Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Ummul Banin Sa (bagian2)

Kenapa Ummul Banin Sa?

Aqil adalah pakar di bidang nasab dan keluarga berbagai kabilah, termasuk kriteria dan seluk-beluk mereka. Ia mengenalkan keluarga Ummul Banin[vii] kepada Imam Ali as. Ia menyampaikan, di kalangan Arab saya tidak mendapatkan keluarga yang lebih pemberani dan tangguh dibanding leluhurnya. Imam Ali as pun menikah dengannya.[viii] Setelah menikah dengan Imam Ali as, Ummul Banin tinggal di rumah yang pernah dihuni oleh sosok perempuan suci, Sayidah Fatimah as. Di sana ada anak-anak yang pernah beliau didik yaitu, Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu Kulsum. Sebagai perempuan yang terdidik dan dari keluarga beradab, Ummul Banin tahu dan paham betul bagaimana keluarga barunya itu. Perilaku dan akhlak mulianya mencerminkan kecintaanya kepada Ahlulbait as. Sesaat setelah menjadi istri Amirul Mukminin Ali as, suatu ketika al-Hasan dan al-Husain as sakit. Dengan penuh cinta dan kasih ia menjaga dan merawat mereka sebagaimana anaknya sendiri.[ix]

Di rumah Imam Ali as Ummul Banin menganggap dirinya sebagai hamba sahaya bagi anak-anak sayidah Fatimah sa. Dengan rendah hati ia tinggal dan berkhidmat di rumah Imam Ali as. Di keluarga tersebut ia kemudian juga melahirkan beberapa anak. Ia terinspirasi sayidah Fatimah sa dalam mendidik anak-anaknya. Didikannya berhasil menjadikan anak-anaknya sangat patuh dan menghormati anak-anak sayidah Fatimah sa. Mereka bahkan memanggil anak-anak sayidah Fatimah sa dengan sebutan sayyidi (tuanku) dan pemimpinku. Karenanya, setelah kesyahidan Imam Ali as dan naiknya al-Hasan as sebagai imam, anak-anak Ummul Banin tetap setia dan patuh kepada imam yang sah itu.

Abbas adalah seorang pemuda yang gagah, tegap, terkenal santun di kalangan pemuda Bani Hasyim, pemberani dan memiliki pesona yang jarang tertandingi. Ia selalu patuh kepada saudara-saudaranya. Saat Imam Hasan as mengadakan perdamaian dengan musuh, ia pun patuh sepenuhnya kepadanya. Sang ibu berhasil mendidik dan mengajarinya hingga ia sama sekali tidak pernah berharap mendapat kedudukan. Setelah kesyahidan Imam Hasan as ia tunduk kepada Imam Husain as. Ia menyertai dan berjuang membela saudaranya, al-Husain as di Karbala. Segala kesantunan, ketaatan, dan ketundukan kepada imam yang dimilikinya adalah hasil dari air susu dan didikan seorang ibu yang merdeka dan setia.

Ketika Imam Husain as hendak meninggalkan Madinah, di antara penolong setia yang mengikutinya adalah empat putra Ummul Banin. Dengan ketajaman pikiran, mereka memilih mengikuti langkah imamnya. Empat putra pemberani tersebut adalah Abbas (Abul Fadhl), Abdullah, Jakfar, dan Utsman. Mereka semua turut berjuang di barisan Sayidus Syuhada al-Husain as hingga gugur syahid di Karbala.[x]

Dalam sejarah Islam, Ummul Banin adalah salah seorang wanita yang rela mengorbankan seluruh jiwanya, yaitu keempat buah hatinya, untuk berjuang di jalan Allah swt bersama imam zamannya. Makrifatnya begitu tingga hingga ia mampu mengenal siapa imamnya dan mengerti tuntutan zaman. Karena itu ia merelakan keempat putranya untuk menyertai sang imam. Ia sama sekali tidak meminta salah satu dari mereka supaya tinggal menemaninya, seluruhnya ia utus demi mentaati dan menyertai imam untuk berjihad di jalan Allah swt.

Ketika mendengar kabar tentang tragedi Karbala, Ummul Banin selalu bertanya, apa yang terjadi dengan Husainnya Fatimah? Setelah tragedi Karbala dan menerima kabar kesyahidan keempat putranya, perempuan tangguh ini tetap tegar bagai gunung kokoh, sama sekali tidak menampakkan kegundahan. Ia malah berkata, semoga mereka semua berkorban demi membela al-Husain as. Hal ini adalah cerminan dari puncak keikhlasannya kepada Ahlulbait as, khususnya Imam Husain as. Selain itu, di antara kedudukan yang ia miliki adalah, saat di Madinah ketika Sayidah Zainab sa sendiri yang langsung menemuinya untuk menyampaikan belasungkawa atas kesyahidan putra-putranya.[xi]

Ummul Banin dikenal sebagai seorang sastrawan dan penyair fasih, terkemuka dan cakap. Ia lantunkan banyak syair dan kasidah tentang Imam Husain as, para syuhada Karbala, dan keempat putranya yang gugur di Karbala. Kabarnya, setelah terjadi tragedi Karbala ia pergi ke pemakaman Baqi. Di sana ia menangis dan malantunkan kidung kesedihan untuk mengenang apa yang dialami al-Husain as, para pengikutnya, Abbas dan putra-putranya yang lain. Itu merupakan bentuk protes terhadap kondisi politik dan sosial sekaligus menjaga misi perjuangan di Karbala. Diriwayatkan, Marwan bin Hakam, gubernur Madinah pernah rindu dengan syair yang menyayat hati gubahan Ummul Banin.

