Kebaikan dan Keburukan dalam Pandangan Rumi

Jalaludin Rumi pernah menulis seorang Khatib berdoa semoga Allah swt melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya pada para pencuri dan juga semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka sehingga mereka menyesali perbuatannya dan kembali pada-Nya.

Sang Khatib berdoa seperti ini karena ia mampu dan beritikad untuk meninggalkan keburukan setelah melihat apa yang dikerjakan para pencuri. Sehingga ia mendapatkan pelajaran dan hidayah untuk tidak melakukan apa yang dilakukan oleh para pencuri.

Sang Khatib berpikir bahwa para pencuri telah membantunya untuk mendapatkan hidayah sehingga ia berdoa kepada Allah untuk memberikan hidayah juga kepada para pencuri.

Lalu Rumi juga menulis bahwa kadang kita harus berterimakasih pada musuh-musuh kita. Kenapa bisa?

Ketika musuh berada di samping kita maka kita akan merasakan ketakutan. Merasa bahwa mereka mengancam nyawa kita sehingga kita merasakan adanya bahaya.

Setelah itu ketika kita merasakan bahaya, kita lari berkhalwat dan berduaan saja dengan Allah untuk memanjatkan doa kepada-Nya dan meminta pertolongan dari-Nya. Sehingga kita menjadi dekat kepada Allah swt sedangkan berdoa adalah perintah dari Allah swt.

وَ قالَ رَبُّكُمُ ادْعُوني‏ أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبادَتي‏ سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ داخِرين‏

“Dan Tuhanmu berfirman:” Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina” (Surah Ghafir, ayat 60)

Kesimpulannya, di sini Jalaludin Rumi hendak memberikan nasihat pada kita bahwa kita mampu mengambil hikmah atas segala apa yang terjadi pada kita. Maka dari itu kita harus selalu khusnudzan dan berpandangan baik kepada Allah swt.