Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Kenali Dunia, Maka Engkau Akan Bahagia

1 Pendapat 05.0 / 5

Ilmu dan ma’rifat seseorang terhadap sesuatu menentukan bagaimana ia menyikapi sesuatu tersebut.

Kebahagiaan adalah sebuah rasa; rasa yang ada di dalam jiwa. Karena itu kebahagiaan tergantung pada sikap dan keadaan jiwa yang mana sikap tersebut dipengaruhi oleh pandangan dan pikiran kita. Sebagian besar kesengsaraan disebabkan karena kecemasan dan kesedihan terhadap sesuatu. Semua ini bermula dari kesalahan memandang dan berfikir. Di sinilah pentingnya ilmu yang dihasilkan dari proses berfikir.

Ilmu dan ma’rifat seseorang terhadap sesuatu menentukan bagaimana ia menyikapi sesuatu tersebut. Di saat seseorang mengetahui nilai emas maka ia akan memberikan perhatian kepadanya akan tetapi bagi orang yang tidak mengetahuinya maka ia akan mencampakkannya. Begitu juga dengan kesalahan dalam menilai, jika batu dianggap emas dan emas dianggap batu, tentu sikap kita terhadap keduanya akan terbalik. Kita akan mencari batu dan meninggalkan emas. Begitu juga dengan kehidupan dunia ini.

Menganggap yang fana sebagai sesuatu yang kekal dan menjadikannya sebagai tujuan, jelas hasilnya adalah kesengsaraan. Ibarat mengejar bayang – bayang. Setiap kita berlari mengejar dan menangkapnya kita akan gagal dan akhirnya kesedihan, keputus – asaan dan kesengsaraan memenuhi jiwa. Akan tetapi jika kita mengetahui bahwa bayangan itu hakikatnya tidak ada, maka kita tidak akan mengejarnya dan tidak akan bersedih karenanya. Disinilah pentingnya mengenal dunia.

Imam Ali as berkata:

من‏ عرف‏ الدنيا لم‏ يحزن‏ للبلوى[1] لم‏ يحزن بما أصابه[2]

"Barangsiapa mengenal dunia, ia tidak akan pernah bersedih untuk setiap bencana juga tidak pernah bersedih terhadap apa-apa yang menimpanya”.

Bagaimana pengenalan terhadap dunia bisa menjauhkan manusia dari kesedihan dan mengantarkannya pada kebahagiaan? Sebelum kita menjawab pertanyaan ini mari kita kenali terlebih dahulu wajah asli dunia melalui kalam suci Allah swt dan manusia – manusia suci as.

Al Quran menjelaskan:

وَ مَا الْحَياةُ الدُّنْيا إِلاَّ مَتاعُ الْغُرُورِ[3] مَتاعُ الدُّنْيا قَليلٌ وَ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقى‏[4] وَ مَا الْحَياةُ الدُّنْيا إِلاَّ لَعِبٌ وَ لَهْوٌ وَ لَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذينَ يَتَّقُونَ أَ فَلا تَعْقِلُونَ[5]

"Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Kesenangan dunia ini hanya sedikit (sebentar) dan akhirat itu lebih baik bagi orang – orang yang bertakwa. Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan permainan dan senda gurau. Dan sesungguhnya kampung akhirat itu lebih baik bagi orang – orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”

Dan masih banyak lagi ayat – ayat senada yang menjelaskan hakikat dunia dan kehidupan yang ada di dalamnya. Sedangkan imam Ali as mengatakan bahwa dunia ini adalah kampung yang fana sedangkan akhirat adalah kampung yang kekal.

‏ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ الدُّنْيَا دَارُ فَنَاءٍ وَ الْآخِرَةُ دَارُ بَقَاءٍ[6]

"Wahai manusia! sesungguhnya dunia ini adalah kampung yang fana dan akherat adalah kampung yang kekal”.

