Konsep Keadilan Sahabat ‘Asyiada’u alal Kuffar’

Satu dari ciri-ciri orang yang bersama Rasulullah Saw dalam pandangan Al-Quran adalah أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ yaitu keras dan tegas di hadapan orang-orang kafir. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa sahabat pada masa itu memiliki sifat-sifat seperti ini. Namun apakah sifat tersebut mencakup semua sahabat ataukah sebagian saja? Al-Quran pada ayat lainnya -di samping menjelaskan sifat-sifat baik para sahabat- terdapat juga penjelasan mengenai sifat sebagian sahabat yang tidak patut. Ditambah penjelasan riwayat yang menguatkan hal tersebut.

Tidak sedikit bukti dalam sejarah awal Islam sekaitan dengan sikap sebagian sahabat dalam peristiwa-peristiwa perang bersama Rasulullah SAW. Kisah melarikan diri sekelompok sahabat pada peperangan seperti perang Uhud, Khaibar, Hunain serta meninggalkan Rasulullah Saw di dalamnya beserta beberapa orang, merupakan bukti dari pembahasan ini.

Al-Quran menjelaskan mengenai peristiwa perang Uhud dalam surat Ali Imran: 155,

اِنَّ الَّذِيْنَ تَوَلَّوْا مِنْكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعٰنِۙ اِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطٰنُ بِبَعْضِ مَا كَسَبُوْا ۚ وَلَقَدْ عَفَا اللّٰهُ عَنْهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ ࣖ.

Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antara kamu ketika terjadi pertemuan (pertempuran) antara dua pasukan itu, sesungguhnya mereka digelincirkan oleh setan, disebabkan sebagian kesalahan (dosa) yang telah mereka perbuat (pada masa lampau), tetapi Allah benar-benar telah memaafkan mereka.

Juga menjelaskan mengenai sifat congkak yang dimiliki pasukan karena jumlah yang banyak, dalam surat at-Taubah: 25,

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ فِيْ مَوَاطِنَ كَثِيْرَةٍۙ وَّيَوْمَ حُنَيْنٍۙ اِذْ اَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْـًٔا وَّضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْاَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُّدْبِرِيْنَۚ.

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.

Mengenai peristiwa perang Hunain Imam Bukhari meriwayatkan;

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضى الله عنه قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَامَ حُنَيْن، فَلَمَّا الْتَقَيْنَا كَانَتْ لِلْمُسْلِمِينَ جَوْلَة ٌ، فَرَأَيْتُ رَجُلاً مِنَ الْمُشْرِكِينَ عَلاَ رَجُلاً مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَاسْتَدَرْتُ حَتَّى أَتَيْتُهُ مِنْ وَرَائِهِ حَتَّى ضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ عَلَى حَبْلِ عَاتِقِهِ، فَأَقْبَلَ عَلَىَّ فَضَمَّنِي ضَمَّةً وَجَدْتُ مِنْهَا رِيحَ الْمَوْتِ، ثُمَّ أَدْرَكَهُ الْمَوْتُ فَأَرْسَلَنِي، فَلَحِقْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ فَقُلْتُ مَا بَالُ النَّاسِ قَالَ أَمْرُ اللَّهِ، ثُمَّ إِنَّ النَّاسَ رَجَعُوا

Abu Qatadah, ia berkata; kami keluar bersama Rasulullah Saw pada tahun terjadinya perang Hunain. Kemudian tatkala kami bertemu, kaum muslimin kabur dan kemudian kembali. Ia berkata; kemudian saya melihat seorang laki-laki dari kalangan musyrikin telah mengalahkan seorang muslim. Ia berkata; kemudian aku mengitarinya hingga aku mendatanginya dari belakang. Kemudian aku menebasnya dengan pedang pada urat pundaknya. Kemudian ia menghadap kepadaku dan ia memelukku dan aku dapatkan darinya bau kematian. Kemudian ia mati dan melepaskanku. Lalu aku menyusul kepada Umar dan aku katakan kepadanya; kenapa dengan prang-orang? Ia berkata; terdapat perintah Allah.

Sebagaimana yang diketahui, perang Hunain didominasi oleh pasukan muslim sebanyak kurang lebih 12.000 orang. Namun demikian, pada awal perang sebagian besar Muslimin sempat lari dan bercerai berai tatkala terjadi serangan. Sebagian kecil bertahan bersama Rasulullah Saw dan pada akhirnya pasukan muslimin dapat disatukan kembali. Al-Quran menyinggung peristiwa ini dalam ayat yang telah disebutkan di atas bahwa congkak akan banyaknya pasukan merupakan sikap yang tidak baik.

Hal di atas merupakan salah satu contoh dan bukti bahwa hanya sebagian sahabat memiliki sifat tegas di hadapan orang-orang kafir, tidak semua. Namun perlu digaris bawahi bahwa menjelaskan fakta sejarah bukan berarti mencela para pelakunya. Penulis bertujuan untuk menepis anggapan bahwa mempertanyakan keadilan seluruh sahabat merupakan kelancangan serta mengantarkan pelakunya kepada “ke-zindikan”. Lebih dari itu, semuanya bertujuan untuk mengenal yang baik dan yang buruk, sehingga menjadi tradisi seorang pengkaji untuk memperoleh ajaran agama dari orang-orang baik serta menghindari orang-orang buruk. Jika seseorang melakukan pengkajian terhadap keadaan mereka dengan tujuan ini, maka hal itu tidaklah tercela.