Putus Asa Senjata Utama Setan

Ahlul Bait tidak pernah putus asa dalam menasihati dan mengajari umat bahkan untuk sosok seburuk Syimr pembunuh Husain bin Ali, satu persen kemungkinan sangat berharga untuk mencari peluang mendidik dan menyampaikan hujah Allah Swt.

Menerima taubat seseorang sebagaimana Allah Maha Pemberi Maaf, Maha Pengampun kesalahan seorang hamba.

Seseorang walau dia bertato, itu tidak menjadi alasan bahwa taubatnya tidak berharga, penampakan lahiriah dan keadaan hati bisa jadi sangat berbeda, inilah mengapa dalam islam ada konsep husnudzan.

Ketika kita simak doa-doa ahlul bait, sebagian mengajak pembaca agar berputus asa kepada selain Allah, dan mempercayakan penuh semua urusan kepada-Nya. Tidak berputus asa adalah sebuah baju wajib bagi yang beriman kepada-Nya. Beriman kepada Allah selalu disandingi kepercayaan dan keyakinan bahwa Allah selalu ada untuk dipinta, selalu ada untuk memberikan pertolongan, ada untuk memberikan jalan keluar.

Islam sama sekali tidak memberi ruang untuk berputus asa, khususnya dari rahmat-Nya. Ketika ada perintah wa’tasimu bihablillah, berpegangteguhlah kepada tali Allah, kepada agama Allah, disini juga mengisyaratkan perintah untuk tidak berputus asa, berpegang kepada tali Allah ini berlaku untuk segala keadaan, dalam keadaan senang atau sedih, lapang atau sempit, kaya atau miskin, sehat atau sakit, dalam keadaan jaya atau ambruk, semua keadaan adalah peluang bagi manusia untuk jatuh atau tetap teguh dalam jalan Allah Swt.

Janganlah berputus asa, ungkapan semacam ini adalah ungkapan fitrah. Karena itu di setiap bahasa akan kita temukan padanan makna kalimat diatas, sebagaimana keyakinan akan adanya Tuhan dan Tuhan itu Esa adalah fitrah, tidak berputus asa juga merupakan hal fitrah, selalu ada dalam diri-diri manusia tidak pernah padam hanya saja kadang bisa melemah atau menguat.

Tidak berputus asa mungkin terasa mudah diucapkan, tapi bagi orang-orang yang terpuruk dan ambruk, kondisi fisik dan materi sangat jauh dibanding orang-orang dan lingkungan sekitar jelas bukan hal mudah. Terlebih dijaman sekarang, dimana teknologi senantiasa ada update terbaru, jarak sosial perkotaan dan pedesaan semakin lama semakin memudar, tempat-tempat yang dulunya hanya ada di pusat-pusat kota mulai di boyong ke pelosok-pelosok desa. Diskotik, cafe, dll merebak di berbagai penjuru di tanah air, pameran asusila di dukung atas nama kebebasan berekspresi, adat sopan santun diinjak-injak atas nama moderenisasi dan viral di media sosial. Putus asa mungkin akan menghantui orang-orang tua dalam membimbing dan mendidik anak-anaknya.

Alamah Thaba-thabai menjelaskan inni jailun fil ardi khalifah adalah menjadi Tuhan dimuka bumi, tentu disini bukan menjadi sekutu Tuhan, tapi menjadi ejawantah semua sifat-sifat-Nya di permukaan bumi, menjadi pengasih, pemaaf, penolong, dan tentu tidak menjadi makhluk yang berputus asa, atau membuat orang lain berputus asa kepada kita.

Orang lain berputus asa kepada kita ketika kita mengingkari janji yang kita buat padanya, makhluk tidak akan putus asa ketika berharap hanya kepada Allah Swt, Allah Maha memenuhi janji. Allah adalah sebaik-baik tempat untuk berharap. Merujuk kepada-Nya adalah sebaik-baik pilihan.

Semua Nabi dan Rasul menggiring dan mengajari manusia untuk bermanja-manja kepada Allah, meminta dan merengek serius kepada-Nya.

Secara psikologis seseorang yang memendam keinginan dan harapan maka akan bermasalah secara psikologis, Para Nabi dan Rasul serta para Imam Maksum as mengajari manusia untuk bercengkrama kepada Allah, meluapkan semua keinginan dan harapan kepada-Nya, meminta harapan-harapan besar dan terbaik berduaan dengan Allah Swt. Membuang jauh jauh rasa putus asa dari kamus kehidupan.

Almukminu mir’atu mu’min, seorang beriman adalah cerminan bagi orang beriman lainnya, jadi satu orang mukmin itu sama saja sifat kebaikannya satu dengan yang lain, yang tampak dan muncul dari mereka tidak lain adalah kebaikan dan kepercayaan diri karena memiliki Allah, mereka yakin seratus persen bahwa Allah menjamin seluruh hidup mereka secara tuntas. Seorang mukmin adalah sosok yang tidak pernah berputus asa. Mereka selalu dan selalu merasakan Allah dalam setiap jejak langkah yang dilakukan.

Manusia senantiasa dilindungi Allah Swt. Salah satu bukti konkretnya adalah keburukan manusia dijaga sedemikian rupa sehingga orang-orang yang ada disekitarnya tidak merasa jijik dengan keburukan yang telah dia lakukan. Manusia di seluruh muka bumi jumlahnya sangat banyak, kalau saja ada manusia biasa ditugasi untuk membagi secara adil sejumlah beras kepada mereka untuk kebutuhan satu hari maka tidak akan ada yang mampu, manusia dimana pun, kapan pun selalu mendapatkan jatah rizki dari-Nya, selalu mendapatkan pancaran dari Kemahapemberian-Nya. Tidak ada satupun yang terlewatkan walau memang ada juga orang-orang yang menolak bahkan menghindari rizki yang sudah diberikan, sudah mendapat rizki sehat; minum narkotik lalu menjadi rusak fisiknya dan akhirnya menderita sakit, mendapat rizki uang diobral untuk bermain judi, mendapat rizki istri atau suami normal tapi melirik-lirik yang lain dan membanding-bandingkan. Karena prilaku pilihan manusia itu sendiri akhirnya mereka terjerembab dan terpuruk, ketika kehilangan dunia akhirnya berputus asa, membuang nikmat hidup dengan bunuh diri.

Putus asa adalah salah satu perangkat setan yang paling ampuh, ketika godaan syahwat terhadap lawan jenis, tipuan takhta dengan gaji berlipat ganda dan penghormatan muluk-muluk, tipuan harta berlimpah ruah dan semacamnya tidak lagi mampu menipu dan menghancurkan manusia.

Melalui putus asa setan merasuki dan mengendalikan seseorang, menolak segala jati diri dan fitrah yang terus memberontak walau semakin meredup.

Menjadi mukmin adalah menjadi sosok yang tangguh tidak pernah berputus asa dari Rahmat Allah Swt.