Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Imam Jawad Cahaya Kedermawanan

0 Pendapat 00.0 / 5

Di akhir bulan Dzul Qa'dah kita memperingati hari syahadah Imam Muhammad Jawad, anak Imam Ridha as. Di hari ini tahun 220 Hijrah Imam Jawad as berpulang ke haribaan Allah swt dan dunia Islam meratapi dalam-dalam kepergian pemimpin besarnya. Ahlul Bait Nabi Muhammad saw bertindak sebagai pengasas perubahan pemikiran, budaya dan sosial umat Islam dalam menyukseskan risalah besar dan ilahi. Bila kita membahas sejarah kehidupan Ahlul Bait, dengan mudah peran besar dan bernilai mereka dalam melindungi prinsip-prinsip agama dapat kita pahami.

Ahlul Bait Nabi Muhammad saw dalam kehidupan mereka terkenal tegar menghadapi kezaliman. Dengan usaha keras dan jihad yang dilakukan mereka mampu melindungi substansi Islam agar agama besar ini tetap hidup untuk selamanya. Imam Jawad as termasuk Ahlul Bait Nabi Muhammad saw yang selama 17 tahun mengemban tanggung jawab sebagai imam dan penuntun umat Islam. Selama itu pula beliau senantiasa berusaha menyebarkan Islam dan memperkaya khazanah pemikiran Islam. Kini kita tepat berada di hari syahadah beliau dan sudah tepat bila kita mengkaji sekilas kehidupan Imam Jawad as.

Imam Jawad as dalam salah satu ucapannya mengatakan, "Bila manusia memiliki tiga ciri khas ini, ia bakal mencapai makam kerelaan Allah; pertama banyak meminta ampunan kepada Allah, kedua bersikap lemah lembut dengan masyarakat dan ketiga banyak memberikan sedekah." Imam Jawad as menilai melayani dan membantu masyarakat akan menurunkan rahmat ilahi. Bila seseorang menyepelekan masalah ini, kemungkinan ia akan kehilangan nikmat ilahi. Sekaitan dengan hal ini beliau berkata, "Saat nikmat ilahi banyak diturunkan kepada seseorang, itu berarti semakin banyak masyarakat yang membutuhkannya. Bila orang tersebut tidak berusaha memenuhi kebutuhan orang lain, niscaya nikmat ilahi berada dalam kondisi bahaya dan bakal musnah."

Imam Jawad as adalah anak Imam Ridha sa. Beliau lahir di kota Madinah tahun 195 Hijrah. Umur Imam Jawad as terhitung pendek dan syahid pada usia 25 tahun. Namun dalam masa yang singkat ini beliau sangat berperan dalam meningkatkan pemikiran masyarakat waktu itu. Imam Jawad as pada usia 8 tahun diangkat sebagai imam umat. Dengan alasan usianya yang masih muda ini membuat sebagian orang meragukannya, sementara sebagian lainnya malah semakin takjub.

Alasan keraguan sebagian orang ini kembali pada cara berpikir materialis dalam mengamati fenomena alam. Padahal Allah Yang Maha Bijaksana punya kemampuan untuk mengembangkan akal seseorang sekalipun masih dalam usia yang muda. Hal ini sesuai dengan apa yang dinukilkan Al-Quran mengenai umat-umat terdahulu. Kenabian Nabi Yahya as terjadi saat beliau masih kecil dan Nabi Isa as yang berbicara saat masih bayi merupakan contoh dari mukjizat ilahi.

Imam Jawad as sejak kecil hingga menginjak usia remaja telah dikenal akan keilmuan, kefasihan, kesabaran dan ketakwaan. Beliau memiliki kecerdasan dan cara penyampaian yang lugas. Meskipun usianya masih muda belia, tapi dari sisi keilmuan dan keutamaan beliau telah disejajarkan dengan tokoh-tokoh masa itu. Dalam sejarah disebutkan, saat musim haji sekitar 80 orang ahli fikih dari Baghdad dan kota-kota lain menuju Madinah untuk bertemu dengan Imam Jawad as. Mereka mencecar Imam dengan pelbagai pertanyaan ilmiah, namun Imam Jawad as dengan tenang dan mantap menjawab semua yang ditanyakan. Kejadian ini memupuskan segala keraguan yang selama ini menggelayut benak mereka.

Imam Jawad as juga terkadang hadir dalam dialog dengan para ilmuan yang terkadang sangat menantang. Dialog-dialog itu semakin membuktikan kemampuan ilmu dan keutamaannya. Argumentasi kokoh Imam Jawad as dalam pembahasan-pembahasan itu mampu menyingkap pelbagai rahasia masalah-masalah yang rumit. Oleh karenanya para ilmuan, bahkan mereka yang menentang beliau tidak mampu mengingkari derajat keilmuan dan ketakwaannya.

Suatu hari Makmun, Khalifah Bani Abbasiah mengadakan satu pertemuan dengan tujuan menguji keilmuan Imam Jawad as dalam satu dialog ilmiah yang dihadiri para ilmuan. Dalam pertemuan itu hadir Yahya bin Aktsam, ilmuan terkenal masa itu. Saat diberi kesempatan ia bertanya, "Ada seorang yang berihram untuk melakukan manasik haji. Apa hukumnya bila ia berburu seekor hewan?" Imam Jawad as tidak langsung menjawab tapi berbalik menanyainya guna memperjelas pertanyaannya dan ternyata dari satu pertanyaan asli itu beliau berhasil membaginya menjadi 22 pertanyaan cabang yang punya hubungan dengan pertanyaan asli. Jawaban untuk setiap pertanyaan ini pun berbeda-beda. Cara menjawab atas pertanyaan ini membuktikan penguasaan yang luar biasa Imam Jawad as atas ilmu agama. Akhirnya para ilmuan-ilmuan yang hadir dalam pertemuan tersebut mengakui kehebatan ilmu Imam Jawad as.

