Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Persalinan Agung(2)

1 Pendapat 05.0 / 5

Ali tumbuh mekar seiring dengan bergulirnya roda zaman. Hari demi hari bersusulan, sementara yang tertangkap oleh kedua bola matanya yang bening adalah paras-paras yang menatapnya dengan cinta dan senyum kehangatan. Di tengah orang-orang yang sering dilihat dan memberinya senyuman, sebuah paras teduh telah menyita perhatiannya. Lelaki yang berwajah sejuk bagai telaga itu adalah pemilik nama indah dan agung, Muhammad.

Cinta samawi telah merangkai kedua hati manusia samawi itu dalam potret cinta ilahi yang abadi dan kudus, yang kelak akan diwartakan oleh sejarah.
Akibat krisis ekonomi yang tak terkendali, Abu Thalib yang menanggung banyak anak pun memasuki masa-masa paling sulit dalam hidupnya sebagai kepala rumah tangga. Muhammad pun mengambil langkah untuk menemui al-Abbas, pamannya yang menjadi pengusaha sukses, dan memintanya untuk turut serta dalam meringankan beban keuangan yang dipikul saudara tertuanya, yang menjadi “walikota” (pemuka) Mekkah itu dan sesepuh klan Bani Hasyim.

Permohonan Muhammad pun disambutnya dengan gembira. Al-Abbas menjadikan Ja’far sebagai anak angkat dan Muhammad berjanji akan mengasuh Ali di rumahnya bersama Khadijah, sang istri.

Sejak saat itulah, Ali berada dalam curahan kasih dan cinta manusia teragung itu, yang menjadi ayah angkat sekaligus guru dan pembimbingnya. Dalam rumah di kampung bernama Salam itu, Ali yang beranjak remaja menemuka contoh sempurna dari seorang manusia yang terus ditiru dan diikutinya.

Dalam rumah sederhana itulah, Ali senantiasa menghirup aroma wangi Risalah dan menangkap cahaya Wahyu yang setiap malam memecah gelap angkasa Bakkah.

Muhammad telah membuktikan dirinya kepada generasi mendatang rahasia kesuksesan yang gemilang dalam mendidik dengan mencetak seorang “Ali” sebagai contoh sempurna seorang kader, murid dan pelanjut.Ali tidak pernah melepaskan diri dari seluruh kegiatan panutannya itu sekejap pun, laksana bayangan yang senantiasa mengikutinya. Setiap hari ia dituntun Muhammad bertawaf di Ka’bah. Dan setiap tahun Ali dengan senang hati menemani Muhammad menempuh perjalanan panjang untuk menjalani ritus khusus dan kontemplasi di Gunung Hira, yang hanya bisa menampung dua orang.

Ali yang kini telah menjadi remaja dan menunjukkan talenta kecerdasan yang luar biasa terus memperhatikan sepak-terjang dan gerak-gerik idolanya saat melakukan perenungan dan penyucian jiwa. Muhammad pun tak henti-hentinya memperhatikan dan mengawasi kemajuan dan perkembangan spiritual serta intelektual anak didiknya itu setiap hari. Muhammad telah memantulkan cahaya samawinya kepada Ali melalui perubahan perilaku dan kematangan ruhaninya yang kian berpendar.