Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Pancaran Cahaya Ramadan 12

1 Pendapat 05.0 / 5

Dalam sumber-sumber Islam, ada banyak riwayat tentang hak-hak mukmin atas saudara muslimnya. Beragam hak-hak mukminin antara satu dengan yang lain, pahala berkunjung dan bertemu dengan saudara mukmin dan mengingat mereka, menggembirakan mereka dan menjamu, menghormati mereka yang mencapai puncak di bulan Ramadan. Menariknya, Nabi Saw di hari ke-12 dari bulan Ramadan tahun pertama Hijrah menggalang hubungan persaudaraan antara Muhajirin Mekah dan warga Madinah.

Banyak dari mereka yang dekat secara pikiran dan memiliki latar belakang persahabatan sebelumnya langsung resmi menjadi saudara satu sama lain. Namun Nabi Saw tidak menemukan siapa pun yang layak untuk menjadi saudaranya di antara semua sahabat dan anggota suku dan kerabat, kecuali Ali bin Abi Thalib as. Dengan demikian, di samping berbagai kekerabatan dan hubungan Islam dengan Nabi Saw, Ali as secara resmi dianggap sebagai saudara agamanya, dan itu menjadi kebajikan yang besar ditambahkan ke keutamaannya.

Setelah itu Nabi Saw bersabda tentang Ali as, "Anta Minni Bimanzilati Haruna Min Musa, Illa Annahu Laa Nabiyya Ba'diy". Engkau dibanding aku seperti perbandingan Harun dengan Musa, kecuali bahwa "tidak ada Nabi setelah aku".

Ibnu Atsir, ulama besar Ahli Sunnah di buku terkenalnya Usdul Ghabah yang memperkenalkan para sahabat Nabi Saw menulis, "Nabi Saw dua kali antara dirinya dan Ali mengucapkan akad persaudaraan dan setiap kali, Nabi berkata kepadanya, 'Anta Akhi fid Dunya wal Akhirah', engkau adalah saudaraku di dunia dan akhirat."

Langkah Nabi Saw ini memiliki aspek politik dan sosial dan terhitung sangat bernilai dan bermanfaat. Dengan perbuatan ini, pada hakikatnya, berbagai keluarga, kabilah dan suku menjadi berhubungan dan bersambung. Peristiwa ini menjadi sarana bagi terciptanya persaudaraan universal dan global masyarakat manusia.

Hal yang Membatalkan Puasa

Perlu diketahui bahwa berdasarkan aturan fikih, bila orang yang berpuasa menyampaikan debu yang tebal ke kerongkongannya, maka puasanya batal, baik debut tebal itu makanan seperti tepung, atau bukan makanan seperti debu tanah. Orang yang berpuasa, atas dasar Ihtiyath Wajib, harus tidak menelan debu tebal seperti debu yang timbul akibat menyapu tanah. Namun hanya dengan masuknya debu ke mulut atau hidung tanpa sampai ke tenggorokan tidak membatalkan puasa.

Uap air yang ada di kamar mandi atau sauna tidak membatalkanpuasa, kecuali sedemikian tebal, sehingga sampai di mulut dalam bentuk air dan masuk ke dalam tenggorokan.

Asap rokok dan asap yang lain membatalkan puasa berdasarkan Ithiyath Wajib, dan orang yang berpuasa agar tidak menggunakannya. Terkadang orang yang berpuasa berada di sekitar kendaraan transportasi dan secara kebetulan asap kendaraan itu sampai ke tenggorokannya, dalam kondisi seperti ini, puasa tidak batal.

Mereka yang menderita sesak napas dan setiap harinya harus menggunakan obat semprot khusus, di mana alat ini menyampaikan bubuk gas lewat mulut menuju paru-paru, bila obat itu disertai dengan obat sampai ke tenggorokan, maka itu membatalkan puasa, tetapi bila berpuasa tanpa lewat jalan itu atau sangat sulit, maka menggunakannya diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa.