Karena itu jika kita mengetahui dan meyakini bahwa dunia adalah sesuatu yang fana dan pasti sirna, maka kita tidak akan menjadikannya harapan, cita – cita dan tujuan hidup. Memang dunia ini diciptakan untuk kita, tapi kita tidak diciptakan untuk dunia.

إنَّكُمْ خُلِقْتُمْ لِلْآخِرَةِ وَ الدُّنْيَا خُلِقَتْ لَكُمْ

"Sesungguhnya kalian diciptakan untuk akhirat dan dunia ini dicipkatan untuk kalian”.[7]

Artinya dunia bukan tujuan akan tetapi sarana untuk mencapai akherat sebagai tujuan kita. Karena itu hendaknya kita meletakkan dunia di tangan kita dan akhirat di hati. Sebagaimana imam Ali as mengatakan bahwa hiduplah di dunia ini dengan badanmu dan hiduplah untuk akhert dengan hati dan amalmu.[8] Kehidupan dunia ini dengan segala hiruk pikuknya, susah – senangnya dan ujian yang ada di dalamnya sangatlah singkat dan cepat.[9] Ibarat seorang yang bertamu ke rumah orang lain, sebentar dan pergi tanpa membawa apa – apa.[10] Inilah hakikat dunia.

Karena itu orang yang berakal tidak akan menghabiskan umurnya untuk mengejar dunia yang pasti ia tinggalkan. Dan ia tidak akan meratapi dunia dan segala isinya yang fana. Seorang akan tetap kuat saat kehilangan sesuatu atau saat mendapatkan bencana. Bahkan semuanya terasa manis dan indah. Sebagaimana hazrat Zainab al Kubra melihat tragedi karbala sebagai seindahan. Beliau berkata:

مَا رَأَيْتُ‏ إِلَّا جَمِيلا

"Tidak ada yang ku lihat kecuali keindahan”.[11]

Bagaimana pembantaian orang – orang yang dikasihinya nampak indah di mata beliau? Kata – kata ini tidak bisa dipahami jika kita tidak mengerti apa arti "kekal” dan "fana”. Sungguh kata – kata agung yang menunjukkan keimanan dan kekuatan akal.

Akan tetapi sebaliknya jika kita menganggap dunia sebagai sesuatu yang sangat berharga, kekal, dan indah. Maka kita akan terpana dan jatuh cinta. Akibatnya hati tertambat, harapan merekah, cita – cita menjulang dan ia akan menjadi tujuan. Akan tetapi disayangkan, dunia tetaplah dunia, fana telah menjadi hakikatnya. Suatu saat ia akan meninggalkan atau ditinggalkan. Hasilnya jiwa terpukul, kesedihan dan kesengsaraan. Sebagaimana Rasulallah saw mengatakan bahwa kecintaan terhadap dunia akan menambah kesedihan dan derita.[12] Karena kita sudah salah dari awal, meletakkan nilai dan harga pada sesuatu yang kecil, menganggap kekal sesuatu yang fana.

Inilah jawaban dari mengapa mengenal dunia bisa menghindarkan kesedihan dan mengantarkan kita pada kebahagiaan. Karena dengan mengenal hakikat dunia kita bisa bersikap bijak dalam berinteraksi dengannya. Memposisikan dan memberi harga yang sesuai dengan hakikatnya.

CATATAN:

[1] Syarh Nahjul Balaghah Ibn Abi Al Hadid, jild 20, hal 271

[2] Ghuru al Hikam, hal 649

[3] Q.s al Imran: 185

[4] Q.s al Nisa: 77

[5] Q.s al An’am: 32

[6] Amali, hal 110

[7] Nahjul Bara’ah fi Syarh Nahjul Bala’ah, jild 13, hal 47

[8] Ghurur al Hikam, hal 530

[9] ‘Uyunul Hikam, hal 147

[10] Irsyad al Qulub, jild 3, hal 23-24

[11] Bihar al Anwar, jild 45, hal 116

[12] Khishal, jild 1, hal 73.