Keteladanan Akhlak Imam Ridha as(2)

Berbicara tentang pengalaman spiritualnya berziarah ke makam Imam Ridha, Profesor Rashid menuturkan, "Makam Imam Ridha as adalah darussyifa' di mana engkau bisa datang dengan hati yang polos dan berkeluh kesah dengan Imam. Engkau bisa menangis tanpa perlu malu sama sekali, semua orang menangis dan tangisan ini karena rasa cinta. Setelah berziarah, orang merasakan kondisinya membaik, berbeda dengan para psikiater di mana engkau datang menemuinya dengan seribu dolar dan ketika pulang, rasa frustasimu bertambah besar, karena engkau telah kehilangan seribu dolar dan tidak memperoleh hasil apapun."

Sikap ramah Imam Ridha as di masa hidupnya tidak hanya untuk kaum Muslim, tetapi orang-orang non-Muslim juga menikmati kasih sayang dan cinta beliau. Pesona cinta Imam Ridha akan menarik semua hati dan membangunkan fitrah manusia.

Akhlak, perilaku, kasih sayang, kerendahan hati (tawadhu'), dan keramahan yang dimiliki Imam Ridha as membuat masyarakat sangat tertarik kepadanya. Dalam pandangan Imam Ridha, tawadhu' berarti berbuat baik kepada masyarakat. Saat ia ditanya tentang batas kerendahan hati, Imam Ridha as menjawab, "Hendaknya engkau memberikan dari dirimu sendiri kepada orang lain apa yang engkau suka untuk diberikan kepadamu oleh mereka."

Dalam sebuah pesan kepada Muhamamd bin Sinan, salah satu sahabat ayahnya, Imam Ridha menulis, "Tawadhu' memiliki beberapa derajat antaranya seseorang harus mengetahui kapasitasnya dan secara tulus menempatkan itu pada posisinya, perlakukan orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan seperti itu, jika seseorang berbuat buruk kepadamu, balaslah ia dengan kebaikan, kendalikanlah amarahmu, mintalah maaf kepada masyarakat, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik."

Di samping sifat kasih sayang dan kerendahan hati, Imam Ridha as juga memiliki kedudukan ilmu yang tinggi. Di masa itu, kegiatan ilmiah, acara diskusi, penulisan dan penerjemahan buku-buku berkembang dengan pesat di tengah masyarakat. Berbagai faham dan aliran pemikiran dan filsafat muncul pada masa itu.

Ruang kuliah dipenuhi oleh para guru dan siswa untuk mengajar dan menimba berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bersamaan dengan perkembangan ilmiah dan budaya, gelombang pemikiran yang menyimpang juga bermunculan dan ibarat jamur beracun yang tumbuh di taman ilmu dan makrifat.

Di masa genting itu, Imam Ridha as menjadi tempat rujukan para pemikir dan ilmuwan. Ia melakukan diskusi dan perdebatan dengan para ulama dari berbagai mazhab dan aliran pemikiran untuk mengungkap kebenaran. Imam Ridha menunjukkan kesalahan aliran-aliran pemikiran sesat dan memberikan dukungan kepada para fuqaha. Ia menjelaskan dan membuktikan kebenaran hukum syariat dan landasan akidah dengan metode yang indah.

Di tengah meningkatnya popularitas Imam Ridha as, penguasa Dinasti Abbasiyah, Ma'mun Abbasi mengadakan acara diskusi dan mengundang para ulama untuk berdebat dengan Imam.

Ma'mun berniat mempermalukan Imam Ridha sehingga popularitasnya menurun. Tetapi ia selalu unggul dalam menjawab setiap pertanyaan dan membuat para ulama takjub kepadanya.

Penguasa Abbasiyah setelah menanyakan beberapa pertanyaan kepada Imam Ridha as, berkata, "Demi Allah, ilmu yang benar tidak akan ditemukan kecuali di dekat Ahlul Bait Nabi. Sungguh engkau telah mewarisi ilmu para kakekmu dan semua ilmu mereka ada bersamamu."