Gas oksigen yang memasuki paru-paru untuk memberikan napas buatan, selama masih berwujud gas, ia tidak membatalkan puasa. Sebagaimana ketika orang yang berpuasa menghirup viks untuk membuka jalan pernapasannya. Karena hanya menghirupnya tidak membatalkan puasa. Orang berpuasa yang menggunakan alat uap untuk pengobatan akan membatalkan puasa ketika uap tebal memasuki tenggorokan dan bila dapat meninggalkannya, maka harus menjauhinya.

Doa dan Munajat

Doa Abu Hamzah Tsumali merupakan salah satu doa yang dianjurkan untuk di baca di bulan Ramadan. Nama doa ini diambil dari Abu Hamzah Tsumali yang merupakan perawi, ahli hadis dan ahli tafsir al-Quran. Nama aslinya adalah Tsabit bin Dinar Tsumali dan merupakan penduduk Kufah. Ia hidup di abad kedua Hijriah dan merupakan sahabat empat Imam Syiah; Imam Sajjad, Imam Baqir, Imam Shadiq, Imam Musa al-Kazhim as.

Tentang dirinya, Imam Ridha as mengatakan, "Abu Hamzah Tsumali di masanya seperti Salman atau Luqman di masa mereka."

Dengan sedikit merenungi dua pribadi yang disebutkan bahwa Abu Hamzah Tsumali menyerupai mereka, maka terungkaplah keagungannya kepada kita. Nabi Muhammad Saw menyebut Salman sebagai Ahlul Baitnya karena posisi irfannya yang tinggi, sementara Luqman tercatat dalam sejarah akan kebijakan dan keilmuannya. Dengan demikian, ucapan Imam Ridha as menunjukkan kesempurnaan dan kebijakan Abu Hamzah. Abu Hamzah Tsumali termasuk pribadi yang riwayatnya mendapat perhatian ulama Ahli Sunnah.

Dengan pendahuluan ini, kita merujuk pada bagian lain dari doa Abu Hamzah Tsumali. Satu bagian yang mengingatkan manusia akan adab dan tata krama dalam berdoa. Setiap kali kita mengangkat tangan untuk berdoa, maka hendaknya mendahulukan untuk mendoakan orang lain dan usahakan doa kita bersifat umum. Artinya, saat memohon kebaikan dan kedermawanan Allah, hendaknya kita memohon juga untuk semua muslimin, tidak hanya untuk diri sendiri.

Kini mari kita baca penggalan dari doa Abu Hamzah Tsumali berikut ini.

"Ya Allah, sibukkanlah kami dengan mengingat-Mu, lindungilah dari murka-Mu, naungilah kami dari siksa-Mu, limpahkanlah rezeki kepada kami dari anugerah-anugerah-Mu, curahkanlah nikmat atas kami dari karunia-Mu, berikanlah kepada kesempatan untuk berhaji ke rumah-Mu yang suci dan menziarahi kuburan Nabi-Mu, semoga selawat, rahmat, ampunan, dan keridhaan-Mu senantiasa tercurahkan atasnya dan atas Ahlulbaitnya; sesungguhnya Engkau Maha Dekat nan Mengabulkan, anugerahkan kepada kami untuk mengamalkan ketaatan kepada-Mu, dan wafatkanlah kami atas agama-Mu dan Sunnah Nabi-Mu Saw.

Ya Allah, ampunilah aku, kedua orang tuaku dan rahmatilah mereka berdua sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu aku masih kecil. Balaslah kebajikan mereka dengan kebajikan dan kejelekan mereka dengan ampunan. Ya Allah, ampunilah Mukminin dan Mukminat, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati dan hubungkanlah kami dengan mereka dengan kebaikan.

Ya Allah, ampunilah yang masih hidup dan yang sudah meninggal dari kami, yang hadir sekarang dan yang tidak ada di hadapan kami, yang lelaki dan yang perempuan, yang masih kecil dan yang sudah tua, yang merdeka dan yang menjadi budak. Telah berbohong orang-orang yang kembali dari (agama) Allah, sesat sesesat-sesatnya, dan merugi serugi-ruginya. Ya Allah, curahkanlah selawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, tutuplah aku dengan kebaikan, cukupkanlah bagiku urusan dunia dan akhiratku yang sangat kuperlukan, jangan Kau kuasakan atasku orang yang tidak mengasihaniku, jadikan untukku dari-Mu penjagaan yang abadi...

