Prinsip Penting Memilih Pasangan Hidup (2)

3. Memilih pasangan atas dasar persamaan atau perbedaan?

Dengan pasangan yang bagaimana biasanya seseorang akan menikah? Sebagian besar ahli sepakat bahwa perkawinan atas dasar kesamaan lebih umum di masyarakat. Seseorang akan memilih pasangan memiliki kesamaan lebih banyak dengan dirinya. Perbedaan yang sangat banyak antar pasangan akan mengurangi kecenderungan mereka untuk memasuki lembaga pernikahan. Teori yang mendasarkan atas perbedaan didasari oleh prinsip saling melengkapi antar pasangan secara psikologis dalam beberapa kecenderungan. Misalnya individu dengan kecenderungan dominasi yang tinggi akan memilih pasangan tidak independen. Sehingga tidak terjadi pertentangan dalam hal kekuasaan. Sedangkan dalam aspek psikologis lainnya seperti minat, kesamaan akan lebih diutamakan.

Seiring kemajuan zaman, terbuka peluang kebebasan yang sangat besar dalam hal pemilihan pasangan di masyarakat. Namun, adanya kesamaan masih menjadi salah satu syarat penting. Aspek persamaan antara pasangan bisa saja berbeda pada setiap masyarakat, tetapi prinsip persamaan ini berlaku umum. Beberapa aspek penting persamaan tersebut antara lain:

Umur

Orang tua akan menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki yang usianya terpaut beberapa tahun lebih tua. Namun hari ini, pernikahan yang berlangsung di sebagian masyarakat tidak lagi menjadikan perbedaan usia sebagai hal penting. Beberapa penelitian melaporkan aspek kesamaan umur lebih banyak ditemui pada pernikahan pertama dan jumlahnya menurun pada pernikahan berikut.

Geografis

Perempuan dan laki-laki yang tinggal dalam wilayah yang sama memiliki kemungkinan lebih besar untuk menikah. Mereka juga berpeluang lebih besar untuk memiliki beberapa kesamaan lainnya Kedekatan secara geografis memberi peluang terbangunnya relasi bagi pemuda dan pemudi tersebut. Selain itu, orang yang tinggal dalam wilayah yang sama biasanya memiliki budaya dan kelas sosial yang tidak berbeda pula.

Agama

Telah disebutkan sebelumnya bahwa sebagian besar agama tidak memperbolehkan pengikutnya menikah dengan penganut agama lain, terutama perempuan. Seperti diketahui agama merupakan faktor penting dalam penggolongan budaya, maka perbedaan agama akan menyebabkan perbedaan kehidupan seseorang. Meskipun tidak terlalu taat menjalankan ajarannya, orang akan menikahi penganut agama yang sama dengannya. Semakin seseorang terikat dengan ajaran agamanya, kemungkinan ia menikah dengan pasangan yang satu agama semakin besar pula.

Nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran agama  juga mempengaruhi pola pernikahan penganutnya. Ajaran yang memiliki pandangan negatif terhadap agama lain, menimbulkan penilaian tidak baik penganutnya terhadap pemeluk agama lain. Data statistik di Eropa dan Amerika menunjukkan penganut Yahudi lebih menghindari pernikahan dengan selain penganut agama yang sama dibanding lainnya. Selain itu, posisi penganut agama di sebuah masyarakat juga memberi pengaruh dalam hal pernikahan dengan penganut agama lain. Misalnya, apakah penganut agama tersebut minoritas atau mayoritas di masyarakat?

Di Indonesia, pernikahan antar pemeluk agama tidak mendapat dukungan secara hukum. UU Tentang Perkawinan Tahun 1974 menjelaskan pernikahan dianggap sah jika dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku di setiap agama dan kepercayaannya. Negara tidak mengenal pernikahan beda agama atau pernikahan di luar hukum agama tersebut. Karena pemerintah telah menyerahkan tata cara pernikahan rakyatnya berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing. Kadang pasangan beda agama melakukan pernikahan di luar negeri kemudian mencatatkan perkawinannya di KUA/KCS (Kantor Urusan Agama/Kantor Catatan Sipil). Namun pencatatan perkawinan tersebut tidak berhubungan dengan keabsahannya dalam pandangan hukum yang berlaku di Indonesia.

Garis keturunan dan ras

Pengungulan nasab dan ras hari ini tidak lagi mendapat dukungan besar. Namun, garis keturunan sebagai faktor pembeda pada individu masih tetap mempengaruhi pandangan masyarakat modern. Perbedaan ras dan garis nasab tersebut berhubungan dengan fanatisme kesukuan, pre-judice dan stereotype pada diri seseorang. Hal ini menjadi penghalang kedekatan orang yang berasal dari ras dan nasab berbeda. Dengan sendirinya pernikahan antara mereka juga tidak akan terjadi.

Kelas sosial

Kelas sosial menurut Max Weber dibangun atas 3 pilar, yaitu: harta, kekuasaan dan kedudukan. Ketiga faktor tersebut berkontribusi besar dalam penggolongan masyarakat. Dapat disaksikan setiap kelas sosial mempunyai gaya hidup yang berbeda. Lazimnya keberadaan kelas, hubungan akrab antara orang yang berbeda kelas sosial akan menemui kesulitan. Pengelompokan berdasarkan kelas sosial dan budaya sejalan dengan pengelompokan geografis. Hal ini mempengaruhi pemilihan pasangan hidup yang memperkecil kemungkinan pernikahan pemuda tanpa didasari persamaan.

Pendidikan

Dewasa ini, orang yang lebih banyak mengenyam pendidikan lebih mudah mengakses fasilitas ekonomi dan sosial. Karena membutuhkan biaya tinggi, pendidikan akhirnya menjadi aset yang berharga. Orang yang menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi akan dilihat berbeda dengan mereka yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Tentunya perspektif orang yang berpendidikan tinggi akan berbeda pula dibanding selainnya. Pada akhirnya, siapapun lebih menyukai menjalin relasi dengan orang yang memiliki tingkat pendidikan yang sama.

Terdapat beberapa aspek persamaan lain yang memiliki peran tidak terlalu besar dalam pemilihan pasangan. Misalnya kesamaan dalam tingkat kecerdasan, karakteristik fisik meliputi tinggi dan berat. Pada kriteria pemilihan pasangan antara lai-laki dan perempuan ditemui perbedaan dalam beberapa hal berikut:

* Penampilan fisik yang menarik pada pasangan menjadi nilai lebih baik bagi laki-laki maupun perempuan. Namun laki-laki lebih mengutamakan keindahan fisik pasangannya.
    
*Perempuan lebih mengutamakan pasangan yang usianya lebih tua dari mereka. Sebaliknya laki-laki lebih mengutamakan pasangan yang usianya lebih muda.
    
* Pekerjaan pasangan merupakan hal yang penting bagi perempuan. Sedangkan laki-laki lebih menyukai pasangan yang tingkat pendidikan serta penghasilan lebih rendah dari dirinya.

Terdapat sekumpulan faktor fisik, psikis, sosial dan budaya berpengaruh dalam proses pemilihan calon pasangan. Kita menyaksikan perubahan sosial dan budaya terus berlangsung pada masyarakat di Negara berkembang dan Negara maju. Hal ini akan menguatkan aspek yang berasal dari faktor sosial budaya (seperti akses ekonomi) menjadi kriteria penting dalam pemilihan pasangan. Demikian kuatnya pengutamaan aspek ekonomi hingga mengalahkan kriteria yang bersumber dari faktor fisik  dan psikologis.

Bagaimanakah tuntutan Islam dalam memilih pasangan hidup? Bersambung..