Wajibul Wujud Melazimkan Sifat-Nya itu Ainu Dzatihihi

Dalil tauhid sifat berikut ini secara ringkas berasal dari konsep wajibul wujud-Nya Tuhan dan Konsep Kausalitas. Dalil itu ada tiga bangunan:

1. Dzat-Nya adalah Dzat Wajibul Wujud serta Ilatul Ilal, Wajibul Wujud, wujud wajib yang keberadaannya adalah sebuah keharusan, jika tidak ada maka tidak akan ada keberadaan yang lain, adanya keberadaan yang lain adalah karena Dzat-Nya ada. Ilatul Ilal, adalah konsep kausalitas, konsep yang juga kita kenal dengan sebab akibat. Dzat-Nya disebut dengan Ilatul Ilal karena merupakan sebab dari segala rangkaian sebab akibat, sebab yang bukan akibat, sebab yang tidak membutuhkan adanya penyebab selain-Nya.

Dzatnya Wajibul Wujud dan Ilatul ilal, dimana selain-Nya adalah akibat semata, akibat baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Semua kesempurnaan yang ada pada akibat (seperti ilmu, kuasa, perkasa dll) secara sempurna juga dimiliki oleh dzat Wajibul Wujud sebagai sebab sempurna dan utama. Karena yang tidak memiliki tidak bisa memberi.

3. Jika sifat bagi Dzat-Nya diluar dari Dzat-Nya hal ini melazimkan bahwa Dzatnya akan kosong dari suatu kesempurnaan.

Dengan dua bangunan dalil pertama, dapat diambil kesimpulan bahwa Dzat-Nya harus dan pasti memiliki semua kesempurnaan. Ketika dua bangunan dalil tersebut kita sandingkan dengan dalil ketiga, kita bisa menyimpulkan bahwa sifat-Nya tidaklah diluar dari Dzat-Nya tapi Sifat-Nya adalah Dzat-Nya itu sendiri, Sifat-Nya itu Ainu Dzat.[1]

Dengan bahasa lebih sederhana dalil ini bisa kita jelaskan sebagai berikut, jika sifat-sifat Dzati yang merupakan sebuah kelaziman pada Kesempurnaan wujud-Nya itu diluar Dzat-Nya,  hal ini melazimkan bahwa Dzat-Nya menjadi kosong dari berbagai kesempurnaan, ini berseberangan dengan Dzat-Nya yang Wajibul Wujud dan Ilatul Ilal. Dimana Dzat-Nya sama sekali tidak pernah dan tidak akan pernah membutuhkan kepada diluar Dzat-Nya, Karena Dia adalah Yang Maha Sempurna. Jadi Wajibul Wujud dan Ilatul Ilal sendiri memastikan bahwa Sifat-Sifat-Nya harus ada pada Dzat-Nya dan tidak diluar-Nya yakni Sifat-Nya Ainu Dzat-Nya.

Sifat Bagian dari Dzat atau Sifat Diluar dari Dzat-Nya

Jika dinisbahkan bahwa sifat-Nya bukan Ainu Dzat, ada dua kemungkinan disini, pertama sifat Ilahi itu bagian dari Dzat-Nya atau sifat Ilahi itu diluar dari Dzat-Nya; kemungkinan pertama secara jelas dan tegas adalah tidak mungkin. Karena hal ini melazimkan Dzat-Nya menjadi tersusun atas bagian-bagian, satu kondisi yang mustahil bagi Dzat-Nya yang Maha Sempurna dan Maha tidak Membutuhkan. Bertentangan dengan sifat Basith(بسيط).

Untuk kemungkinan kedua, maka dapat dipisah pada dua kemungkinan yaitu bahwa sifat itu wajibul wujud atau sifat itu adalah mumkinul wujud. Jika sifat merupakan wajibul wujud, hal ini tidak mungkin, wajibul wujud hanya bisa satu saja, yaitu Dzat-Nya yang Esa, Maha Kuasa, Maha Tunggal, adanya dua wajibul wujud mustahil karena jika ada dua maka ada dua yang Maha Kuasa, dan ini mustahil disebut Maha jika masih ada Maha saingan sebagai pembanding. Dengan demikian kemunkinan pertama sudah tertolak.

Untuk kemungkinan kedua bahwa sifat merupakan mumkinul wujud, maka kita bisa bertanya sebab dari akibat ini apa? Dalam asumsi sifat-Nya adalah mumkinul wujud, maka sifat ini butuh pada satu sebab akhir yang tidak membutuhkan kepada sebab, sebab yang pastinya adalah wajibul wujud. Asumsi ini melazimkan adanya dua wajibul wujud, dan seperti penjelasan sebelumnya, wajibul wujud itu selamanya esa dan tunggal. Jadi asumsi pertama sebagai wajibul wujud atau asumsi kedua sebagai mumkinul wujud keduanya adalah dua asumsi yang tertolak dan tidak memiliki dalil yang kuat. Lebih jelasnya bisa merujuk ke pembahasan tauhid dzat.

Selanjutnya misalnya sifat itu adalah mumkinul wujud, dan wajibul wujud untuk mumkinul wujud sifat ini adalah Dzat-Nya sendiri, hal ini jelas juga tertolak karena Dzat-Nya menjadi butuh kepada mumkinul wujud yang Dia ciptakan, bergantung kepada makhluk, kepada selain-Nya, ini bertentangan dengan Maha Mandiri-Nya, karena dengan demikian maka pada awalnya Dzat-Nya tidak sempurna sebelum akhirnya sifat-sifat bagi-Nya diciptakan, ini juga bertentangan dengan kaidah akal bahwa sebab tidak boleh kosong dari kesempurnaan yang dimiliki oleh akibat. Yang tidak memiliki tidak bisa memberi. Dzat yang tidak memiliki sifat hidup tidak mungkin bisa menciptakan kehidupan, selain itu hal ini juga bersebrangan dengan Sifat Wajibul wujud dan Ilautul Ilal-Nya.

Kesimpulan:

Dari ketiga dalil yang sudah dikemukakan maka kita simpulkan bahwa, Sifat Tuhan itu ada dan sifat-Nya ini bukan diluar-Nya, bukan juga bagian dari-Nya, bukan juga makhluk-Nya. Kemungkinan yang dikemukakan ini bertentangan dengan kaidah Wajibul Wujud, Ilatul ilal, dan Kemutlakan Tuhan. Tertolaknya kemungkinan ini menguatkan bahwa Sifat Tuhan itu bukan selain-Nya, bukan bagian dari-Nya tapi Sifat Tuhan adalah ainu dzatihi, Sifat-Nya itu Ainu Dzat-Nya.

[1] عبد الرزاق اللاهیجی، سرمایه ایمان ، ص 50 و 51.