Malam Duka Hari 5

Selama sepuluh hari ini kita mengingat dan menyadarkan diri akan hari-hari Allah.Hari Asyura adalah salah satu di antara hari-hari Allah. Dengan mengingat hari-hari Allah, termasuk hari Asyura ini, terdapat tanda-tanda bagi yang sabar dan bersyukur.

Hari ini adalah hari yang sangat penting karena di dalamnya terdapat pelajaran yang bisa kita ambil untuk diamalkan di kehidupan sehari-hari. Maka kita harus sering-sering hadir dalam majlis-majlis semacam ini untuk menyadarkan diri masing-masing.

Dqlam pelajaran Asyura, banyak pelajaran yang bisa kita ambil sbg pelajaran bagi kita.

Saya akan kutip beberapa hal yang sangat tepat untuk diambil dari pelajaran yang disampaikan oleh Imam Ali Khamenei:

“Ketika Al Husain as datang ke Karbala, beliau tidak datang untuk kekuasaan.” Sebagian kalangan mengatakan bahwa gerakan Imam Husain adalah untuk merebut kekuasaan.

“Tidak pula untuk mati syahid.” Mati syahid bukanlah tujuan.

“Tujuan beliau bergerak menuju Karbala adalah untuk menjalankan taklif/ tugasnya.

Kalau kebetulan Yazid jatuh, ini adalah hal yang bagus, tetapi ia bukanlah sebuah tujuan.”

Imam Ali as pernah mengatakan bahwa kotoran binatang lebih baik dari kekuasaan yang kalian kejar, kecuali ia digunakan untuk menegakkan sebuah kebaikan.

“Kalau ujungnya adalah mati syahid, itu adalah sebuah nasib yang baik.”

Pesan beliau bahwa hidup kita harus memiliki tujuan. Ketika kita beriman dan yakin bahwa Allah adalah yang layak disembah, juga konsekuensi atas keimanan kita kepada Rasulullah dan Ahlulbaitnya, maka konsekuensinya kita harus berani melaksanakan kewajiban taklif kita di hadapan Allah swt.

Taklif adalah sesuatu kewajiban yang harus dilakukan dan yang harus ditinggalkan. Beragama, artinya melakukan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Bukan melakukan apa yang dia sukai, dan meninggalkan yang tidak ia sukai.

Setidaknya ada 3 takllif kita sebagai Mukmin, Muslim, dan Sebagai manusia:

1. Taklif terhadap Allah swt Rasul dan Ahlulbaitnya. Salat, puasa, zakat, haji, dsb. Kita wajib untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama.

Termasuk kewajiban untuk meninggalkan hal-hal yang dilarang: menipu, membunuh, dll.

2. Taklif kita terhadap diri sendiri.

Merawat tubuh kita, menjaga diri kita dari penyakit, menjaga kesehatan, termasuk  menjaga diri dari hal-hal yang membahayakan diri kita.

3. Taklif terhadap Makhluk Allah, termasuk terhadap manusia. Contohnya adalah taklif antara suami-istri, taklif guru-murid, taklif terhadap keluarga, taklif terhadap tetangga, dan taklif terhadap makhluk2 Allah yang lain.

Kita perlu tahu apa taklif kita?

Perlu pengetahuan/ makrifah. Perlu belajar. Lalu mengamalkan dan melaksanakan taklif itu sesuaikan dengan kemampuan.

Imam Husain ingin menegakkan amar makruf dan nahi mungkar.

Sebagai konsekuensi tawalli (berwilayah) kita kepada Imam Zaman, kita perlu tahu taklif kita.

Sama seperti para pengikut dari keluarga dan sahabat Imam Husain yang jumlahnya hanya sekitar 70 orang, bergabung membela Al-Husain atas dasar kesadaran akan taklif dia sebagai pengikut Imam Husain.

Para pemburu (yang memerangi) Imam Husain as adalah seorang Muslim, tetapi mereka beragama atas dasar suka tidak suka dan tidak berdasarkan taklifnya sebagai seorang Muslim.

Ketika Imam Hasan diracun oleh istrinya, karena tekanan dan iming-iming Muawiyah. Badannya membiru dan melemah, ia berbaring di pangkuan Imam Husain as. Al Husain menyaksikan abangnya yang tidak berdaya dan mmenangis iba, hingga air matanya jatuh ke wajah Imam Hasan as, hingga terbangun dan berkata “mengapa Engkau menangis?”. “Aku tidak tega melihatmu tidak berdaya”.

“Ingatkan engkau, ketika Rasulullah meninggal, ia berbaring di pangkuan Ayah kita. Ketika Ibu kita meninggal, ia juga terbaring di pangkuan ayah kita. Ketika Ayah kita meninggal, ia berada di pangkuanku. Namun ingatlah bahwa nanti ketika engkau meninggal nanti, tidak ada yang akan memangkumu, badanmu akan tercabik cabik, terinjak-injak kuda. Tidak ada hari seperti harimu.”