Menelaah Tantangan di Jaman Nabi Saw dan Jaman Imam Ali as dalam Mengelola Pemerintahan

Al-Baqarah – Ayat  6

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.

Al-Baqarah – Ayat 39

Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya

Elemen penting dan memiliki pengaruh besar yang sama-sama ada, baik dijaman Nabi Muhammad Saw dan di jaman Imam Ali bin Abi Thalib As adalah orang Kafir. Namun orang kafir di jaman Nabi Saw adalah mereka yang secara nyata dan terang-terangan mengatakan bahwa mereka kafir, mereka memusuhi Nabi Muhammad Saw dan Islam sebagai ajaran yang dibawanya.

Orang-orang kafir di jaman Nabi Muhammad Saw sebagian ada yang belum mendengar ayat semacam ini,

Al-Baqarah – Ayat 39

Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Andai pun mendengar, mereka secara jelas dan tegas akan menolaknya, karena mereka sendiri tidak meyakini keberadaan Allah sebagai Tuhan yang Esa.

Sedang orang kafir di jaman Imam Ali sebagian bukan hanya tidak mendengar bahkan mereka hapal ayat ini dan semacamnya diluar kepala. Secara lahir mereka memperlihatkan diri sebagai seorang mukmin, mereka hafal  Al Quran, hapal ribuan hadis nabi, mereka melakukan ibadah haji, shalat, dan berpuasa. Namun mereka sejatinya adalah musuh asli Islam yang paling berat. Mereka sangat sulit diatasi. Mereka memerangi Khalifah yang sah bukan sebagai orang kafir, mereka bergerak dengan bendera Islam, mereka memerangi Imam Ali bin Abi Thalib dengan membawa lembar-lembar AlQuran, masyarakat awam menjadi bingung dalam menilai.

Pendidikan yang bertahap dan secara perlahan-lahan

Nabi Muhammad Saw selama hidup beliau telah mendidik masyarakat tahap demi tahap sehingga ajaran suci islam merasuk kedalam diri-diri mereka. Nabi tidak pernah tergesa-gesa dalam mendidik umatnya, Quran disampaikan tidak secara langsung kepada Umat adalah bentuk riil gambaran ini. Dengan metode inilah akhirnya muncul sahabat-sahabat yang menjadi hafidz Quran, hapal Quran berikut makna, tafsir, ta’wil, dan penjelasannya, lebih utama dari itu adalah dengan akhlak yang mulia. Masyarakat yang tidak hanya bisa melakukan revolusi, tapi siap mengisi dan menjadi bagian dari revolusi akhlak dan peradaban Islami yang hakiki. Walau tentu hal ini bukan satu satunya syarat yang harus ada untuk sebuah revolusi Islam yang tuntas. Berjalan dengan jalur inni bu’istu liutammima makarimal Akhlak.

Berapa lama Nabi Muhammad Saw mendapat perintah untuk bersabar dan bersabar, tidak boleh melakukan pembelaan diri dan melakukan perlawanan selama bertahun-tahuan, dihadapan serangan fisik dan sosial maupun spiritual dari kafir Quraisy. Semua berjalan secara perlahan demi membangun ruh dari umat Nabi Muhammad Saw, membangun dasar-dasar akhlak, bukan sebentar tapi bertahun-tahun lamanya, beberapa sahabat pun sampai bertanya sampai kapan mereka harus bersabar lagi menghadapi berbagai penghinaan dan intimidasi yang dilakukan orang-orang kafir. Hingga akhirnya umat islam memiliki kesiapan yang cukup, Nabi membuka jalan untuk melakukan pembelaan diri, melakukan jihad asghar di medan perang. Terjadilah perang Badar, perang dengan jumlah tidak seimbang, perang yang menuntuk tekad bulat dan keyakinan penuh pasukan Nabi Muhammad Saw. Tanpa bekal dan gemblengan mendasar dari Nabi Perang Badar dengan kemenangan besar tidak akan pernah tertulis dalam sejarah. Hal ini kembali menegaskan bahwa benar apa yang Nabi lakukan, memberikan bekal dasar keberagamaan secara tepat dan berorientasi pada kualitas hasil.

Harapan dan tantangan di jaman Imam Ali As

Sungguh sayang pada masa Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, Khalifah Ustman, hal ini tidak berlangsung dengan lancar. Ada masa-masa dimana pasukan Islam diajak menyerang daerah-daerah lain dengan menghunus pedang, cukup luas daerah yang ditaklukkan, namun penaklukan wilayah dengan pedang bukan pilihan Nabi Muhammad Saw, langkah ini memberikan noda hitam dimata pasukan dan penduduk wilayah yang diduduki, hasilnya daerah-daerah taklukan itu tetap bertahan dengan agama-agama nenek moyang mereka, seiring berjalannya waktu kawasan-kawasan itu berubah kembali menjadi kawasan-kawasan mayoritas non muslim, ini adalah akibat dari tidak dilakukannya hal-hal mendasar yang dilakukan Nabi Muhammad Saw semasa hidup beliau. Ketika tiba masa Imam Ali secara defacto diminta menjadi Khalifah umat Islam, kondisi sangat jauh berbeda, beliau tidak lagi dituntut mendidik dari nol. Sebagaimana mengajari Quran, mengajari orang yang belum pernah belajar Quran memang sulit, akan tetapi mengajari orang yang sudah belajar Quran tapi belajar secara salah, juga tidak kalah sulit. Hal inilah yang harus dihadapi Imam Ali, kawasan umat Islam waktu itu sudah sangat luas dibanding Masa Nabi Muhammad Saw, alat transportasi juga masih sangat terbatas, butuh banyak pemimpin menjadi wakil di setiap wilayah, Negara Suriah, Arab Saudi, Mesir, dan beberapa wilayah lain berada dibawah pemerintahan Imam Ali.

Pada awal pemerintahan beliau berkata bahwa beliau hanya mau memerintah ketika beliau memerintah sesuai yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. Dapat kita lihat bagaimana beliau memilih seorang wakil, ungkapan Imam Ali ketika sudah menjadi khalifah, menjawab tuntutan sebagian sahabat Nabi yang menuntut hak dari baitul mall lebih banyak dari yang lain menjadi gambaran pemimpin yang Imam Ali butuhkan dalam menjalankan pemerintahan Islam yang ideal.

“Saya juga menerima gaji seukuran dengan gaji yang lainnya” walau beliau adalah pimpinan tertinggi namun beliau menerima gaji, menetapkan gaji bagi beliau hanya seukuran gaji pegawai pemerintah yang lain. Walau menjadi pemimpin utama umat Islam tapi beliau tidak mengambil gaji lebih banyak dibanding yang lain.

Ini adalah gambaran sosok-sosok pemimpin yang diharapkan oleh Imam Ali untuk menjadi wakil-wakil beliau dalam menggulirkan jalannya roda pemerintahan.

Imam Ali tidak mendapati jumlah orang yang cukup dalam menjalankan ajaran Nabi pada pemerintahan beliau, beliau tidak bisa maksimal dalam memerintah. Apalagi dengan keberadaan kaum munafik yang berbaju Islam, merongrong Islam dari dalam, memainkan api fitnah, kebohongan, dan membayar manusia-manusia penjilat untuk berbohong atas nama Nabi Muhammad Saw menulis hadis-hadis palsu.