Ibuku Seorang Nasrani, Ya Imam!

Salah seorang ahli hadis Syiah dan sahabat Imam Ja’far Shadiq a.s. bernama Zakaria bin Ibrahim. Suatu hari ia bercerita tentang dirinya demikian:

“Dahulu aku seorang Nasrani, lalu masuk agama Islam. Seluruh rukun Islam, termasuk haji aku laksanakan. Dalam perjalanan haji, aku berkesempatan bertemu dengan Imam Ja’far Shadiq a.s. dan menceritakan bahwa dahulu aku seorang Nasrani dan telah masuk Islam.

Imam Ja’far Shadiq a.s. bertanya, “Keistimewaan apakah yang engkau lihat dari Islam sehingga engkau menerimanya (sebagai agamamu)?”

Aku jawab, “Ayat Alquran berikut ini yang telah menarik perhatianku dan dari situlah aku memperoleh hidayat:

مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ

“Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Alkitab (Alquran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Alquran itu cahaya yang Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki.”” (QS. Asy-Syura [42]: 52)

Saat ibuku merasakan perbedaan dalam diri dan perilakuku, ia berkata, “Dahulu ketika engkau masih memeluk agama kami, engkau tidak memperlakukanku sebaik ini. Sejak masuk Islam, engkau sangat menyayangiku. Apakah alasannya?”

“Salah seorang putera keturunan Nabi Muhammad saw. memerintahkan supaya aku berperilaku baik seperti ini,” sahutku.

Ibuku bertanya, “Apakah ia nabi kalian?”

Aku menjawab, “Tidak, karena setelah Nabi Muhammad saw. tidak ada nabi lagi yang diutus. Ia adalah putera keturunan Nabi kita.”

Ibuku melanjutkan, “Perintah-perintah seperti ini adalah ajaran para nabi. Agamamu lebih baik dari agamaku. Tolong, bimbinglah aku untuk masuk agama Islam.”