Mengenang Sayidah Ruqayyah Binti Husein as(1)

Suara tangisan dan rintihan Sayidah Ruqayyah yang baru berusia tiga tahun atas kehilangan ayahnya (Imam Husein as), membuat rombongan tawanan Karbala menangis tersedu-sedu di sebuah penjara kumuh di Syam.

Tangisan itu terjadi di tengah malam setelah ia melihat ayahnya dalam mimpi. Ia terbagung dari tidurnya dan bangkit mencari-cari sang ayah! Sayidah Ruqayyah merindukan belaian dan dekapan ayah. Ia adalah putri Imam Husein as dan cucu Sayidah Fatimah az-Zahra as.

Namun, orang-orang yang memberikan kesaksian atas kenabian kakeknya di setiap adzan, justru menaburkan garam di atas luka putri mungil ini, memisahkannya dari sang ayah, dan menawannya di penjara kumuh. Ruqayyah terus mencari-cari sang ayah dan menanti kepulangan pahlawan hidupnya, ia masih sangat belia untuk berpisah dengan sang ayah.

Para tawanan sangat gelisah atas tangisan putri kecil Imam Husein as sehingga hal ini didengar oleh Yazid bin Mu’awiyah. Dia memerintahkan pasukannya membawakan kepala suci Imam Husein as untuk ditunjukkan kepada putrinya agar tidak lagi mencari-cari sang ayah.

Pasukan Yazid memasuki penjara dengan membawa sebuah nampan yang ditutupi kain. Sebagian tawanan berpikir bahwa pasukan Yazid sedang membawakan makanan agar putri kecil itu terdiam, tapi ini bukan kebiasaan Yazid.

Nampan itu diletakkan di depan Sayidah Ruqayyah dan dibukakan kain penutupnya. Putri kecil ini sangat terkejut dan menjerit menyaksikan itu, ia mulai paham bahwa ayah tidak akan pernah kembali. Sayidah Ruqayyah mendekap kepala sang ayah dan menciumnya sembari berkata dengan logat anak-anak, “Wahai ayah! Siapa gerangan yang menodai jenggotmu dengan darah? Wahai ayah! Siapa yang telah memotong urat-urat lehermu? Wahai ayah! Siapa yang telah membuatku yatim sejak kecil? Wahai ayah! Kemanakah harapanku kulabuhkan setelah ketiadaanmu?”

Sayidah Ruqayyah terus menumpahkan isi hatinya, sementara para tawanan menangis mendengar itu. Suara gemetar Sayidah Ruqayyah tiba-tiba senyap, jiwa dan raga yang terluka itu jatuh ke atas tanah dan menghembuskan nafas terakhirnya. Yazid telah membungkam suara putri kecil Imam Husein as agar kekejamannya tidak terkuak, tetapi penjara yang kumuh itu dan makam kecil putri Imam Husein as menjadi saksi atas kejahatan Yazid untuk selamanya.

Di Karbala, laki-laki dan wanita, budak dan hamba merdeka, hitam dan putih, tua dan muda, remaja dan anak-anak, dan bahkan bayi dalam gendongan, semua ikut menuliskan sejarah dan menciptakan epos. Seakan Tuhan ingin menyempurnakan hujjah-Nya kepada penduduk bumi sehingga tidak seorang pun dapat beralasan bahwa ia tidak mengetahui kebenaran Imam Husein as.

Nama Sayidah Ruqayyah selalu menjadi kenangan pilu bagi umat Rasulullah Saw dan dari sisi lain mengingatkan mereka akan kekejaman Yazid dan para pengikutnya. Ruqayyah adalah simbol ketertindasan dan pengabaian kebenaran pasca wafat Rasulullah Saw. Kesyahidan Sayidah Ruqayyah di penjara kumuh merupakan bukti atas penyimpangan masyarakat Islam dari cita-cita luhur kemanusiaan Islam.

Penyimpangan dari ajaran nabi pembawa rahmat, di mana kecintaan kepada Ahlul Baitnya merupakan ganjaran atas risalahnya dan ia meminta umatnya untuk mengikuti Ahlul Bait as sebagai satu-satunya cara melestarikan jerih payah Rasulullah Saw sebagai nabi akhir zaman.