Cara Menghadapi Celaan Orang Lain

Terkadang dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan orang-orang yang gemar mencela atau merendahkan diri kita dengan berbagai alasan. Bagaimana cara menghadapi situasi seperti ini?
Sebaik-baik cara yang harus dilakukan adalah menutup mata terhadap masalah ini. Hal ini merupakan anjuran ajaran-ajaran agama dan para pemimpin agama kita sebagai para teladan akhlak. Mereka memilih cara seperti ini tatkala berhadapan dengan tindakan atau ucapan yang tidak senonoh yang dilontarkan kepada mereka. Al-Quran dalam hal ini menyatakan:

    «وَ الَّذينَ صَبَرُوا ابْتِغاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَ أَقامُوا الصَّلاةَ وَ أَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْناهُمْ سِرًّا وَ عَلانِيَةً وَ يَدْرَؤُنَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ»

“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhan mereka, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi atau terang-terangan, serta menolak keburukan dengan kebaikan, orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (Qs. al-Ra’ad [13]:22)

    «وَ لا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَ لاَ السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتي‏ هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذي بَيْنَكَ وَ بَيْنَهُ عَداوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَميمٌ»

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia terdapat permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Qs. Fusshilat [41]:34)

    «…وَ إِذا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِراماً»

“Dan apabila mereka bertemu dengan  perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan diri mereka.” (Qs. al-Furqan [25]:72)
Dalam riwayat disebutkan bahwa “Tidaklah dua orang saling mengumpat kecuali yang paling buruk (dalam mengumpat) yang akan menang.”[1]
Sesuai dengan tuturan Maksum As ini, berkata tidak senonoh dan melontarkan umpatan merupakan karakter orang-orang rendah dan orang-orang besar tentu tidak akan melakukan  perbuatan seperti ini.
Imam Shadiq As bersabda, “Rasulullah Saw mendengar seorang wanita melontarkan perkataan yang tidak senonoh kepada budak dan pembantunya sementara ia sedang berpuasa. Rasulullah Saw mengundangnya makan dan wanita itu berkata bahwa sedang berpuasa. Dalam kondisi seperti ini, Rasulullah Saw berkata kepadanya bagaimana engkau dalam keadaa berpuasa sementara engkau melontarkan kata-kata yang tidak senonoh kepada pembantumu.”[2]
Untuk diketahui bahwa melupakan dan memaafkan pelakunya dapat ditolerir apabila ia tidak mengulang perbuatan yang sama. Apabila ia melakukan perbuatan yang sama maka sebaik-baik jalan adalah melaporkan dan mengadukannya kepada pihak yang berwenang.


[1]  Laitsi, Wasithi, Ali bin Muhammad, ‘Uyun al-Hukm wa al-Mawaizh, Riset dan edit oleh Husain Hasani Birjandi, hal. 477, Dar al-Hadits, Qum, Cetakan Pertama, 1376 S.
[2] Thusi, Muhammad bin al-Hasan, Riset oleh Khurasan, Hasan, jil. 4, hal. 194, Dar al-Kutub al-Islamiyah,  Tehran, Cetakan Keempat, 1407 H.
«.. وَ سَمِعَ رَسُولُ اللَّهِ (ص) امْرَأَةً تُسَابُّ جَارِيَةً لَهَا وَ هِيَ صَائِمَةٌ فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ ص بِطَعَامٍ فَقَالَ لَهَا كُلِي فَقَالَتْ إِنِّي صَائِمَةٌ فَقَالَ كَيْفَ تَكُونِينَ صَائِمَةً وَ قَدْ سَبَبْتِ جَارِيَتَكِ إِنَّ الصَّوْمَ لَيْسَ مِنَ الطَّعَامِ وَ الشَّرَابِ»