Wahai Tuanku, akulah orang kecil yang telah Kau didik, akulah orang bodoh yang telah Kau ajari, akulah orang sesat yang telah Kau berikan petunjuk, akulah orang hina yang telah Kau angkat, akulah orang yang ketakutan yang telah Kau berikan rasa aman, akulah orang yang tertimpa kelaparan yang telah Kau kenyangkan, orang yang terjerat kehausan yang (dahaganya) telah Kau puaskan, orang telanjang yang telah Kau tutupi, orang fakir yang telah Kau kayakan, orang lemah yang telah Kau kuatkan, orang hina yang telah Kau muliakan, orang sakit yang telah Kau sembuhkan, peminta yang telah Kau berikan, orang berlumuran dosa yang telah Kau tutupi, dan orang bersalah yang telah Kau ampuni, akulah orang yang sedikit yang telah Kau perbanyak, orang tertindas yang telah Kau tolong, dan akulah orang terusir yang telah Kau lindungi. Akulah, ya Rabbi, orang yang tidak merasa malu kepada-Mu dalam kesepian dan tidak memperhatikan-Mu dalam keramaian khalayak, akulah yang tertimpa malapetaka-malapetaka besar, akulah orang yang telah berani kepada Tuannya, akulah orang yang telah bermaksiat kepada Tuhan langit, akulah orang yang telah memberikan uang suap atas maksiat(ku) kepada Dzat Yang Maha Agung...

Namum demikian, dengan kesabaran-Mu Engkau masih memberikan kesempatan kepadaku dan dengan penutupan-Mu Engkau masih menutupi (dosa-dosa)ku sehingga Engkau telah melupakanku (akan itu semua itu) dan menjauhkanku dari siksa bermaksiat (kepada-Mu); sehingga Engkau merasa malu kepadaku. Ya Ilahi, aku tidak bermaksiat kepada-Mu ketika aku melakukan maksiat kepada-Mu sedangkan aku mengingkari Rubûbiyah-Mu, meremehkan perintah-Mu, menghantarkan diriku kepada siksa-Mu, dan menganggap remeh ancaman-Mu. Akan tetapi, semua itu adalah sebuah kesalahan yang telah terjadi, nafsuku telah menipuku, mengalahkanku nafsuku, kecelakaanku membantuku atasnya, dan menipuku kemahapenutupanku yang terbentangkan di hadapanku. Aku telah bermaksiat kepada-Mu dan menentang-Mu dengan seluruh usahaku. Sekarang, dari jeratan siksa-Mu siapakah yang dapat menyelamatkanku, dari (jeratan) tangan para musuh esok hari siapakah yang dapat membebaskanku, dan ke tali siapakah aku harus bergantung jika Engkau telah memutuskan tali-Mu dariku?...

Seandainya bukan karena kemurahan-Mu dan keluasan rahmat-Mu yang kuharapakan, serta pelarangan-Mu untuk berputus-asa, niscaya aku sudah berputus-asa ketika mengingatnya, wahai sebaik-baik Zat yang dapat diseru oleh setiap penyeru dan seutama-utama Zat yang dapat diharap oleh setiap pengharap. Ya Allah, demi perjanjian Islam aku bertawassul kepada-Mu, demi kemuliaan al-Quran aku berpegang teguh kepada-Mu, demi kecintaanku kepada Nabi yang ummi, al-Qurasyi, al-Hasyimi, al-Arabi, at-Tihami, al-Makki, al-Madani aku berharap kedekatan kepada-Mu. Oleh karena itu, janganlah Kau gundahkan kedamaian imanku dan jangan Kau jadikan pahalaku pahala orang yang menyembah selain-mu..."