Pancaran Cahaya Ramadhan (16)

Salah satu penyebab utama manusia terhalangi dari limpahan rahmat Tuhan adalah karena mereka telah terperosok ke dalam perangkap hawa nafsu dan syahwat duniawi. Islam mengajarka banyak cara untuk mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu, salah satunya adalah puasa.

Karena puasa adalah salah satu latihan yang jika diulangi secara teratur, ia secara bertahap akan memperkuat kekuatan untuk mencegah diri dari dosa dan membuat seseorang mampu mengendalikan hawa nafsunya. Dengan demikian, orang yang berpuasa punya peluang untuk meninggalkan dosa lebih dari sebelumnya.

Rasulullah Saw ketika menjelaskan keutamaan bulan Ramadhan bersabda, “Jika hilal bulan Ramadhan telah muncul, syaitan-syaitan yang terusir akan dibelenggu dengan rantai. Di bulan Ramadhan, syaitan-syaitan dibelenggu dengan rantai, maka mintalah pertolongan kepada Allah agar mereka tidak menguasai kalian.”

Perlu dicatat bahwa di bulan suci ini, hawa nafsu bersikeras agar keinginan-keinginannya dipenuhi. Di sini diperlukan kewaspadaan khusus supaya manusia tidak dikalahkan oleh hawa nafsunya.

Nafsu memiliki arti yang umum dan luas dan mencakup setiap rasa suka, keinginan, dan ketertarikan untuk menikmati kesenangan dan desakan jiwa. Keinginan dan ketertarikan ini adalah salah satu sifat manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya, jika tidak punya keinginan atau nafsu makan, kesehatan seseorang akan terganggu.

Generasi manusia juga terlestarikan dengan hasrat seksual. Karena itu, jika keinginan manusia berjalan selaras dengan kebijaksanaan Tuhan, ini pertanda sesuatu yang baik. Tetapi nafsu akan berbahaya jika ia telah menguasai akal, bukanya akal yang mengendalikan nafsu. Kondisi ini membuat manusia kehilangan keseimbangan, baik bersikap berlebihan atau teledor/abai (ifrath dan tafrith).

Hal yang sama juga berlaku di bulan Ramadhan; dalam berpuasa dan memperoleh keberkahan di bulan ini. Sayangnya, sebagian orang terjebak dalam perilaku ifrath dan tafrith sehingga menciptakan masalah bagi dirinya sendiri dan gangguan kesehatan.

Beberapa masalah dan gangguan ini dikarenakan tidak menjaga keseimbangan pola makan ketika sahur dan berbuka serta tidak memperhatikan masalah gizi dan kesehatan. Di sisi lain, mereka juga bersikap ifrath dan tafrith dalam menjalankan kewajiban agama dan ibadah sampai menimbulkan masalah bagi diri mereka sendiri. Padahal tidak hanya dalam berpuasa, tapi Islam itu secara keseluruhan dibangun atas dasar keseimbangan dan menolak ifrath dan tafrith.

Fiqih Puasa

Tentu Anda tahu bahwa masalah kafarat (denda atau tebusan), jumlah, dan cara membayarnya adalah salah satu kajian fiqih yang banyak dibahas selama bulan puasa. Di sini, kita akan mengkaji tentang kewajiban kafarat sebagai denda atas puasa yang sengaja ditinggalkan.

Jika seseorang dengan sengaja dan tanpa ada alasan syar'i telah meninggalkan puasa, baginya wajib membayar kafarat. Jika ia sengaja melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa di bulan Ramadhan, maka puasanya batal dan ia harus mengganti puasa tersebut plus membayar kafarat.

Jika seseorang membatalkan puasanya karena berpotensi berdampak buruk bagi kondisi kesehatannya, ia tidak diwajibkan kafarat, tetapi wajib mengganti puasa yang ditinggalkan itu.

Jika seseorang karena sebuah uzur, meyakini bahwa ia boleh meninggalkan puasa Ramadhan dan ia pun melakukan itu, tetapi kemudian diketahui bahwa kewajiban puasa wajib atasnya, maka ia harus mengganti puasa dan membayar kafarat.

Jika seseorang tidak tahu hukum fiqih dan melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa. Misalnya, ia tidak tahu bahwa mencelupkan seluruh kepala ke dalam air akan membatalkan puasa dan ia pun melakukan itu, maka puasanya batal dan harus menggantinya, tetapi ia tidak dikenai kafarat.

