Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Kepeloporan Islam Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

1 Pendapat 05.0 / 5

Gustav le Bon adalah fisikawan, filsuf, sosiolog, sekaligus pendeta. Ia seorang orientalis Perancis yang menulis buku terkenal berjudul peradaban Islam dan Arab. Buku itu telah dicetak ulang beberapa kali. Siapapun yang ingin mengetahui perbedaan kebijakan Islam terhadap ras lain dengan kebijakan arogansi Global yang kini mendominasi dunia, silahkan membaca buku ini.

Dalam buku itu, ia menulis, “Ketika kaum Muslim menjadi pelopor ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia serta memegang obor peradaban, situasi kita di Eropa sedemikian rupa sehingga bentuk terburuk barbarisme menguasai kita. Ketika perpustakaan-perpustakaan dan sekolah-sekolah tinggi Muslim di Spanyol menerima pelajar dari seluruh dunia, pusat-pusat ilmu kita di jantung Eropa berada dalam benteng-benteng di mana lagu-lagu buatan sendiri dan pelbagai omong kosong dari para pendeta kita diajarkan. Ketika salah seorang pendeta besar kita yang telah mempelajari sejumlah pengetahuan tertentu ingin mengajar di Eropa, orang-orang Kristen yang penuh prasangka mengatakan bahwa setan telah menguasainya dan ia dicemooh telah menyelewengkan rakyat dari jalan Tuhan. Mereka berkampanye menentangnya.”

Le Bon kemudian mengatakan, selama pemerintahan penguasa kedua di Andalusia, ketika suatu perpustakaan Islam di Andalusia diisi 600 ribu buku, namun tak satu pun perpustakaan dijumpai di seluruh pelosok Eropa. Dan ketika kita menyiapkan pendirian perpustakaan 400 tahun kemudian, Charles dari Perancis yang bijaksana hanya berhasil mengumpulkan 900 jilid buku dari seluruh Eropa untuk membuat sebuah perpustakaan di Paris dan menyimpannya di sana. Inilah situasi Eropa dan Islam pada abad ke-10 dan 11. Ketika kita berbicara tentang ekspor revolusi, hal ini bukanlah inovasi.

Gustav le Bon mengatakan, penghargaan yang diberikan kaum Muslim terhadap pencarian dan perolehan pengetahuan sangat mempesona. Tidak ditemukan satu kelompok masyarakat pun yang melebihi mereka, di kota-kota yang mereka taklukkan segera didirikan institusi-institusi dan masjid-masjid. Mereka membangun masjid untuk mengubah ide-ide dan moralitas masyarakat. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman penduduk, mereka membangun sekolah. Coba sekarang bandingkan tindakan kaum muslimin dengan perilaku orang-orang Eropa dan Amerika yang disebut beradab, yang mengklaim dirinya sebagai pelopor peradaban, pada praktiknya adalah perbudakan dan barbarisme yang dapat kita saksikan di seluruh dunia. Kelaparan di Afrika, penderitaan Amerika Latin, kesulitan dipaksakan atas dunia ketiga disebabkan oleh semangat perlawanan terhadap ilmu pengajaran dan pendidikan yang diasumsikan oleh arogansi global di luar Eropa.

Semua orang mengakui bahwa selama sekitar 600 tahun, universitas di Eropa hanya dapat berjalan dengan bantuan buku-buku yang diambil dari kaum Muslim dan bangsa Arab. Penerjemahan kitab-kitab Ibnu Sina, Abu Raihan, Ibnu Rusyd, dan para filosof Iran lainnya telah menjadi bagian kurikulum universitas-universitas papan atas Eropa hingga kini. Ini pengakuan orang-orang Eropa sendiri. Inilah semangat Islam dan pendekatan Islam terhadap mereka. Dan itulah pendekatan mereka terhadap rakyat bangsa-bangsa lain. Bahkan dalam rangka perang salib, ketika mereka nyaris menaklukkan Palestina dan Timur Tengah, mereka memboyong capaian-capaian ilmiah kaum Muslim. Inilah peran dunia Islam dalam menyebarluaskan kebudayaan, seni, pengetahuan, serta teknik-teknik di samping bidang-bidang pengajaran kepada bangsa Eropa.

Setiap orang dapat membaca buku The Heritage of Islam yang dibagi ke dalam 13 bab terpisah, yang ditulis 13 orientalis untuk melihat bahwa mereka mengambil basis dan akar berbagai bidang pengetahuan dari kaum Muslim. Ini mencapai puncaknya pada masa sekarang. Tentu saja tidak seluruh bidang pengetahuan merupakan inovasi kaum Muslim. Sebagiannya juga diambil dari peradaban kuno lainnya yang dihidupkan kembali. Ketika Islam tersebar di wilayah ini dan menjadi dominan di Iran, banyak sarjana yang lari dari Yunani dan Roma lalu tinggal di pengasingan di Iran untuk mencari perlindungan di bawah panji-panji Islam dan membantu penyebaran Islam di bawah suaka Islam.

Hanya sekitar 100 tahun berlalu sejak kedatangan Islam, fikih yang merupakan bentuk pengetahuan paling utama saat itu dan fukaha yang terkemuka adalah non-Arab/mawali, yang berarti orang-orang yang berasal dari ras-ras lain yang telah belajar dan mencapai status ini, begitulah pendekatan Islam.

Pengetahuan dan ilmu akan berkembang dalam lingkungan yang bebas. Ada bakat besar di kalangan orang-orang yang tersisih jika gerbang ilmu pengetahuan terbuka bagi mereka. Penindasan terburuk dilakukan arogansi global atas kemanusiaan; bahwa mereka berusaha menghalangi wilayah-wilayah peka itu dari kemajuan ilmu. Ketika mengkaji industri atom, seseorang menyadari bahwa dalam membuat air berat dan uranium, terdapat ‘titik buta’ yang kuncinya berada di Washington, Perancis, Moskow, dan sebagainya