Imam Al-Amidi dan Keadilan Sahabat Nabi

Seperti yang kita tahu, hampir seluruh ulama Ahlusunnah secara kompak meyakini bahwa semua sahabat nabi adalah adil. Masih menurut mereka—seperti yang sudah diulas dalam tulisan sebelumnya—bahwa sebagian dari mereka meyakini kalau-kalau semua sahabat nabi adalah ahli surga, seperti yang dikatakan oleh Abu Muhammad bin Hazm.

Perlu menjadi titik fokus, bahwa di tengah masifnya keyakinan akan keadilan seluruh sahabat nabi oleh ulama Ahlusunnah, ada seorang ulama kenamaan yang juga dari Ahlusunnah, yang bersilang pendapat dengan pendapat mereka soal keadilan sahabat. Ia adalah Imam Syaifuddin Al-Amidi.  

Sependek yang penulis tahu, Imam Syaifuddin Al-Amidi atau yang lebih lazim dikenal Imam Al-Amidi adalah ulama Ahlusunnah yang lahir di kota Diyarbakir, Turki (1156 M) dan wafat di Damaskus, Syiria ( 1235 M). Sejauh pengembaraanya di dunia keislaman, ia concern di bidang ilmu logika dan filsafat, lalu mengepakkan sayapnya ke disiplin ilmu teologi dan juga usul fikih.

Mulanya, Imam Al-Amidi adalah pribadi yang bermazhab Hanbali. Kemudian, seiring dengan bergulirnya waktu, di dalam pengembaraan spiritual-keilmuannya, ia berpindah haluan menjadi pengikut mazhab Syafi’i. Sosok yang paling berpengaruh dalam mengubah mazhabnya dari Hanbali ke Syafi’i ialah Syekh Abul Qasim ibn Fadlan, yang merupakan pengikut Syafi’i.

Kembali ke pembahasan awal, terkait tanggapannya mengenai keadilan sahabat, Imam Al-Amidi menuangkannya di dalam salah satu kitabnya yang cukup masyhur, berjudul Al-Ihkam fi Usulil Ahkam. Di dalam tanggapannya mengenai sahabat, ia menulis sebagai berikut.

Jumhur (sekelompok) ulama Ahlusunnah sepakat akan keadilan sahabat.

Kelompok dari Ahlusunnah berkata, “Sesungguhnya hukum mereka terkait keadilan sahabat perlu adanya pembahasan riwayat mengenai keadilan sahabat.”

Kelompok lain meyakini akan keadilan sahabat, meskipun terjadi perselisihan dan kesesatan di antara mereka. Maka, selazimnya adanya pembahasan tentang keadilan sahabat di dalam riwayat atau kesaksian mereka. Dan jika tiada kesaksian, tiada kejelasan akan keadilan sahabat.

Sebagian mereka berkata, “Sungguh, setiap sahabat yang memerangi Ali bin Abu Thalib, mereka adalah fasik, di mana riwayat dan kesaksiaannya tertolak, dikarenakan telah keluar dari  pemimpin yang hak.”

Sebagian mereka berkata, “Bahwa riwayat dan kesaksian mereka (sahabat) tertolak, sebab salah satu di antara dua kelompok adalah fasik, yang tidak diketahui (identitasnya) dan tidak pula ada penetapan (atas mereka).” [1]

Apa yang Imam Al-Amidi sampaikan di dalam kitabnya merupakan salah satu pembahasan yang amat berharga terkait sahabat. Dari pandangannya, nampaknya ia punya pesan tersirat bahwa melabeli seluruh sahabat nabi sebagai pribadi yang adil amatlah berlebihan. Karenanya, untuk menarik satu kesimpulan akhir dari pembahasan ini, kita perlu menggali lebih dalam lagi jejak-jejak sejarah, riwayat maupun hadis mengenai keadilan sahabat nabi. Wallahu a’lam bi as-shawab.

[1] Al-Ihkam fi Usulil Ahkam, Imam Syaifuddin Al-Amidi, juz 2, hal. 110-111.