Bagaimana menentukan pasangan yang layak menurut ajaran Islam?

Sebagai agama yang membangun peradaban, dalam hal proses pemilihan pasangan hidup Islam mendukung teori Filter. Lebih dari itu, Islam berupaya memberikan  pemahaman dan model yang baru berkaitan dengan kriteria pasangan. Teori Filter menyatakan bahwa individu menggunakan pertimbangan tertentu sebagai kriteria calon pasangan, yaitu kesamaan latar belakang pasangan. Selain menjadi syarat kriteria pasangan, kesamaan atau sekufu dalam ajaran Islam juga menjadi jaminan ketahanan keluarga.

Kesamaan yang ditonjolkan dalam Islam adalah bahwa calon suami dan istri haruslah memiliki kesesuaian dalam hal iman dan akhlak. Ketika ditanya tentang ‘sekufu’yang menjadi syarat kesesuaian pasangan, Rasulullah shalallahu alaihi wa alihi bersabda: “Mukmin kufu dan setara dengan mukmin lainnya”[1](Wasail as-Syiah, jil. 14:39). Laki-laki mukmin merupakan kufu bagi perempuan mukmin dan sebaliknya. Sedangkan laki-laki dan perempuan tidak mukmin tidak sekufu bagi mukmin. Ketika kriteria ini sudah ada, syarat lainnya dapat diabaikan meskipun belum terpenuhi.

Dalam hadis lain Rasulullah salallahu alaihi wa alih bersabda: “Jika seseorang yang memiliki agama dan akhlak yang baik datang melamar, janganlah ia kalian tolak”. Seseorang kemudian bertanya apakah harus menikahkan putrinya kepada seseorang meskipun tidak kuat secara nasab atau keturunan. Rasulullah kembali mengulang pernyataan tersebut di atas[2] ( Wasail as-Syiah, jil. 14:52).

Pada saat yang sama, iman kepada Islam saja masih belum dianggap cukup. Kepatuhan seseorang terhadap aturan dan konsekwensi praktis dari iman tersebut juga menjadi kriteria penting calon pasangan. Misalnya dalam riwayat lain dinukil bahwa sifat amanah bagi seorang laki-laki juga termasuk aspek sekufu. Al-quran dalam surah an-Nur ayat 3 menyatakan seorang yang suka melakukan zina tidak direkomendasikan untuk dinikahi. Riwayat lainnya mengungkapkan bagaimana seorang pria pemabuk tidak dianggap memiliki kelayakan untuk menikah[3]( Wasail as-Syiah, jil. 14:53).

Islam menjadikan pendidikan akhak seseorang sebagai hal penting dari beberapa kriteria menentukan calon mempelai. Diriwayatkan seseorang menulis surat kepada Imam Ridha alaihi salam: “Salah seorang kerabat yang terkenal berakhlak buruk melamar putri saya”. Dalam jawabannya Imam as: “Jika akhlaknya buruk, jangan nikahkan dia”[4](Wasail as-Syiah jil. 14: 54)