Baqir Sadr dan Karya Filsafatnya

Pendahuluan

Adalah seorang Mujtahid bernama Muhammad Baqir As-Sayyid Haidar bin Isma’il As-Sadr, seorang Ulama, Intelektual dan aktivis politik yang sangat jenius di abad ini. Lahir di Kazimain, Baghdad, Irak pada tahun 1350 H/ 1931 M.

Nasib menempanya menjadi manusia tangguh. Pada usia empat tahun, beliau harus menjadi yatim karena ditinggal ayahnya menghadap Tuhan yang memiliki kehidupan, kemudian menjadi piatu dengan wafatnya sang Ibunda menyusul ayahnya, setelah itu kakak beliau Isma’il—yang juga merupakan seorang mujtahid di Irak—juga turut meninggalkan beliau.

Sejak kecil beliau telah menunjukkan tanda-tanda kejeniusan, pada usia sepuluh tahun, beliau sudah memberi ceramah tentang sejarah Islam, dan kultur budaya. Tak hanya itu, beliau juga sudah bisa menangkap isu-isu teologis yang sulit, tanpa bantuan seorang guru. Yang menarik lagi pada usia sebelas tahun beliau mengambil studi logika dan menyusun suatu buku yang mengkritik para filosof. Umur 11 tahun sudah mengarang buku logika!!! Tinggal anda bayangkan.

Tak berhenti di situ, pada usia tiga belas tahun kakaknya memberinya pendalaman ilmu Ushul Ilm al-Fiqh (asas-asas ilmu hukum Islam) dan di usia enam belas tahun beliau pergi merantau untuk menuntut berbagai disiplin ilmu ke Najaf. Empat tahun kemudian beliau menyusun sebuah buku bertajuk “Ghoyat Al-Fikr Fi-Al Ushul (pemikiran puncak dalam ushul)” berlanjut pada usia dua puluh lima tahun beliau mengajar Baths Khorij (tahap akhir Ushul)—pada saat itu usia beliau lebih muda dari kebanyakan muridnya—dan pada usia tiga puluh tahun beliau sudah menjadi seorang mujtahid. Itu berarti di usia 30 tahun, beliau udah dipercaya mengeluarkan fatwa.

Dalam dunia politik, beliau menjadi bapak dari Hizb Da’wah Al-Islamiyah sebuah partai politik yang bernuansakan Islam. Sikap beliau mengakibatkan beliau harus keluar masuk tahanan dan dipindahkan dari satu kota ke kota lainya karena dituding keyakinan politiknya mengakibatkan gejolak dengan banyak ditentangnya rezim politik saat itu oleh masyarakat. Bahkan adik perempuanya turut berjuang dengan menentang terhadap penahanan seorang marja’. Pada tanggal 5 April 1980 beliau ditahan kembali bersama saudara perempuanya Bint al-Huda dan tiga hari kemudian dieksekusi di Baghdad. Jasad beliau dibawa ke najaf dan dimakamkan di sana.

Falsafatuna adalah karya monumental yang pernah dilahirkannya. Memuat deskripsi, analisa dan kritik filosofis dengan model abtraksi yang cukup intensif. Menggelayuti seragam persoalan dasar filsafat (Tuhan, Metafisika, Materi) yang turut menjadi problem fundamental dalam filsafat Barat. Dikulitinya dasar-dasar Filsafat Barat sehingga terlihat sejumlah kejanggalan, kerancuan, bahkan klaim rasionalitas yang selama ini digambarkan dalam sejumlah literatur justru hadir dalam wajahnya yang dogmatis.

Berbeda dengan buku umumnya, yang biasanya memuat bab-bab awal seperti sejarah filsafat, latar belakang, pembagiannya, definisinya, hubungannya dengan disiplin ilmu lainnya. Dalam buku ini Baqir Sadr langsung memulai dengan satu tema dasar dalam seluruh perdebatan filosofis yakni teori pengetahuan, dengan pertanyaan mendasar “apakah sumber utama pengetahuan?” Dan bab-bab berikutnya seperti dikatakan di atas, penuh dialektika, analisa yang cukup abstraktif hingga membutuhkan level imajinasi dan inteleteksi yang cukup matang untuk membacanya. Sehingga memang buku ini tak banyak melampirkan sejarah perkembangan filsafat tapi berfokus pada analisa konten pemikiran filsafat.

