Fatimah dan Ali Figur Pengokohan Keluarga Islami

Keluarga adalah soko guru utama dalam rangkaian ibadah, keluarga juga merupakan sekolah pertama dan utama, kenyataan ini jelas juga disadari oleh musuh utama manusia, setan tidak akan pernah membiarkan sebuah keluarga menjadi keluarga harmonis, keluarga harmonis akan mencetak generasi-generasi emas dan merugikan setan dan keturunannya.
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ ويذكر فيها اسمه يسبه له فيها بالغدو والاصال[1]
[2]رجال لا تلهيهم تجارة و لا بيع عن ذكرالله واقام الصلاة وايتاء الزكاة يخافون يوما تتقلب فيه القلوب والابصار

Allah Swt dalam dua ayat diatas ini menguraikan tentang sebuah rumah, dimana rumah tersebut digunakan untuk memuji dan mengingat Allah, disni ada tiga kriteria yang menjadi parameter kemuliaan rumah ini, pertama penghuni rumah ini melakukan dzikrullah, kedua mereka juga mentasbihkan-Nya baik pagi maupun petang hari. Dalam tafsir Thabari buyut yang dimaksud dalam ayat ini adalah Masjid-masjid, tempat-tempat yang menjadi Baitullah, rumah Allah.[3]

Semua Rumah Bisa Menjadi Baitullah

Siapakah orang-orang yang dimaksud telah meninggikan dan berdzikir kepada Allah baik pagi maupun petang hari. Pada ayat ke-37 Allah Swt menjelaskan bahwa sosok itu adalah orang yang tidak lalai karena perdagangan dan muamalah yang lain untuk tetap mengingat Allah Swt. Dia juga tetap menunaikan salat, membayar zakat dan senantiasa waspada pada hari dimana hati dan penglihatan menjadi goncang. Hari ketika kematian menjemput, hari ketika kiamat yang ditetapkan Allah Swt akan terjadi.

Orang dengan kriteria inilah yang dimaksud, jadi bukan orang-orang yang hanya beribadah menghabiskan hidupnya untuk shalat di rumah dan di masjid tapi orang-orang yang hidup sebagaimana manusia normal lainnya, orang yang melakukan perniagaan, orang yang bermuamalah, melakukan kegiatan mencari nafkah, melakukan kegiatan sosial dan individual yang lain, namun walau sibuk dengan semua kegiatan ini dia senantiasa mengingat Allah Swt, sehingga tidak melakukan kecurangan yang merugikan orang lain sedikitpun, dia juga senantiasa mendirikan salat ketika waktunya tiba, dan selain itu dia juga menunaikan kewajiban-kewajiban untuk membayar zakat, baik zakat harta, khumus, zakat fitrah maupun kewajiban-kewajiban lainnya.

Keyakinan kepada Allah, keyakinan kepada adanya hari kiamat, selalu menjaga orang-orang ini sehingga tidak melakukan kecurangan dalam berdagang dan bersosialisasi dengan masyarakat luas, mereka selalu ingat kematian, bahwa kematian bisa datang kapan saja, dan mereka harus tetap waspada baik siang atau malam.

Jadi disini yang dimaksud bukan hanya pagi dan petang tapi ini lebih kepada setiap waktu, pagi mewakili berbagai pekerjaan yang baru dimulai, petang mewakili berbagai pekerjaan yang baru ditutup, seperti kebanyakan dilakukan oleh para petani, pada kenyataanya pekerjaan di era sekarang tidak lagi seperti dulu, hanya dari pagi sampai petang, sekarang dan bahkan sudah sejak puluhan tahun, pekerjaan pekerjaan tertentu bahkan tidak ada batasan waktu, para buruh, para satpam, para pekerja kasar kapal-kapal besar bekerja tanpa batasan pagi dan petang lagi.

Misdak Rumah dalam Ayat Ini

Salah satu rumah dengan penghuni dengan semua kriteria ini, selain rumah Nabi Muhammad Saw sendiri adalah Rumah putri beliau dan suaminya, rumah Ali dan Fatimah Salamullah alaihima.

Sebagian orang mungkin mengira bahwa Ali dan Fatimah Alaihima salam hanya salat dan berdoa dirumah mereka, Fatimah As hanya menangis sedih sehingga tetangga tidak kuat dengan tangisan Fatimah, padahal Fatimah menangis hanya sebentar saja yaitu setelah kepergian ayah beliau, akibat berbagai kejadian yang bertentangan dengan apa yang seharusnya sudah ditetapkan Allah melalui nabi-Nya, sehingga beliau sampai berkhutbah didepan khalayak ramai.

Fatimah dan Ali dalam keluarga yang juga menjadi home schooling bagi Hasan, Husain dan adik-adiknya, mereka juga bersenda gurau, bercengkrama dan hidup sebagaimana keluarga-keluarga yang lain, menciptakan keluarga yang harmonis, keluarga yang merupakan taman indah bagi anak-anak yang hidup dan menghabiskan waktu kecil disana, keluarga yang menjadi taman siswa bagi anak-anaknya.

Imam Khomeini dalam sebuah kesempatan dalam memberikan teladan, beliau pernah berkata kepada istri beliau, beliau berkata bahwa apakah boleh menukar pahala jerih payah istri dalam mengelola rumah dengan semua amal ibadah yang beliau lakukan seumur hidup.

Kita bisa melihat bagaimana Imam Khomeini Qudisa sirruh dalam beribadah, beliau adalah orang yang cinta salat, salat adalah kebahagiaan bagi beliau, waktu datangnya salat adalah waktu yang sangat beliau rindukan, beliau juga ketika dirumah tidak segan-segan mencuci piring padahal beliau adalah Ulama dan Marja’ taqlid besar. Beliau dengan semua jerih dan perjuangan dalam beribadah dan semua pengorbanan dijalan Allah rela menukarkan dengan pahala yang dimiliki istrinya dalam beribadah didalam rumah.

Ini adalah pelajaran besar bahwa pengorbanan istri di dalam rumah sangatlah besar, dan memiliki pahala yang luar biasa, disebutkan bahwa seorang suami yang mengerjakan kegiatan rumah seperti menyapu, mencuci piring, mencuci baju maka akan mendapat pahala yang besar jika dilakukan dengan kasih sayang dan keikhlasan, begitu juga sebaliknya ketika seorang istri menyiapkan makanan untuk suaminya, pahala amalan ini juga tidak sedikit.[4]

Kesimpulan

Setiap rumah memiliki kesempatan untuk menjadi buyutin adzinallah, menjadi baitullah, menjadi tempat yang diridhai Allah Swt. Hal ini bisa digapai dengan adanya kerjasama suami istri dalam membangun mahligai keluarga bahagia dan harmonis atas nama keridhaan Allah Swt.

[1] Qs Nur: 36. Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,

[2] Qs Nur: 37. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang (hari kiamat).

[3] https://quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura24-aya36.html, Tarikh Thbari hal: 354.

[4] Disarikan dari Ceramah Wiladah Sayidah Zahra As di ICC Jakarta 03 02 2021