangan bahwa yang tetap dan yang abadi ada di alam ini yang disebutnya sebagai form (bentuk) dan matter (materi). Segala sesuatu di alam semesta ini pasti terdiri dari form dan matter. Selain form-matter, Aristoteles berpandangan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini terdiri dari substansi dan aksiden.

Dalam falsafah Islam, Tokoh awal yang memulai persentuhan dengan filsafat Yunani ialah, al-Farabî dan Ibn Sînâ yang dikenal dengan aliran Peripatetik karena corak berpikirnya sangat rasional mengikuti Aristoteles. Terkait dengan kosmologi, kedunya memiliki teori yang dikenal sebagai teori emanasi (faydl). Teori ini berupaya untuk bukan hanya sekedar menjelaskan sebab-akibat munculnya alam semesta ini, melainkan juga untuk menjawab pertanyaan bagaimana dari yang Esa muncul yang beragam.

Al-Farabi dan Ibn Sînâ sebagai filsuf Peripatetik memiliki konsep dasar emanasi yang sama dengan sedikit perbedaan. Tuhan atau yang disebut oleh Peripatetik sebagai wâjib al-wujûd merupakan sesuatu yang pertama ada. Baik al-Farabî maupun Ibn Sînâ menggambarkan Tuhan sebagai akal. Akal memikirkan dirinya, kemudian melahirkan akal pertama (al-‘aql al-wwal) di mana dari segi wujud dan sifatnya sangat dekat dengan Tuhan, tetapi dia bukan Tuhan itu sendiri. Sampai di sini belum terjadi keanekaan pada alam, tetapi ketika akal pertama terbentuk, maka potensi keanekaan pada selain Tuhan (yang disebut alam) sudah terbentuk. Karena akal pertama bukan saja berpikir tentang Tuhan tetapi juga berpikir tentang dirinya sendiri, berbeda dengan Tuhan yang objek berpikirnya hanya dirinya sendiri. Begitu seterusnya dari akal pertama, muncullah akal kedua, akal ketiga hingga akal ke sepuluh.

Berbeda sedikit dari al-Farabî, Ibn Sînâ menjelaskan segala sesuatunya lebih terperinci. Akal memikirkan dirinya, munculllah akal pertama. Akal pertama memikirkan Tuhan dan dirinya, muncullah tiga objek yaitu, akal kedua, jiwa (Malaikat) dan tubuh dari langit pertama. Seterusnya akal kedua melahirkan 3 objek yaitu, akal ketiga, jiwa langit pertama dan tubuh langit pertama, akal ketiga melahirkan akal keempat, jiwa langit kedua dan tubuh langit kedua (bintang-bintang tetap, zodiak). Akal keempat melahirkan akal kelima, jiwa langit ketiga dan tubuh langit ketiga, akal kelima melahirkan akal keenam, jiwa langit keempat dan tubuh langit keempat (Yupiter), akal keenam melahirkan akal ketujuh, jiwa langit kelima dan tubuh langit kelima (Mars), akal ketujuh melahirkan  akal kedelapan melahirkan akal kesembilan, jiwa langit ketujuh dan tubuh langit ketujuh (Venus), akal kesembilan melahirkan akal kesepuluh melahirkan alam dunia, jiwa langit kesembilan dan tubuh langit kesembilan (Bulan). Kekecualian terjadi pada akal kesepuluh karena ia tidak dapat lagi melahirkan akal kesebelas, tetapi justur dengan cara memberikan bentuk pada materi, menimbulkan alam fisik yang fana, dunia yang kita kenal, tempat munculnya batu-batuan, hewan dan manusia atau yang kadang disebut Dunia Bawah Bulan.

Skema Emanasi al-Farâbî

Akal Pertama

Akal Kedua

Akal Ketiga

Akal Keempat

Akal Kelima

Akal Keenam

Akal Ketujuh

Akal kedelapan

Akal Kesembilan

Akal kesepuluh
Teori Emanasi Ibn Sînâ

Akal

Akal Pertama

Akal Kedua, Jiwa (Malaikat) utama, tubuh dari langit pertama

Akal ketiga, jiwa langit pertama, tubuh langit pertama

Akal keempat, jiwa langit kedua, tubuh langit kedua (bintang, zodiak)

Akal kelima, jiwa langit ketiga, tubuh langit ketiga

Akal keenam, jiwa langit keempat, tubuh langit keempat (Yupiter)

Akal ketujuh, jiwa langit kelima, tubuh langit kelima (Mars)

Akal kedepalan, jiwa langit keenam, tubuh langit keenam (Matahari)

Akal kesembilan, jiwa langit ketujuh, tubuh langit ketujuh (Venus)

Akal kesepuluh, jiwa langit kedelapan, tubuh langit kedelapan (Merkuri)

Alam dunia, jiwa langit kesembilan dan tubuh langit kesembilan (bulan)