Tiga Bisikan Iblis

Dalam sebuah riwayat dari Imam Shadiq as, riwayat yang betul-betul membuat orang bergetar, Imam Shadiq mengatakan begini, Qâla iblisu la’anatullah ‘alaihi li junudih idzastamkamtu binibni adam fii tsalalatsin lam ubaali maa ‘amil fa innahu ghairu maqbûlin minh. “Iblis, laknat Allah atasnya, berbicara kepada tentara-tentaranya, ‘Jika aku sudah berhasil melakukan tiga hal kepada seorang anak Adam, maka aku tidak peduli lagi mau seberapa banyaknya ibadah yang dia lakukan, mau seberapa banyaknya yang maksiat yang ditinggalkan, mau sebesar apa pun infak yang dilakukan aku tidak peduli, kalau aku berhasil melakukan tiga hal pada seorang manusia.”

Apa ketiga hal itu? Dia katakan, idzastakstara amalah. Jika dia sudah berhasil, aku jadikan orang yang merasa amalnya adalah amal yang banyak, merasa telah melakukan banyak hal yang baik. Itu yang pertama. Kedua, wa nasia dzanba, dan melupakan dosanya dan yang ketiga, wa dakhalal ujub, dan hatinya sudah dimasuki oleh rasa bangga dengan diri sendiri, ujub kepada diri sendiri. Jika ada tiga hal ini, kata iblis, aku tinggalkan dia. Tidak perlu digoda lagi, mengapa? Dia sudah pasti masuk ke jalan kesesatan walaupun amalannya banyak, walaupun tangisannya banyak, walaupun sedekahnya banyak, walaupun dia terkenal baik di kalangan manusia. Tapi jika dia menganggap perbuatan baiknya punya nilai; jika dia menganggap bahwasanya perbuatan banyak itu adalah sesuatu yang besar buat dia; bahwa dia telah melakukan sesuatu, tinggal tunggu tanggal mainnya kapan setan akan mencapai dan menggulingkannya.

Surah al-A’raf menjelaskan kepada kita tentang kisah seorang hamba Allah yang sedemikian salehnya sampai-sampai hampir mendekati tingkatan malaikat. Tapi Allah berkehendak lain. Ternyata orang itu menyimpan suatu ujub pada dirinya, sehingga dia jatuh di hadapan Allah, famatsaluhu kamatsalil kalbi in tahmil’alaihi yalhats aw tatrukuhu yalhats. “Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)” (7: 176). Karena itulah, kita memohon kepada Allah Swt, jangan sampai rasa ujub masuk pada kita. Jangan sampai kita merasa amalan-amalan yang kita lakukan itu sudah menjadi amalan-amalan yang baik, jangan sampai kita melupakan dosa kita. Dosa berbagai macam bentuknya. Ada dosa yang Nampak, ada dosa yang tidak tampak. Kita seringkali lupa dengan dosa yang tidak tampak. Salah satu dosa yang tidak tampak adalah ketika orang merasa dirinya lebih baik daripada orang lain. Ada sebuah riwayat dari Imam Ridha as yang mengatakan kalau ada seseorang yang merasa bahwa dirinya lebih baik dari satu orang hamba Allah, maka dia belum memiliki keimanan yang sempurna.

Apa yang Allah peringatkan kepada kita tentang tipu daya setan yang diingatkan oleh Nabi dan para Imam maksumin as supaya kita lepas dari penghambaan kepada setan? Apakah ada orang menghamba kepada setan? Banyak. Allah sendiri yang merekam dalam Alquran. Firman-Nya, Alam a’had ilaikum yâ banî âdama an lâ ta’budusy syaithâna innahu lakum ‘aduwwummubîna. Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, hai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian”,  (36: 60). Yakni, bukankah Aku sudah membuat perjanjian dengan kalian, wahai anak Adam, jangan menyembah setan. Setan adalah musuh kalian yang nyata. Kita mungkin tidak bisa lepas dari godaan kalau tidak ada bantuan dari Allah. Mohonlah kepada Allah, “Ya Allah, selamatkan kami dari godaan setan.” Bacaan a’udzubillahi minasysyaithanirajim adalah sebuah zikir yang harus sering kita baca. Karena betul-betul kita menghadapi musuh yang sangat besar dengan tipu daya yang sedemikian rumit. Surah Yasin (ayat 60 di atas) memerintahkan kita, mengingatkan kita, akan janji kita dengan Allah. Allah berfirman, Lâ ta’budusy syaithân. Jika orang lepas daripada penghambaan kepada setan, masuk kepada penghambaan Allah, dialah orang yang hurr, orang yang bebas. Seperti yang Imam Husain as katakan kepada syahid Karbala, Hurr bin Yazid al-Riyahi.