Zainab Paramater Teladan Mendidik Anak Perempuan(bagian1)

Zainab dilahirkan pada 5 Jumadil Ula tahun ke-5 H di Madinah dari pasangan Ali dan Fatimah as. Kelahirannya diperingati di Iran sebagai hari perawat. Namanya langsung diberikan oleh Nabi saw yang disampaikan oleh Jibril dari Allah swt kepada beliau. Zainab adalah gabungan dari dua kata ‘Zain’ (hiasan) dan ‘Ab’ (ayah). Zainab banyak memiliki laqab atau gelar, seperti Aqilah Bani Hasyim, Muwatstsaqah, Arifah, Alimah, Muhaddatsah, Fadhilah, Kamilah, Abidah keluarga Ali dan lain-lain.

Dalam kitab “Khashaish Az-Zainabiyyah” dinukil sebuah riwayat dari Nabi saw yang bersabda, “Umatku yang hadir saat ini hendaknya menyampaikan kemuliaan cucuku Zainab kepada mereka yang tidak hadir di sini bahwa ia (Zainab) seperti neneknya Khadijah.”

Khadijah adalah simbol pemikiran dan budaya Islam dalam perkhidmatan kepada Islam. Level Zainab dan Khadijah dalam perkhidmatan kepada umat Islam ini tampaknya sejajar dan hingga hari kiamat akan tetap berlanjut.

Imam Musa Sadr dalam salah satu orasinya tentang Zainab menyebutkan bahwa Zainab adalah produk tarbiyah rumah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Hal ini menunjukkan bahwa produk pendidikan anak perempuan di rumah Ahlul Bait adalah seorang yang setingkat dan selevel Zainab. Kita sebagai pencinta dan bahkan mengaku Syiah mereka harus memperhatikan tingkat atau level seperti itu dalam mendidik anak-anak perempuan kita.

Level ini menunjukkan bagaimana seorang anak perempuan harus dididik dengan berbagai karakter baik dan apa yang harus dilakukan dalam proses pendidikannya sehingga dapat menjadi seperti Zainab. Tentunya terdapat banyak indikator dalam pendidikan Islam dan Syiah untuk mendidik anak perempuan, namun bila kita ingin menjadikan indikator-indikator ini sebagai tingkat panutan, maka tingkat panutan tersebut dapat disebutkan dari Zainab.

Imam Musa Sadr juga menyebutkan bahwa Zainab menjadi titik balik dalam pendidikan, namun indikator-indikator panutan ini sejauh ini masih belum diuraikan dengan baik. Bila proses pendidikan Zainab di rumah Ali dan Fatimah dapat disampaikan, level pendidikan anak perempuan dalam madzhab Syiah juga akan menjadi jelas. Namun sangat disayangkan karena hari ini penampilan lahiriah dan kemewahan telah menjadi tolok ukur pendidikan bagi banyak keluarga.

3 karakter Zainab

Zainab memiliki banyak karakter terpuji. Ilmu pengetahuan dan kefasihan dalam orasi di antara yang terpenting. Artinya, Zainab adalah seorang alim (cendikiawan) yang memiliki kefasihan dan balaghah. Contohnya dapat disaksikan dalam peristiwa yang terjadi di pertemuan Ibnu Ziyad dan Yazid, apa yang sudah Zainab tunjukkan di sana.

Selain itu, Zainab juga menyelenggarakan majlis tafsir Al-Quran pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib di kota Kufah. Ketika Ibnu Abbas menjelaskan ucapan Fatimah Zahra tentang Fadak, ia menukil ucapan tersebut dengan topik “Aqilah kita Zainab”.

Ilmu pengetahuan, kegigihan, dan balaghah adalah 3 karakter Zainab yang dapat disaksikan dalam pertemuan dengan Yazid. Bahkan ketika Zainab datang ke Madinah setelah peristiwa Karbala, Gubernur Madinah menulis sepucuk surat kepada Yazid memberitahukan aktifitas beliau tentang majlis-majlis dan tausiah-tausiah pencerahan beliau yang menampakkan kezaliman penguasa Bani Umawiyah.

Zainab juga memiliki sisi kehidupan sosial politik. Titik fokus kehidupan sosial politik ini dapat dilihat di peristiwa Karbala saat beliau menghadapi jasad suci Imam Husain yang berlumur darah. Beliau berucap, “Ya Allah! Terimalah pengorbanan yang sedikit ini dari kami.”

Dalam adegan seperti ini, tampaknya sangat wajar jika seseorang, apalagi seorang wanita akan mengungkapkan kalimat yang emosional, namun Zainab menyatakan ucapan di atas yang selain menunjukkan kasih sayang seorang adik perempuan, juga menyingkap akal dan kegigihan beliau saat menghadapi jasad suci sang kakak dalam kondisi menyedihkan seperti itu. Zainab ingin menjelaskan bahwa masalah syahadah lebih dari hanya sekedar permasalahan keluarga.

Pada dasarnya, dimensi emosional dalam diri Zainab berubah menjadi dimensi rasional, sosial, dan spiritual. Juga menjadi bagian paling indah ketika Zainab menemui jasad Imam Husain saat itu. Zainab mengambil sikap sabar demi ridha Ilahi di hadapan syahadah saudara tuanya.

Aku tidak melihat selain keindahan

Saat berhadapan dengan Ibnu Ziyad, Zainab berkata, “Aku tidak melihat di Karbala selain keindahan.” Kata-kata Zainab terkait peristiwa Asyura mengantarkan akal pikiran kepada hakikat peristiwa tersebut. Meskipun realitanya bahwa 72 orang mencapai syahadah pada hari Asyura dan Zainab telah kehilangan sang kakak dan keluarganya yang semuanya merupakan sebuah derita, namun kata-kata tersebut menunjukkan bahwa Karbala adalah indah.

Dengan melihat bahwa kedudukan qurb Ilahi (kedekatan kepada Allah swt) adalah indah, maka syahid yang merupakan kedudukan qurb tertinggi, juga indah. Madrasah syahadah dan perjuangan menghadapi kezaliman adalah indah. Oleh karena itu, Zainab selalu akan mengantarkan benak dan akal pikiran manusia dari peristiwa Asyura kepada hakikat Asyura. Hal itu beliau realisasikan dengan ungkapan “Aku tidak melihat di Karbala selain keindahan” yang sebagiannya menunjukkan kedudukan ridha Ilahi dan dari sisi lain, tidak putus asa dari rahmat-Nya.