Akhlak dalam Demokrasi Islam; Tuntutan dua arah kepada Pimpinan juga Rakyat

Tujuan sesungguhnya demokrasi adalah penyampaian pendapat oleh rakyat bahkan rakyat paling kecil kepada pemimpin tertinggi tanpa ada rasa takut sedikitpun.

Demokrasi ada yang diartikan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, hal ini tidaklah salah, benar bahwa sebuah pemerintahan ideal adalah demi kepentingan rakyat, rakyat yang menjadi prioritas utama. Demokrasi sama sekali bukan demi kepentingan pimpinan atau wakil rakyat kecuali dalam batas mereka juga bagian dari rakyat.

Dalam kondisi ini ada syarat tertentu yang harus dimiliki oleh seorang wakil rakyat, dia bukan orang yang haus kekayaan duniawi, tidak juga haus kekuasaan. Kekuasaan hanya semata-mata sebuah alat untuk bisa meraup sejumlah besar pahala, sebab dia bisa mengambil keputusan cerdas dan bijak yang menguntungkan orang dengan jumlah lebih besar, jadi pada saat menjadi pemimpin kesempatan mendapat pahala juga menjadi lebih besar. Sifat sederhana ini adalah sifat zuhud, sosok-sosok orang yang bisa jadi memiliki dunia tapi mereka tidak diatur oleh dunia, mereka tidak bingung dengan harta dunia yang diamanahkan kepada mereka, mereka tahu bahwa harta itu akan abadi menjadi milik mereka jika harta itu dibelanjakan dijalan Allah Swt, dan hanya akan lewat dan diminta pertanggungjawaban jika amanah harta itu dibelanjakan untuk kepentingan pribadi dan keluarga apalagi digunakan secara berlebihan.

Dalam penjelasan Maksumin tergambar sistem yang sangat cantik, ketika menjelaskan pentinnya zakat dan sedekah, disebutkan bahwa “ Allah mewajibkan zakat bersamaan dengan wajibnya salat. Zakat adalah ujian bagi orang kaya sehingga bisa mencukupi masyarakat yang membutuhkan. Jika masyarakat yang memenuhi syarat membayar zakat mereka maka tidak akan ada lagi golongan masyarakat fakir maupun miskin. Dengan zakat tidak akan adalagi orang papa, kurang sandang dan pangan. Semua lapisan masyarakat akan hidup dalam kesejahteraan.

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha[1]

Allah berkehendak menjadikan sebagian orang mendapat karunia dan derajat lebih tinggi (dalam hal kepemilikan duniawi maupun ukhrawi) beberapa derajat. Tapi itu tidak lain adalah sebuah ujian dari Allah, menguji apakah dengan pemberian itu manusia menjadi bersyukur atau kufur, menggunakan kelebihan karunia itu untuk mendekatkan diri kepada Allah atau sebaliknya.

Kecintaan pada keluarga ketika tidak atas dasar kecintaan kepada Allah juga membutakan, dengan alasan ini pembenaran-pembenaran pun dilakukan, nepotisme dalam mengangkat pejabat hanya dari kerabat dekat dengan niat menolong keluarga padahal ada orang lain yang lebih kompeten.

Orang-orang yang kufur adalah mereka yang lupa bahwa kekuasaan duniawi adalah kekuasaan semu. Ada penguasa sejati yang bisa kapan saja mengambil kekuasaan itu dari mereka. Tidak ada satu pun aparat pemerintah ingin mengakhiri masa tugas mereka dengan berbaju tahanan KPK, berakhir mengenaskan dibunuh oleh pasangan selingkuh, harus hadapi hukum penjara seumur hidup atau mati dalam keadaan overdosis narkoba. Mereka berani melakukan itu semasa bertugas menjadi wakil rakyat dengan sangkaan bahwa Yang Maha Kuasa akan tinggal diam, mereka lupa bahwa keberkahan ada diatas segala-galanya[2], memiliki harta dan kuasa tanpa rasa syukur bukan keberkahan yang didapatkan tapi kesengsaraan.

Sekarang rakyat kecil turut merasakan bahwa kepemilikan juga bisa menyengsarakan, dengan gadget rakyat menengah kebawah juga merasakan beratnya kehilangan anak padahal anak itu hidup serumah dengan mereka, anak menjadi terasing dari orang tuanya begitu pun sebaliknya.

Ujian itu tidak hanya diperuntukkan bagi yang lebih ditinggikan dari yang lain dalam kapasitas besar, orang yang memiliki gadget mendapat ujian lebih tinggi dari yang tidak memiliki gadget, demikian sesuai kapasitas masing-masing orang.

Bukan hanya para wakil rakyat, rakyat pun sama, dalam kehidupan demokrasi juga memiliki peran dan tanggungjawab.

Dan itulah (kisah) kaum ‘Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan mendurhakai rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran). [3]

Masyarakat kecil yang menjadi penjilat wakil rakyat dan penguasa yang sewenang-wenang  dan menentang kebenaran juga dicerca Allah dalam firman-Nya. Jadi tuntutan itu tertuju kepada keduabelah pihak, kepada pemerintah sebagai wakil rakyat juga kepada rakyat itu sendiri, andai wakil rakyat dan pimpinan itu bersih tapi sebagian masyarakat tidak bersih maka kehidupan rahamatan lil alamin yang sudah diagendakan sejak awal turunnya Islam tidak akan pernah terwujud.

Syarat wakil rakyat dan pemimpin adalah memiliki sifat Zuhud begitu juga rakyat, rakyat juga demikian, pelajaran zuhud juga sangat bermanfaat bagi rakyat, rakyat dengan sifat zuhud tidak akan merasa rugi ketika ada kewajiban mengeluarkan zakat, mereka tahu bahwa zakat itu tidak hilang tapi menjadi titipan yang akan dipanen kelak di akhirat, mereka juga tidak enggan melakukan sedekah, mengentaskan kefakiran juga kemiskinan. Pemerintah itu fungsinya memberikan arahan, dengan arahan yang benar dari pemerintah, pemerintah juga amanah membawa amanat dari rakyat maka kehidupan dambaan semua manusia akan terwujud di permukaan dumi, dimulai dari yang kecil dan dari dua arah.

CATATAN:

[1] An’am: 165

[2] Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat Perhitungan yang paling cepat. (Al An-Am : 62)

[3] Hud : 59