Selama 17 tahun menjadi Imam, dari tahun 203 hingga 220 Hijrah Imam Jawad as menyaksikan kekuasaan dua khalifah Abbasiah; Makmun dan Muktasim. Kedua penguasa Bani Abbasiah ini tidak konsekwen mengamalkan perintah-perintah ilahi dan hanya menunjukkan tampak lahiriah yang islami. Terkadang kedua khalifah ini malah menafsirkan hukum-hukum Islam demi kepentingan mereka. Menyaksikan perilaku mereka ini Imam Jawad as tidak berdiam diri. Aksi penentangan Imam Jawad as direaksi luas oleh masyarakat. Menyaksikan sikap Imam Jawad as, kedua khalifah ini mulai memperluas gangguannya kepada beliau dan menerapkan batasan lebih ketat.

Imam Jawad as dipaksa Makmun meninggalkan kota Madinah dan dipaksa tinggal di pusat kekusaan kekhalifahan Abbasiah di Baghdad. Sekalipun dalam kondisi sulit yang dihadapinya, beliau tetap mampu mempertahankan hubungannya dengan masyarakat. Beliau memilih untuk tetap melanjutkan perlawanan dengan cara yang berbeda dari sebelumnya. Imam Jawad as mengutus para pejabat ke seluruh daerah yang dikuasai pemerintahan Islam.

Para pejabat Imam Jawab as tersebar di banyak tempat seperti Basrah, Sistan, Ahvaz, Hamedan, Kufah, Qom dan Rey. Sementara sebagian lain dari para pembantu dan sahabat Imam Jawad as bekerja di lembaga-lembaga pemerintahan Bani Abbasiah, bahkan ada yang memiliki jabatan tinggi. Ali Bin Mahziyar Ahwazi termasuk sahabat setia Imam Jawad as yang bekerja di pemerintahan Bani Abbasiah. Ia banyak memberikan bantuan dan pelayanan demi membantu para pengikut Ahlul Bait yang disiksa dan ditekan oleh pemerintah.

Imam Jawad as tidak kenal lelah dalam menuntun pemikiran masyarakat. Beliau begitu merasa bertanggung jawab atas masa depan masyarakat dan apa yang bakal terjadi pada mereka. Ayah beliau Imam Ridha as menjelaskan kepadanya bagaimana berhubungan dengan masyarakat. Dijelaskan, "Laluilah jalan yang banyak dilalui orang agar dapat bertemu dengan mereka. Usahakan ada sejumlah uang di saku agar dapat segera membantu orang yang membutuhkan." Perilaku Imam Jawad as dengan masyarakat selalu disertai dengan sikap rendah hati dan lemah lembut. Beliau dikenal dengan sebutan Al-Jawad berkat kedermawanannya.

Dalam sejarah disebutkan, ada beberapa orang dari daerah lain yang ingin mendatangi Imam Jawad as, sembari membawa bermacam hadiah yang mahal. Namun di pertengahan jalan mereka dicegat oleh gerombolan perampok yang menjarah semua barang bawaan mereka. Orang yang bertanggung jawab membawa hadiah-hadiah tersebut kepada Imam Jawad as menuliskan surat kepada beliau dan menceritakan apa yang terjadi.

Setelah membaca surat itu dan mengetahui apa yang terjadi, Imam membalas suratnya. Dalam suratnya Imam menulis, "Sesungguhnya jiwa dan harta kita adalah pemberian dan amanat Allah. Bila kita dapat memanfaatkannya bakal menjadi modal kegembiraan. Apa yang mereka ambil itu harus membuat kita bersabar. Karena sikap ini bakal mendatangkan pahala. Setiap orang yang gelisah menghadapi masalahnya dan tidak sabar, pahalanya bakal hilang."

Dua tahun menjelang akhir kehidupan Imam Jawad as boleh dikata tahun-tahun paling berat bagi beliau. Ketika Muktasim, Khalifah Abbasiah berkuasa, ia begitu khawatir akan pengaruh spiritual dan kekuatan pemikiran Imam Jawad as. Oleh karena itu, ia berusaha keras menghalang-halangi aktivitas Imam Jawad as, sekaligus menugaskan bawahannya untuk selalu mengawasi beliau. Meskipun Khalifah Makmun dan Muktasim begitu ketat mengawasi Imam Jawad as, namun mereka tetap tidak mampu mengurangi cinta masyarakat kepada beliau. Saat Imam Jawad as berjalan di kota, walau hanya dalam waktu singkat, masyarakat begitu menampakkan cintanya dan langsung mengerumuni beliau. Lebih dari itu, mereka bahkan rela memanjat atap rumah hanya untuk melihat cucu Rasulullah saw ini.

Secara umum, gerakan pencerahan Imam Jawad as dan pengaruh ucapan beliau membuat rakyat tersadar dan kenyataan ini membuat kedengkian Muktasim semakin bertambah. Tidak ada jalan lain bagi Muktasim untuk menghalangi pengaruh Imam, kecuali dengan jalan menghabisinya. Imam Jawad as dalam usia muda, 25 tahun dibunuh oleh Muktasim. Di akhir acara ini patut kiranya merenungkan ucapan Imam Jawad as, "Mengenal agama adalah tangga menuju kemajuan demi meraih derajat yang tinggi."