Jika seseorang membatalkan puasanya karena kondisi tertentu, misalnya ia dipaksa untuk berbuat sesuatu yang dapat membatalkan puasanya, atau terjun ke dalam air demi menyelamatkan seseorang yang sedang tenggelam, maka ia tidak wajib membayar kafarat, tetapi puasanya harus diganti di hari lain.

Jika makanan dari perut terdorong naik sampai ke mulut, makanan tersebut tidak boleh ditelan kembali. Jika ia sengaja ditelan, maka baginya wajib mengganti puasa dan membayar kafarat. Jika ia berbuka puasa karena diberitahu oleh orang lain bahwa sudah tiba waktu magrib dan ia pun percaya dengan ucapan itu, tetapi kemudian diketahui bahwa magrib belum tiba, maka ia wajib melakukan qadha dan membayar kafarat.

Malam Lailatul Qadar

Malam Lailatul Qadar akan segera tiba dan orang yang berpuasa sangat dianjurkan untuk menghidupkan malam ini dengan ibadah dan munajat. Malam Lailatul Qadar adalah malam yang paling mulia dan malam yang penuh misteri di sepanjang tahun. Imam Jakfar Shadiq as menyebut Lailatul Qadar sebagai jantung Ramadhan. Ia adalah malam yang penuh berkah dan lebih utama dari seribu bulan.

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada Malam Kemuliaan, dan tahukah kamu apakah Malam Kemuliaan itu? Malam Kemuliaan adalah lebih baik dari seribu bulan; pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan, malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”

Dalam surat al-Qadr ini, Allah Swt berbicara tentang qadar dan kedudukan malam Lailatul Qadar, dan tentu manusia tidak dapat memahami keangungan malam mulia ini. Malam tersebut dengan sendirinya lebih baik dari seribu bulan, para malaikat berduyun-duyun turun ke bumi, dan pintu rahmat terbuka sampai terbit fajar.

Imam Ali Ridha as berkata, “Di malam Lailatul Qadar, Allah menetapkan semua perkara yang akan terjadi untuk tahun ini hingga tahun depan, baik atau buruk, dari kehidupan atau kematian atau rezeki. Jadi, apa yang ditetapkan Allah pada malam ini pasti akan terjadi.”

Tentu saja hal ini tidak merampas ikhtiar dari manusia, karena ketetapan Tuhan diberikan atas dasar kapasitas dan kelayakan individu sesuai dengan kadar iman, ketakwaan, kemurnian niat, dan amalan mereka. Untuk itu, manusia sangat dianjurkan untuk menghidupkan malam mulia ini dengan ibadah, munajat, dan doa.

Semua ulama sepakat bahwa malam Lailatul Qadar terjadi pada bulan Ramadhan, dan tidak ada seorang pun yang meragukan itu. Dalam surat al-Baqarah ayat 185, Allah Swt berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran…”  Sementara itu pada ayat pertama surat al-Qadr disebutkan, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada Malam Lailatul Qadar.”

Jadi, dapat disimpulkan malam Lailatul Qadar terdapat di bulan Ramadhan. Namun, tidak ada yang tahu persis apakah ia terdapat di malam ke-19 Ramadhan, malam ke-21 atau ke-23. Tentu saja ada hikmah di balik rahasia ini, sebagaimana Allah Swt juga merahasiakan ajal manusia agar mereka selalu mempersiapkan diri. Waktu datangnya hari kiamat dan kemunculan Imam Mahdi as juga dirahasiakan dari manusia.

Malam Lailatul Qadar juga dirahasiakan dan tidak ada yang tahu persis kapan ia datang. Menurut Imam Ali as, malam Lailatul Qadar sengaja dirahasiakan agar orang-orang mukmin memuliakan lebih banyak malam, meningkatkan amal ibadah dengan harapan akan mendapatkan Lailatul Qadar, meninggalkan dosa dan maksiat, dan melipatgandakan upaya dalam beribadah kepada Allah Swt.

Malam Lailatul Qadar adalah malam pengampunan dosa dan sebuah kesempatan emas untuk membersihkan hati. Lailatul Qadar adalah momentum terbaik untuk mengganti keburukan dengan kebaikan, perselisihan dengan perdamaian, dan kezaliman dengan keadilan.