Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

BERTAKWALAH SEMAMPUMU!

1 Pendapat 05.0 / 5

Seseorang melontarkan pertanyaan penting sebagai berikut:

Bagaimana membangun sistem nilai ketuhanan dalam diri dengan standar sederhana (awam) tanpa teori-teori filsafat agar bisa diinstal sebagai pengarah pikiran, perasaan dan perbuatan?

Mungkin deskripsi logika sederhananya sebagai berikut:

Bila menganggap materi sebagai realitas semata, maka menganggap kehidupan di alam materi ini sebagai satu-satunya kehidupan.

Bila menganggap kehidupan material sebagai satu-satunya kehidupan, tak mempercayai apapun yang tak material, termasuk Tuhan, ajaranNya dan kehidupan immaterial setelah kehidupan material.

Bila tak percaya kehidupan immaterial, akan berusaha mempertahankan kehidupan material dengan segala cara. Semua yang terjangkau, diambilnya demi memastikah hidup.

Ketika usahanya untuk hidup tanpa batas gagal, dia mulai sadar bahwa kesempatannya untuk mempertahankan hidup makin sedikit. Sadat menyaadar itu, dia bingung karena tak menemukan sesuatu yang bisa membuatnya bertahan.

Ketika menyadari itu, dia cemas. Saat cemas, tubuhnya melemah. Saat melemah, dia sadar peluangnya untuk mempertahankan hidup makin kecil.

Di puncak ketakberdayaan dan kesendirian itu dia ingat ketika masih kuat, dia congkak dengan apapun yang dimilikinya berupa ketampanan atau kecantikan, ketenaran, kekayaan, kekuasaan, kecerdasannya dan klaim-klaim kesuksesannya, mencemooh orang-orang dianggapnya bodoh karena percaya sesuatu yang terinderakan, percaya ajaran yang dianggapnya mitos dan meyakini kepastian kehidupan immaterial.

Dia terlalu panik dan buta untuk menemukan jalan lurus dan mulus yang terhampar di hadapannya. Dengan cemooh-cemooh yang telah disemburkannya dia telah menusuk sendiri mata nalar dan intuisinya.

Dia tak hanya tak percaya Tuhan dan akhirat tapi mencemooh orang-orang yang percaya kepadaNya. Dia tak hanya mencemooh orang-orang yang mempercayaiNya tapi mencemooh yang merekan imani. Dia mengolok-olok Tuhan.

Dia lunglai terengah-engah merengek menolak berpisah dari dunia materi yang amat dicintainya namun tak mengabadikan dirinya. Dia tersungkur lalu dan terbuang ke selokan sejarah hidupnya yang singkat. Shut down!

Andai merasa tak punya cukup bukti kuat mempercayai Tuhan dan realitas immaterial, dia nyata tak punya secuilpun bukti keabadian kehidupan material ini. Karena itu, tak ada ruginya menjalani kehidupan material dengan perilaku etis semampunya sembari merawat kepercayaan adanya Tuhan dan kehidupan immaterial sekecil apapun bukti yang tertangkap oleh nalar dan intuisinya.

Tak harus belajar teori-teori filsafat atau memaksa diri mendalami aneka rute perjalanan mistik hanya untuk membangun keyakinan metafisikal. “Bertakwalah seampumu.” (QS. Attaghabun : 16).