Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Dialog Damai Islam dengan Ahlul Kitab

1 Pendapat 05.0 / 5

Satu hari kemudian, para pembesar Nasrani menyaksikan bahwa Rasulullah hanya ditemani oleh empat orang untuk bermubahalah. Rasul memegang tangan Sayidina Hasan sambil memangku Husein dan berjalan ke luar kota bersama Ali dan Fatimah as.

Ketika menyaksikan pemandangan itu, Uskup Agung Nasrani, Abu Haritsah bertanya kepada kaumnya, “Siapa mereka yang bersama Nabi Saw?” Kaumnya menjawab, "Yang di depan itu anak paman dan suami putrinya serta orang yang paling dicintai olehnya. Dua anak itu adalah putra-putranya dari putrinya dan wanita itu adalah Fatimah, putrinya yang paling dicintai."

Kaum Nasrani mulai menyadari bahwa Islam berada pada kebenaran dan mereka membatalkan mubahalah. Dalam ayat mubahalah, Imam Hasan dan Imam Husein disebut sebagai Abna’ana (anak-anak kami), kata Nisa’ana mengacu pada Sayidah Fatimah az-Zahra as, dan kata Anfusana merujuk pada Imam Ali as.

Sekelompok mufassir Ahlu Sunnah seperti, Zamakhsyari, Fakhrul Razi, dan Ibnu Atsir juga berbicara tentang peristiwa mubahalah dalam bukunya. Menurut catatan Zamakhsyari, Uskup Agung Najran, Abu Haritsah berkata, "Aku menyaksikan wajah-wajah yang jika mereka memohon kepada Tuhan untuk mengangkat sebuah gunung dari tempatnya, gunung tersebut akan terangkat. Jadi jangan bermubahalah. Jika kalian lakukan itu, kalian akan binasa dan tidak ada seorang Nasrani pun yang tersisa di bumi ini."

Zamakhsyari menyebut ayat mubahalah sebagai bukti terkuat atas keutamaan Ahlul Bait Nabi as dan saksi hidup atas kebenaran ajaran Islam.

Seorang mufassir besar Syiah, Allamah Sayid Muhammad Husein Tabatabaei mengatakan, “Mubahalah adalah salah satu mukjizat Islam yang tersisa. Setiap orang yang beriman, dapat melakukan mubahalah – dengan mengikuti Rasulullah Saw – dengan penentangnya untuk membuktikan kebenaran Islam dan memohon kepada Allah agar diturunkan siksa kepada pihak penentang (kebenaran).”

Kaum Yahudi dan Nasrani – yang disebut sebagai Ahlul Kitab oleh al-Quran – mengetahui tentang kebenaran Rasulullah Saw dan Ahlul Bait. Mereka menemukan nama Muhammad dalam kitab Taurat dan Injil serta mempelajari tentang Nabi akhir zaman dan kedatangan juru selamat. Namun, sebagian mereka menolak memeluk Islam setelah kedatangan Rasulullah.

Allah Swt menyinggung pembangkangan ini pada ayat 146 surat al-Baqarah dan menyebut mereka sebagai orang-orang yang menyembunyikan kebenaran. Allah berfirman, “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.”

Sejumlah ayat dalam al-Quran menyinggung tentang kabar gembira yang diberikan oleh Taurat dan Injil mengenai kedatangan Rasulullah, di mana orang-orang Yahudi dan Nasrani juga menantikan kedatangan ini, mereka bahkan mengenal sosok Muhammad seperti mengenal anak-anaknya sendiri.

Di ayat lain disebutkan bahwa Ahlul Kitab selain mengenal Rasulullah Saw, juga mengetahui tentang masyarakat yang akan dibentuk oleh Nabi akhir zaman di mana orang-orang yang bersamanya saling mengasihi.

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil…” (QS. Al-Fath, ayat 29)

Peristiwa mubahalah menunjukkan perilaku mulia dan rasional yang dibarengi dengan kelembutan dan kepalangan dada Rasulullah Saw dengan Ahlul Kitab. Rasulul tetap menawarkan dialog meskipun ia berada di puncak kekuatan politik dan militer pada waktu itu.

Rasul Saw memperlakukan orang-orang yang menentangnya dengan lembut dan terus berusaha membimbing mereka. Beliau membuktikan kebenaran Islam dengan argumentasi logis dan menyeru mereka pada kebenaran.