Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Menjawab Soal-soal Seputar Syahadah Fatimah Zahra as (bagian3)

1 Pendapat 05.0 / 5

Khutbah Fadak dinukil oleh Syiah dan Ahlu Sunnah

Di mana saja referensi Khutbah Fadak? Apakah kitab-kitab Ahlu Sunnah juga menyebutkannya?

Khutbah Fadak disebutkan dalam kitab “Kasyful Ghummah Fi Ma’rifatil Aimmah” karya Ali bin Isa Arbali. Tentu saja, masih terdapat sumber-sumber lain yang menyebutkan khutbah ini. Terkait khutbah ini, Arbali menyatakan bahwa ia mengambilnya dari kitab “Saqifah” ulama Ahlu Sunnah terkemuka Abu Bakar Jauhari. Sangat disayangkan, kitab Saqifah ini telah lenyap, namun Ali bin Isa Arbali dan juga Ibnu Abil Hadid dalam kitab Syarah Nahujul Balaghah telah memanfaatkannya. Abu Bakar Jauhari juga menyebutkan khutbah ini dengan menukil dari Umar bin Syubbah. Artinya, khutbah Fadak ini terdapat dalam referensi-referensi Ahlu Sunnah yang dinukil oleh Syiah dan oleh Sunni.

Kenapa Imam Ali as tidak mengambil kembali Fadak saat kekhalifahan beliau?

Berdasarkan sebuah surat yang ditulis untuk Ibnu Abbas, Imam Ali as dan juga Ahlul Bait tidak menunjukkan ketertarikan terhadap Fadak sama sekali dan menuntut pengembaliannya, namun apa yang dilakukan ingin menunjukkan bahwa bila beliau mempermasalahkan pengambilan tersebut, bukan karena persoalan materinya, namun terdapat beberapa alasan yang lebih penting dari itu.

Menurut ucapan Fatimah Zahra tentang Fadak, persoalan yang lebih penting dari pembahasan materinya adalah khilafah yang ingin beliau tuntut. Maka ketika tujuan tersebut tidak terwujud di masa itu, saat memegang khilafah, Ahlul Bait (Imam Ali) merasa tidak perlu lagi ingin mengambil kembali Fadak.

Fatimah Zahra memerangi bid’ah, penyimpangan dan pengkhianatan

Salah satu sisi kepribadian Fatimah Zahra as adalah aktifitas sosial politik beliau. Bagaimana aktifitas politik beliau dilakukan sepeninggal Nabi saw?

Pada jarak waktu singkat yang menurut Syiah maksimal hanya 3 bulan, langkah terpenting yang dilakukan Zahra adalah pembelaan terhadap wilayah atau imamah. Tentunya, langkah tersebut tidak dapat disebut sebagai sebuah gerakan politik murni, namun sebuah gerakan menghadapi bid’ah, penyimpangan dan pengkhianatan yang terjadi sepeninggal Nabi saw, yaitu penyingkiran dan perampasan wilayah atau imamah dari Ahlul Bait.

Maka beliau bangkit melawan pelaku-pelakunya sebagai taklif syar’i yang besar. Apa yang akan terjadi bila beliau tidak melakukan hal itu?

Sekiranya Fatimah Zahra tidak melakukan pembelaan terhadap wilayah dan imamah, tentunya Amirul Mukminin akan menemui syahadah dan imamah akan lenyap sebelum ingin dimulai. Fatimah Zahra menjadikan hakikat imamah dan wilayah Ahlul Bait tampak terang bagi semua orang dan membuatnya eksis serta berkelanjutan. Namun harga yang harus beliau tebus kemazluman yang dialami dan syahadah.

Kenapa Fatimah Zahra dimakamkan pada malam hari?

Hal ini dikarenakan wasiat beliau yang ditujukan kepada Amirul Mukminin Ali supaya umat Islam yang masih memiliki hati nurani dan mereka yang masih sedikit saja meyakini ajaran-ajaran Ilahi dan Rasul-Nya, selalu bertanya-tanya kenapa darah daging, kecintaan dan kesayangan Nabi saw yang sering disebut sebagai penghulu wanita seluruh alam harus dimakamkan di malam hari dan jauh dari pengetahuan umat?

Yang lebih penting lagi, Fatimah menekankan bahwa orang-orang yang mengambil kekuasaan pasca Nabi saw tidak diperkenankan hadir dan mengikuti pemakaman. Kenapa?

Pada dasarnya, beliau ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa beliau tidak setuju (memprotes) terhadap peristiwa-peristiwa dan sikap atau prilaku umat yang terjadi pasca Nabi saw. Fatimah tidak ingin memaafkan mereka supaya setiap orang muslim yang mengkaji hal ini mengetahui dan menyadari hakikat yang terjadi saat itu.

Rahasia ketidakjelasan atau ketidakpastian tanggal syahadah

Salah hal yang menjadi tanda tanya berkenaan dengan kehidupan Fatimah Zahra adalah tanggal syahadah beliau. Kenapa dalam syahadah beliau disebutkan dua tanggal?

Sebagaimana disebutkan dalam sebagian nukilan, karena di masa lalu tidak biasa meletakkan titik pada tulisan Arab dan gigi-gigi hurufnya tidak jelas sehingga antara tulisan Arab سبعین (70) dan تسعین (90) memiliki kemiripan. Oleh karena itu, tidak dapat diketahui pasti syahadah Fatimah Zahra 75 atau 95 hari pasca wafatnya Nabi saw. Dengan demikian, syahadah beliau memiliki dua tanggal yang berbeda (jarak antara perbedaan tanggal syahadah beliau biasa disebut hari-hari Fatimiyah ).

Menurut sebagian ulama dan peneliti, mungkin ini semua sudah menjadi kehendak Allah swt bahwa segala hal yang berkenaan dengan Fatimah Zahra memiliki rahasia. Namun sebagian juga berpandangan bahwa hal tersebut disebabkan karena keteledoran kaum muslimin dan ketidakpedulian mereka terhadap satu-satunya sosok peninggalan Nabi saw. Umat harus mengingat sejarah dan tanggal syahadah beliau sepenuh hati dan jiwa, bukan hanya merujuk kepada sebuah dokumen sehingga kita tidak dapat memastikan apakah 75 atau 95 hari sepeninggal Nabi saw