Syair Ummul Banin Sa tentang Kesyahidan Pemegang Panji Karbala

Ummul Banin sa memiliki syair yang indah tentang tragedi Karbala dan keempat putra perkasanya:

"Jangan lagi cantumkan nama Ummul Banin pada diriku (ibu dari empat putra: Abbas, Abdullah, Jakfar, dan Utsman), jangan anggap lagi aku ibunya para singa pemburu, karena adanya anak-anak panggilan Ummul Banin ditujukan padaku, kini ku sambut pagi tanpa lagi ada seorang anak di sisiku…” Usia putra-putra Ummul Banin yang gugur syahid di Karbala adalah sebagai berikut: Abbas 34, Abdullah 25, Utsman 21, dan Jakfar 19 tahun.[xii]

Ia bersyair tentang putra sulungnya, Abbas: Wahai yang menyaksikan Abbas, ia menyerang manusia-manusia ‘lemah’, di belakangnya ada para petarung putra-putra Ali Haidar as, mereka semua sangatlah tangguh dan kuat.[xiii]

Singkatnya, Ummul Banin adalah putri Hizam dan Tsamamah binti Suhail dari kabilah Bani Kilab. Tidak ada kabar yang jelas tentang masa kecil dan mudanya. Ia menikah dengan Amirul Mukminin as dan melahirkan empat anak laki-laki yang diberi nama: Abbas, Abdullah, Utsman, dan Jakfar. Mereka semua gugur syahid dalam membela Imam Husain as. Ummul Banin menciptakan syair dan kasidah tentang kesyahidan mereka. Ia wafat tahun 70 H.[xiv]

Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Ummul Banin

1. Mendidik anak dengan benar berdasarkan ajaran Ahlulbait as.

2. Memiliki banyak anak dan mengasuhnya dengan baik. Memiliki banyak anak itu sendiri, sudah merupakan sebuah keutamaan. Karena syarat utama Amirul Mukminin as ketika menikah dengan Ummul Banin adalah memiliki banyak anak. Saat ini para perempuan tidak perlu khawatir memiliki banyak anak. Hendaknya mereka memiliki banyak anak dan mendidiknya untuk menjadi generasi penolong imam zamannya.

3. Mendidik anak agar menjadi pengikut imam zamannya.

4. Mempraktikkan pelajaran kesetiaan kepada suami, memahami kedudukannya, taat kepadanya, mengutamakan urusan rumah tangga, dan mendidik anak supaya menjadi pribadi yang tangguh.

5. Mengajarkan kepada anak agar cinta agama dan rela berkorban demi kebenaran serta membentuk karakter dengan cinta dan mengikuti Ahlulbait as.

6. Mendidik anak agar sudi berkorban demi agama.

7. Teguh dan sabar dalam menjalankan ajaran Allah swt. Setelah kesyahidan putra-putranya, pertama yang dilakukan Ummul Banin adalah berduka untuk Imam Husain as baru kemudian untuk Abbas dan putra-putranya yang lain.

Semoga Allah swt senantiasa mencurahkan rahmat-Nya bagi Ummul Banin dan putra-putranya.

CATATAN:

[i] Lihat: Tarikh-e Tamadon, Will Durant, jld. 1.

[ii] Qs. Mulk: 3-4, al-Taubah: 71, al-Rum: 30.

[iii] Nu’man bin Muhamad al-Tamimi al-Magribi, Syarh al-Akhbar, jld. 3, Nasyr Islami, Qom, hal. 182.

[iv] Abu al-Faraj Isfahani, Maqatil al-Thalibin, cet. II, Darul Kitab, Qom, hal. 53.

[v] Ali Namazi, Mustadrak al-Safinah al-Bihar, jld. 9, cet. 1419 H, Nasyr Islami, Qom, hal. 217.

[vi] Abdurrazzaq Musawi Muqadam, al-Abbas, hal. 130.

[vii] Syaikh Mufid, al-Irsyad, cet. III, 1373, Islamiah, jld. 1, hal. 342.

[viii] Sayid Musthafa Husaini Dasyti, Ma’arif wa Ma’arif, hld. 1, cet. I, 1385, Tehran, Arayeh, hal. 869.

[ix] Al-Abbas, ibid.

[x] Syaikh Mufid, al-Irsyad, jld. 1, Darul Mufid, hal. 254.

[xi] Di bawah pengawasan Muhamad Kadhim Musawi, Daereh-e Maaref-e Bozorge Islami, jld. 1, cet I, Tehran, 1380, pusat Daereh-e Maaref-e Bozorge Islami, hal. 186.

[xii] Lihat: Jawad Muhaddisi, Farhangge Asyura.

[xiii] Muhsin Amin, A’yan al-Syiah, jld. 8, Bairut, Dar al-Ta’aruf Li al-Mathbuat, 1403 H, hal. 389.

[xiv] Zuhrah Yazdan Panah, Zanane Asyurai, cet I, Tehran, Helal, 1383, hal. 151.