Misi Falsafatuna: Kritik, Rekonstruksi dan Obyektivikasi

Beberapa misi pembahasan yang tampak dalam buku ini:

1. Baqir Sadr hendak melakukan redefinisi mengenai apa sesungguhnya yang kita maksud dengan “Materi”. Selama ini dengan perkembangan filsafat materialisme Barat, yang mengukuhkan dimensi material sebagai substansi utama (hakikat) realitas sebagaimana banyak diintrodusir oleh sistem filsafat empiris maupun Marxisme dengan Materialisme dialiketika-historisnya, banyak berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat dunia dalam melihat dimensi keyakinan-keyakinan metafisik-teologis dengan anggapan ilusi bahkan satu kegilaan mental.
    
2. Namun selama ini pula keyakinan metafisik-teologis tersebut dikukuhkan hanya dengan slogan-slogan loyalistik yang cenderung anti-rasionalitas sehingga hadir dengan wajah dogmatik dan tak jarang ekslusif dengan sikap antagonistik terhadap dinamika pemikiran. Sehingga dua ketegangan yang sangat ekstrim tersebut, materialisme dengan peneguhan hakikat materi sebagai yang fundamental pada realitas dan juga keyakinan intuitif-dogmatik yang menghindari upaya rasionalisasi perlu didudukkan dan ditemukan persoalannya. Dan Baqir Sadr justru memulai kerja pengetahuan filosofisnya dengan bangunan ilmiah-logis-filosofis atas materi.
    
3. Perspektif tentang materi yang direkonstruksi oleh Baqir Sadr menujukkan bahwa adanya hubungan yang solid antara yang material dan yang non-material pada sisi ontologis. Dan hubungan yang solid pula antara dimensi proposisi ilmiah saintifik dengan proposisi logis-filosofis pada level epistemologis.
    
4. Sebagai implikasi logis dari upayanya mengungkap sisi realisme sistem metafisika Islam, dan rancunya akar pemahaman dialektis-historis atas materi, maka ujung persoalan yang hendak dijawabnya dan menjadi inti pembahasan adalah “Obyektivikasi Tuhan”, yakni dalam pengertian bahwa suatu penegasan filosofis-ilmiah bahwa Tuhan adalah realitas obyektif yang hakikatnya berada di luar konstruksi pikiran, keyakinan-intuitifnya manusia.
    
5. Dengan penegasan demikian, maka Pandangan Dunia Islam dengan nalar filsafat yang dikembangkannya meletakkan Tuhan dan Alam dalam hubungan yang solid, antitesa materialisme dialektis sekaligus kritik atas metafisika intuitif. Pandangan Dunia Islam adalah pandangan yang rasional (logis-filosofis) dan berpijak pada kenyataan (ilmiah/realis).

Namun, beberapa poin di atas masihlah sebuah klaim, sehingga perlu pembuktian dengan sebuah analisa yang komprehensif dan intensif atas buku ini. Maka beberapa waktu ke depan, InsyaAllah kita akan mengkaji buku ini secara secara tematik sesuai dengan alur pembahasan dalam buku. Karena buku ini disusun dengan sangat sistematik sehingga mesti dibahas berdasar alur pembahasannya pula.

Sebagaimana tertera, Falsafatuna merupakan level berpikir teoritis yakni upaya sungguh-sungguh dan mendalam untuk menyingkap hakikat realitas melalui akal-pengetahuan, kerja pengetahuan pada level ini akan menghasilkan satu pandangan dunia (worldview). Kebutuhan ini terasa begitu mendesak terutama saat ini dimana sedang terjadi globalisasi hampir di setiap lini kehidupan masyarakat.