Arbain Huseini Tidak Mengenal Ras, Madzhab dan Agama

Perjalanan Arbain, tapak tilas para tawanan keluarga Nabi Muhammad saw tidak perlu bekal apapun kecuali cinta.

“Jika ingin melihat agama yang hidup, terus menerus bernafas, maka datanglah ke Karbala“. (Sayyid Mahdi Mudarrisi).

Adik-adik masih ingat kan tema Kids Corner sebelumnya tentang Arbain?

Arbain itu apa?

Benar, Arbain adalah hari ke 40 setelah syahadah Imam Husein as dan sahabat-sahabat setianya di padang tandus Karbala.

Kebanyakan orang berfikir bahwa ziarah Arbain hanya dilakukan oleh muslim Syiah saja. Apakah adik-adik sependapat dengan itu?

Coba kita simak: Pada umumnya, budaya ziarah tidak khusus punya muslim Syiah. Ahlu Sunnah juga meyakini hal serupa. Bahkan ziarah Rasul digandengkan dengan haji dan umroh. Itu menujukkan bahwa budaya ziarah yang ada pada kaum Muslimin bersifat umum. Jadi tradisi ziarah itu adalah milik semua.

Lalu bagaimana dengan ziarah Arbain Imam Husain as?

arbainZiarah Arbain bukan ritual ziarah biasa. Hanya dengan melihat kondisi para penziarah, orang yang melihat dan mendengarnya akan kehilangan kata-kata. Belum lagi ketika mengetahui bahwa dengan kondisi keamanan yang sangat buruk, justru semakin banyak orang yang termotivasi untuk datang, walau ancaman teroris menantangnya. Banyak video diposting secara online menunjukkan bagaimana seorang pembom bunuh diri meledakkan dirinya di tengah-tengah para penziarah. Namun serangan itu justru mengundang semakin banyak penziarah untuk datang. Mereka datang dan dengan lantang meneriakkan syair yang mengharukan:

Jika mereka memotong kaki dan tangan kami,

Kami akan tetap ke Karbala walaupun harus merangkak!

Ledakan bom yang mengerikan yang terjadi sepanjang tahun, telah merenggut banyak nyawa. Itulah gambaran  bahaya yang dihadapi oleh para penziarah saat ini.

Bukan hal yang mudah bagi orang luar untuk bisa memahami apa yang menginspirasi para penziarah tersebut. Adik-adik bisa melihat para wanita yang menggendong anak-anaknya, orang-orang tua yang didorong di atas kursi roda, orang-orang yang hanya bisa berjalan dengan bantuan tongkat penopang, atau orang buta yang berjalan dengan tongkatnya.

Kakak bertemu dengan seorang ayah yang telah melakukan perjalanan kaki dari Basrah dengan membawa anaknya yang berkebutuhan khusus. Anaknya berusia 12 tahun dan menderita cerebral palsy, tidak bisa berjalan tanpa bantuan. Jadi sepanjang perjalanan, sang ayah menggendong anaknya dan menahannya dengan tangannya. Inilah perjalanan penuh cinta.

Apakah adik-adik bisa bayangkan bagaimana perjalanan penuh cinta ini?

Ikut serta berjalan kaki, menapak tilas apa yang dilakukan oleh Ahlul Bait as sebagaimana yang telah dicontohkan oleh sahabat Nabi, Jabir Al-Anshori; sebuah usaha untuk bisa merasakan langsung penderitaan Ahlul Bait. Perjalanan ini adalah sebuah motivasi, inspirasi, dan kekuatan yang bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah, menggali nilai-nilai mulia yang dibawa Imam Husein as dan membumikan nilai-nilai tersebut.

Melihat kenyataan di luar, ternyata ritual Arbain tidak hanya diikuti oleh muslim Syiah, namun Ahlu Sunnah, bahkan orang-orang Kristen, Yazidi, Zoroaster dan Sabian, turut serta berjalan dan berziarah bahkan berpatisipasi dalam melayani penziarah di sepanjang jalan. Inilah yang menjadikan Arbain sebagai ritual agama yang sangat istimewa. Hal ini menunjukkan sebuah pesan penting yang luar biasa, yaitu semua orang yang hadir, terlepas dari warna kulit ataupun keyakinan, melihat Imam Husain as sebagai tokoh universal, tokoh kemerdekaan dan kasih sayang.

Kebangkitan Imam Husein as mengangkat nilai-nilai  universal, nilai-nilai yang tidak tersekat oleh ras, budaya, ajaran agama atau mazhab tertentu. Nilai yang  patut untuk digali dan dibumikan. Nilai keadilan, nilai pengorbanan dan  memperjuangkan kebenaran. Sehingga orang merasa bahwa itu memang nilai universal yang layak diraih.

Bagaimana meraihnya? Itu akan lebih terasa ketika ditelaah, diteladani, dilakukan, ditapak tilasi. Karena tentu akan lebih memberikan efek daripada sekadar membaca buku tanpa mengamalkannya.

Rasulullah saw diutus untuk semua manusia  sebagai “rahmat alam semesta”. Begitu pula para penerus beliau, yaitu imam-imam suci, juga milik seluruh umat manusia. Mungkin momen-momen tertentu semacam Asyura dan Arbain bisa menjadi sebuah magnet yang menarik mereka.

Jika momen ritual ibadah haji dijadikan simbol persatuan maka ritual ziarah Arbain juga demikian. Sehingga musuh Islam semakin ketakutan melihat kekuatan kita.

Kita harus menjadi orang yang terdepan untuk meneriakkan persatuan sebagaimana kita lihat para imam sepanjang hidup mereka, selalu mengedepankan persatuan. Mulai dari Imam Ali hingga Imam Mahdi as, mereka banyak memberikan pengorbanan, bahkan tidak jarang mempertaruhkan nyawa demi menegakkan persatuan umat Muhammad saw.