Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Hari Raya Qurban; Hari Ketaatan Hamba Mukmin(1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Hari raya Qurban kembali mengingatkan kisah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Keduanya simbol kepatuhan total terhadap perintah Tuhan. Tradisi kurban di hari Raya Idul Adha mengingatkan perilaku Nabi Ibrahim yang dengan patuh menjadikan orang yang paling disayanginya sebagai kurban untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Sementara Allah Swt yang menyaksikan kepatuhan dan penghambaan Ibrahim, mengirim domba sebagai ganti Ismail.

Hari-hari besar Islam seperti Hari Raya Idul Fitri, Mab’ats, Ghadir dan Idul Adha (Kurban) selain menorehkan momen penting di kehidupan manusia, juga merupakan poin konstruktif, strategis dan memiliki banyak pelajaran bagi manusia. Hari raya adalah hari ketika nikmat Allah Swt turun kepada orang-orang mukmin. Di literatur Islam, hari ketika manusia tidak berbuat dosa juga di sebut sebagai hari raya.

Ied berarti kembali dan Qurban artinya berkurban atau segala sesuatu yang mendekatkan diri kepada Tuhan. Oleh karena itu, Idul Adha dapat diartikan kembalinya manusia ke derajat mendekatkan diri kepada Tuhan. Maqam ini diraih melalui perlawanan terhadap hawa nafsu dan dibarengi dengan penyucian diri serta memanfaatkan peluang yang ada.

Para peziarah Baitullah (jamaah haji) yang setelah mencicipi beragam kepahitan serta menghindari kekotoran duniawi sampai pada persinggahan terakhir dan mereka yang menganggap hari tersebut sebagai hari khusus, juga merayakan hari raya Qurban.

Secara bahasa, Qurban berasal dari bahasa Arab, Qurb yang artinya dekat. Hal ini  menjelaskan bahwa dalam setiap berkurban, mendekatkan diri kepada Allah Swt atau kekuatan mutlak, selalu menjadi tujuan. Berkurban sudah ada sejak zaman Nabi Adam as, dan perselisihan antara Habil dan Qabil juga dipicu oleh berkurban ini. Allah Swt menerima kurban Habil yang dilakukan dengan kejujuran dan keikhlasan, namun menolak kurban dari Qabil.

Berkurban hewan adalah simbol dari berkurban dan menyembelih sisi kebinatangan manusia. Hal itu mengajarkan kepada kita bahwa untuk mencapai kesempurnaan kemanusiaan, kita tidak boleh membiarkan nafsu hewani kita tumbuh dan muncul.

Di hari raya Qurban, umat muslim mengenang kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Dengan mengenang pengorbanan besar dua nabi ini, umat Islam kembali memerangi egoisme dan jihad akbar melawan hawa nafsunya sehingga meraih kemenangan besar.

Nabi Ibrahim as pada kisah ini memberi contoh kepada kita, untuk bisa hadir di hadapan Tuhan, kita harus mensucikan diri dari segala kekotoran batin dan membersihkan cermin diri dari kekotoran akibat dosa sehingga cahaya hakikat bisa terpancar.

Untuk mendengar suara kebenaran, kita harus memerangi kesombongan diri dan keinginan nafsu sehingga kita layak hadir di hadapan-Nya. Idul Adha adalah kesempatan yang baik untuk melakukan jihad ini. Namun setiap orang harus bisa memahami apa batas kebergantungan dan kecintaan pada dunia itu.

Semakin dekat seorang manusia kepada Allah Swt, maka kasih sayangnya kepada sesama pun akan semakin besar. Penghambaan kepada Tuhan melahirkan cinta dan kasih sayang kepada makhluk-Nya. Di bawah penghambaan Tuhan inilah manusia menjalankan kehidupan yang bersih dan suci.