Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Mahkota Wanita

1 Pendapat 05.0 / 5

Hijab bagi seorang wanita merupakan sebuah mahkota kebesaran, yang mana dengannya ia akan dikenali kedudukan, harga dan martabatnya. Hijab adalah pakaian atau kain besar dan panjang yang menutupi seluruh badan.

Mahkota menunjukkan kebesaran orang yang memakainya. Dengan mahkota tersebut kita bisa mengenali kedudukan dan nilai seseorang. Tentu raja yang bermahkota berbeda dengan rakyat biasa. Karena itu perlakuan kita pun akan berbeda terhadap keduanya.

Hijab bagi seorang wanita merupakan sebuah mahkota kebesaran, yang mana dengannya ia akan dikenali kedudukan, harga dan martabatnya. Dengan hijab, laki-laki akan memposisikan wanita sesuai dengan kedudukannya. Mereka akan menghormati dan tidak akan mudah memandang, menyentuh dan melecehkan wanita.

Hijab adalah pakaian atau kain besar dan panjang yang menutupi seluruh badan sebagaimana disebutkan dalam Alquran:

يا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْواجِكَ وَ بَناتِكَ وَ نِساءِ الْمُؤْمِنينَ يُدْنينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ ذلِكَ أَدْنى‏ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَ كانَ اللهُ غَفُوراً رَحيماً[1]

"Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.

Hijab bukan penutup kepala akan tetapi pakaian yang menutupi seluruh badan. Menutupi seluruh badan termasuk lekuk tubuh dan dan kulit. Jadi pakaian seksi yang menutupi kulit wanita atau pakaian longgar yang transparan belum memenuhi syarat hijab yang syar’i.

Jadi hijab berbeda dengan jilbab dalam istilah ‘urf[2] Indonesia. Jilbab dalam ‘urf Indonesia dalam ahasa Arab disebut sebagai khimar atau kerudung penutup kepala. Allah swt berfirman:

وَ قُلْ لِلْمُؤْمِناتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصارِهِنَّ وَ يَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدينَ زينَتَهُنَّ إِلاَّ ما ظَهَرَ مِنْها وَ لْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلى‏ جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدينَ زينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبائِهِنَّ أَوْ آباءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنائِهِنَّ أَوْ أَبْناءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوانِهِنَّ أَوْ بَني‏ إِخْوانِهِنَّ أَوْ بَني‏ أَخَواتِهِنَّ أَوْ نِسائِهِنَّ أَوْ ما مَلَكَتْ أَيْمانُهُنَّ أَوِ التَّابِعينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلى‏ عَوْراتِ النِّساءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ ما يُخْفينَ مِنْ زينَتِهِنَّ وَ تُوبُوا إِلَى اللهِ جَميعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ[3]

Katakanlah kepada kaum wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (supaya dada dan leher mereka tertutupi), dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, wanita-wanita seagama mereka, budak-budak yang mereka miliki, laki-laki kurang akal yang ikut bersama mereka dan tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan pada saat berjalan, janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Dari kedua ayat di atas dapat dipahami bahwa hijab dan juga kerudung merupakan kewajiban agama bagi setiap muslimah. Wanita hanya boleh menampakkan badan dan perhiasannya hanya kepada orang-orang tertentu yang disebut dengan mahram[4] dan itu pun dengan batasan-batasan tertentu sesuai dengan derajat kemahramannya sebagaimana ditentukan dalam fikih.[5]

Dari ayat tersebut juga diketahui bahwa hijab memberikan identitas tersendiri kepada kaum wanita agar mereka lebih mudah dikenali dan tidak diganggu. Tentu saja hijab bukan sekedar balutan kain panjang yang menutupi seluruh badan. Akan tetapi hijab memiliki makna batin yang mana menunjukkan sebuah prinsip dan ideologi seorang wanita. Karena itu dalam Islam dikenal apa yang disebut dengan "iffah” atau kesucian.

Hubungan antara hijab dan iffah sebagaimana pemisalan antara hujan dan tanah yang basah. Setiap kali hujan tanah di halaman rumah pasti basah, akan tetapi tanah yang basah tidak selalu karena hujan. Boleh jadi karena tukang kebun menyiram tanaman yang ada di halaman tersebut. Artinya wanita yang memiliki iffah pasti akan berhijab dan menjaga dirinya. Ia tidak hanya sekedar menutupi badannya akan tetapi menjaga pandangannya, suaranya dan sikapnya dalam pergaualan. Karena itu hijabnya akan mempengaruhi perlakuan laki-laki terhadapnya. Akan tetapi wanita yang berhijab belum tentu memiliki iffah, karena itu sangat mungkin laki-laki berani mengganggu dan melecehkannya. Bisa jadi ia berhijab karena paksaan atau ingin tampil lebih cantik dan menarik. Karenanya anggapan bahwa wanita tak berhijab kadang lebih baik dan dihormati laki-laki dari wanita berhijab merupakan anggapan yang salah.

CATATAN:

[1] Q.s al Ahzab: 59

[2] ‘Urf adalah pandangan masyarakat awam

[3] Q.s Nur: 31

[4] Mahram adalah orang – orang yang tidak boleh melakukan pernikahan seperti ayah dan anak. Adapun mahram wanita sebagaimana tersebut dalam surat Nur:31.

[5] Sebagai contoh, wanita boleh menampakkan seluruh badannya hanya kepada suaminya, sedangkan kepada mahram lainnya ada batasan tertentu misalnya sebatas rambut dan tangannya. Untuk lebih jelas silakan merujuk pada buku – buku fikih.